Tyas Ummu Amira*: Pembelajaran Daring  Atau Tatap Muka, Sebuah Dilema

Opini464 Views

 

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Sudah lima bulan pandemi covid 19 mengharuskan para siswa melaksanakan KBM secara daring. Pembelajaran ini menuai banyak kontra dari berbagai pihak, lantaran banyak kendala mulai dari akses intenet dan minim fasilitas gadget.

Sementara pihak sekolah berjibaku mengejar target pembelajaran, sehingga akhirnya Mendikbud mewacanakan bahwa sekolah akan dibuka kembali dengan menerapakan protocol kesehtan secara ketat.

Dilansir dari, GridHITS.id, Mendikbud Nadiem Makarim mengumumkan bahwa SMK dan perguruan tinggi di seluruh zona sudah diperbolehkan untuk melakukan sekolah secara tatap muka.

Namun Nadiem tetap megaskan bahwa protokol kesehatan harus tetap dilakukan secara ketat. Hal tersebut ia ungkapkan dalam konferensi pers secara virtual pada Jumat (7/8/2020)

Dari wacana tersebut, cepat atau lambat dunia pendidikan akan dibuka kembali secara offline dan melakukan KBM secara langsung. Akan tetapi jika kita melek data dilapangan berdasarkan satgas covid19.go.id Indonesia pasien terkonfirmasi Positif 128.776, sembuh 83.710 meninggal 5.824 (Update Terakhir: 11-08-2020).

Dengan melihat data serta fakta di atas apakah tepat jika sekolah akan dibuka kembali dengan kondisi lapangan yang masih mengkhawatirkan?

Tentu ini menjadi PR besar bagi mendikbud agar rencana ini dikaji ulang. Sebab dalam situasi yang belum normal tak mungkin bisa anak – anak yang notabene masih dalam dunia bermain disuruh untuk patuh protocol kesehatan.

Jangankan anak – anak, orang dewasa saja kadang juga risih pakai maskser dan harus jaga jarak. Bayangkan saja jika terjadi pada anak – anak, belum terfikirkan dalam benak mereka. Dari itu KPAI pun angkat bicara soal wacana tersebut.

Dikutip dari tribunnews.com. Meski pun begitu, Arist Sirait menilai bahwa keputusan dari Kemendikbud tersebut belum tepat waktunya, mengingat risiko untuk tertular masih ada, terlebih untuk zona kuning.

Dirinya menegaskan bukan karena tidak percaya dengan protokol kesehatan yang digalakkan oleh pemerintah dan pihak sekolah.Namun menurutnya, lebih melihat dari sudut pandang siswa, khususnya untuk sekolah dasar yang memiliki sifat masih kekanak-kanakkan.

“Siapa yang menjamin ini? Sekali lagi pertimbangannya adalah dunia anak adalah dunia bermain,” ujar Sirait, dalam acara Kabar Siang, Sabtu (8/8/2020).

Kemudian dari sini, jika kita telisik lebih lanjut, bahwa akar masalah ini berawal dari kurang sigapnya pemerintah mengatasi pandemi covid19. Lihat saja, kebijakan yang diterapkan seperti tambal sulam, tak mampu menyelesaikan masalah dengan tuntas. Andai saja sejak awal pandemi diterapkan lock secara total, serta mengisolasi pasien yang positif.

Kemudian semua ilmuwan dokter dikerahkan untuk membuat obat atau vaksin maka pandemi akan cepat teratasi, Itu semua pernah dilakukan oleh khalifah Umar Bin Khatab pada saat masa Rasullah Saw terkena yakni wabah Tha’un, dimana bisa tertanggulangi dalam kurun waktu yang amat singkat.

Dari ‘Abdullah bin ‘Amir bin Rabi’ah, “Suatu ketika Umar bin Khatthab pergi ke Syam. Setelah sampai di Saragh, dia mendengar bahwa wabah penyakit sedang berjangkit di Syam.

Maka ‘Abdurrahman bin ‘Auf mengabarkan kepadanya bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam (SAW) telah bersabda: ‘Apabila kamu mendengar wabah berjangkit di suatu negeri, maka janganlah kamu datangi negeri itu. Dan apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, janganlah kamu keluar dari negeri itu karena hendak melarikan diri darinya.’

Maka Umar pun kembali dari Saragh. Dan dari Ibnu Syihab dari Salim bin Abdullah; bahwa Umar kembali bersama orang-orang setelah mendengar Hadits Abdurrahman bin Auf”. (Shahih Muslim No. 4115).

Banyak harapan pihak agar tercapai target pembelajaran dan menghilangkan kendala belajar daring.

Sayangnya pemerintah merespon dengan kebijakan sporadis, tidak terarah dan memenuhi desakan publik tanpa diiringi persiapan memadai agar risiko bahaya bisa diminimalisir.

Pertama, pemerintah mengijinkan penggunaan dana BOS untuk keperluan kuota internet sedangkan masalah tidak adanya jaringan internet tidak dicarikan solusi. Untuk wilayah 3 T juga tak tersentuh sama sekali, alhasil mereka semakin tertinggal dan terbelakang.

Kedua, pemerintah mengijinkan semua SMK dan PT di semua zona untuk belajar dengan tatap muka agar bisa praktik tidak diimbangi persiapan protocol kesehatan.

Apakah bisa menjamim mereka aman dari penularan? apalagi terdapat OTG dikalangan milinieal seakan mempertaruhkan nyawa anak didik bangsa.

Ketiga, pemerintah inkonsisten terhadap kebijakan yang dikeluarkan. salah satunya kebolehan tatap muka di zona kuning-hijau maupun mewacanakan kurikulum darurat selama BDR. Lantas akan kah ini menjadi solusi untuk mnegejar kurikulum tanpa memikirkan situsasi aman dari penyebaran virus covid19.

Semua fakta kebijakan di atas menunjukkan lemahnya pemerintah sekuler mengatasi masalah pendidikan akibat tersanderanya kebijakan dg kepentingan ekonomi.

Kemudian tidak adanya jaminan pendidikan sebagai kebutuhan dasar publik yg wajib dijamin oleh negara. Sehingga terasa sulit hidup di kukungan sistem kapaitalis sekuler, sebab semua solusi yang di berikan tidak luput dari fatamorgana belaka.

Berbeda halnya dengan sistem Islam yang memiliki seperangkat aturan komprehensif yang mampu menuntaskan masalah tanpa masalah.

Karena hukum yang dianut berasal dari sang pencipta, dimana aturannya sesuai dengan fitrah manusia, memuaskan akal dan menentramkan hati yakni, berdasarkan landasan Al – Qur’an dan As Sunnah.

Dalam Islam pendidikan adalah kebutuhan yang sangat urgent, sebab menuntut ilmu adalah hal wajib bagi setiap muslim laki laki dan perempuan.

Pendidikan sebagai ujung tombak peradaban, mengharuskan generasi harus mengeyam pendidikan yang berkualitas serta menjadikan pribadi unggul di segala bidang ilmu pengetahuan.

Sehingga negara harus hadir dalam memberikan ruang dan fasilitas agar tercipta suasana belajar mengajar secara kondusif.

Sebagaimana halnya terjadi di tengah pandemi, seharusnya bisa teratasi lebih cepat apabila dilakukan sesuai syara’, tidak akan terjadi penutupan sekolah dalam jangka waktu lama.

Dalam negara berbasis sistem Islam semua teratasi dengan begitu sigap dan proses pendidikan tetap berjalan normal. Itu semua lantaran negara hadir dengan fasilitas pendidikan yang dijamin secara cuma – cuma. Karena dalam pandangan Islam pemimpin itu memiliki paradigma sebagai raa’in (penanggung jawab).

“Seorang imam (khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Dengan demikian jika pemimpin negara ini memilih menerapkan sistem Islam secara kaffah, maka hal ini in syaa Allah akan tertangani dengan lebih baik, mudah dan cepat.

Sebab pemimpin negara memiliki landasan iman yang kokoh serta intergritas tinggi, dimana tak mungkin melalaikan kewajibanya sebagai raa’in bagi rakyatnya. Sebab jika lalai akan kewajibanya, maka semua yang ia pimpin akan dimintai pertanggung jawaban.

Siapa yang diserahi Allah mengatur urusan kaum muslim, lalu dia tidak memedulikan kebutuhan dan kepentingan mereka, maka Allah tidak akan memedulikan kebutuhan dan kepentingannya (pada Hari Kiamat).” (HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi). Wallahu a’lamu bi Ash-shawab.[]

Comment