Ummu Dzakiyah*: Antara Sampah Negara Dan Negara Sampah

Berita444 Views
Ummu Dzakiyah

RADARINDONESIANEWS. COM, JAKARTA – Apakah ada hubungan antara sampah negara dengan negara sampah? ternyata hubunganya sangat erat sekali karena jika negara tidak mampu mengelola sampah maka akan jadi negara sampah. Sampah sendiri adalah hal yang bisa dikatakan menjijikkan, najis dan sebagainya jadi jika dikatakan sebagai negara sampah maka sudah dipastikan negara itu hina.

Di Indonesia dalam media tempo.com 02/07/2019 Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kantong plastik atau yang juga dikenal dengan kantong kresek siap dikenai cukai sebesar Rp 200 per lembar. Adapun kantong plastik yang bakal dikenai cukai adalah kantong plastik yang tidak bisa didaur ulang atau kantong plastik berbasis petroleum. Sri Mulyani berharap, pengenaan cukai ini bisa menjadi instrumen yang tepat untuk mengendalikan konsumsi kantong plastik. Apalagi selama ini sebanyak 9,85 miliar sampah kantong plastik dihasilkan oleh 90 ribu gerai ritel yang ada selama satu tahun.

Perkara sampah memang menjadi persoalan dunia. Setiap negara berupaya “mensterilkan” wilayahnya dari sampah. Namun demikian Berbanding terbalik dengan solusi Sri Mulyani yang ingin mengendalikan konsumsi plastik dengan menarik cukai Rp 200 per lembar plastik justru pada pertengahan Juni lalu, publik Indonesia dikejutkan oleh berita impor sampah plastik dari beberapa negara. Indonesia diperkirakan menerima sedikitnya 300 kontainer yang sebagian besar menuju ke Jawa Timur setiap harinya.

Padahal berdasarkan data Jambeck (2015), Indonesia berada di peringkat kedua dunia penghasil sampah plastik ke laut yang mencapai sebesar 187,2 juta ton, setelah Cina yang mencapai 262,9 juta ton. Namun dengan jumlah besar itu, Indonesia masih mengimpor sampah dari 43 negara di dunia. Berdasarkan data Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah Ecoton, masuknya sampah dengan merk dan lokasi jual di luar Indonesia diduga akibat kebijakan China menghentikan impor sampah plastik dari sejumlah negara di Uni Eropa dan Amerika yang mengakibatkan sampah plastik beralih tujuan ke negara-negara di ASEAN. Meski berdalih bahwa sampah yang diimpor adalah bahan baku industri, namun banyak pihak mengecam hal ini. Terlebih, penelusuran Yayasan Ecoton di Jawa Timur, sampah plastik yang mengotori impor kertas daur ulang bisa mencapai 30-40 persen. Ditemukan sampah popok bayi hingga berbagai limbah plastik lainnya.(Detik.com 05/07/2019)

Ini menjadi persoalan yang berat “Indonesia menjadi negara tempat sampah” dan ini bukan sekadar persoalan perubahan gaya hidup dan persoalan lingkungan belaka. Namun, terdapat aspek politis di dalamnya. Maraknya impor sampah menjadi bukti begitu lemahnya posisi Indonesia dalam politik dan ekonomi internasional. Wibawa negeri ini begitu lemah di hadapan negara-negara dan pengusaha-pengusaha Amerika dan Uni Eropa. Padahal Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Lalu, sampai kapankah pemerintah akan bersikap lemah dan membiarkan Indonesia menjadi “tempat sampah” negara-negara maju?

Solusi Negara Sampah Agar Menjadi Negara Mewah

Islam merupakan agama yang bersifat komprehensif dan universal. Komprehensif berarti syariat islam merangkum seluruh aspek kehidupan baik ritual (ibadah) maupun sosial (muamalah), dan universal yang bermakna dapat diterapkan pada setiap waktu dan tempat sampai terjadinya hari kiamat.

Di antara bukti bahwa ajaran islam itu komprehensif (sempurna) adalah sebagaimana di tunjukkan oleh hadits berikut ini: Dari shabat Abu Dzarr radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah pergi meninggalkan kami (wafat), dan tidaklah seekor burung yang terbang membalik-balikkan kedua sayapnya di udara melainkan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menerangkan ilmunya kepada kami. Berkata Abu Dzarr radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, Tidaklah tertinggal sesuatupun yang mendekatkan ke Surga dan menjauhkan dari Neraka melainkan telah dijelaskan semuanya kepada kalian. (HR. Ahmad IV/126-127, Abu Dawud no. 4607, at-Tirmidzi no. 2676, dari sahabat al-Irbadh bin Sariah radhiyallahu ‘anhu. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Irwa-ul Ghaliil, no. 2455). Maka Islam punya solusi untuk mengatasi sampah tanpa membebani rakyat yaitu melalui;

1. Individual
Islam mendorong kesadaran individu terhadap kebersihan hingga level asasi dan prinsipil yaitu keimanan terhadap surga dan neraka.

اَلْاِسْلَامُ نَطِـيْفٌ فَتَـنَطَفُوْا فَاِنَـهُ لايَدْخُلُ الْجَنَـةَ اِلانَطِيْفٌ

Artinya: Islam itu bersih, maka jadilah kalian orang yang bersih. Sesungguhnya tidak masuk surga kecuali orang-orang yang bersih (H.R. Baihaqi).
Pemahaman tentang kebersihan yang mendasar ini menumbuhkan kesadaran individual untuk pemilahan sampah, pengelolaan sampah rumah tangga secara mandiri, serta mengurangi konsumsi.

2. Komunal
Pada kondisi-kondisi tertentu, upaya individual menjadi sangat terbatas dalam pengelolaan sampah. seperti pada rumah tangga yang tinggal di lingkungan padat, yang tidak memiliki pengelolaan sampah mandiri, sehingga hanya mampu mengurangi dan memilah sampah untuk dikumpulkan lalu dipindahkan ke tempat pembuangan berikutnya. Karena itulah upaya pengolahan sampah komunal diperlukan.

اِنَّ اللهَ طَيِّبٌ يُحِبُّ الطَّيِّبَ نَظِيْفٌ يُحِبُّ النَّظَافَةَ كَرِيْمٌ يُحِبُّ الْكَرَمَ جَوَادٌيُحِبُّ الْجَوَاد فَنَظِّفُوْااَفْنَيْتَكُمْ

Artinya : ”Sesungguhnya Allah Ta’ala itu baik (dan) menyukai kebaikan, bersih (dan) menyukai kebersihan, mulia (dan) menyukai kemuliaan, bagus (dan) menyukai kebagusan. Oleh sebab itu, bersihkanlah lingkunganmu”. (HR. At- Turmudzi).
Pengelolaan sampah komunal dilakukan dengan prinsip taawun, bekerja sama dalam kebaikan..

3. Peran Pemerintah
Sejarah Kekhilafahan Islam telah mencatat pengelolaan sampah sejak abad 9-10 M. Pada masa Bani Umayah, jalan-jalan di Kota Cordoba telah bersih dari sampah-sampah karena ada mekanisme menyingkirkan sampah di perkotaan yang idenya dibangun oleh Qusta ibn Luqa, ar-Razi, Ibn al-Jazzar dan al-Masihi. Tokoh-tokoh muslim ini telah mengubah konsep sistem pengelolaan sampah yang sebelumnya hanya diserahkan pada kesadaran masing-masing orang, karena di perkotaan padat penduduk telah berpotensi menciptakan kota yang kumuh (Lutfi Sarif Hidayat, 2011).

Sebagai perbandingan, kota-kota lain di Eropa pada saat itu belum memiliki sistem pengelolaan sampah. Sampah-sampah dapur dibuang penduduk di depan-depan rumah mereka hingga jalan-jalan kotor dan berbau busuk (Mustofa As-Sibo’i, 2011).

Kebersihan membutuhkan biaya dan sistem yang baik, namun lebih dari itu perlu paradigma mendasar yang menjadi modal keseriusan pengelolaan sampah. Pengelolaan sampah bukan jasa yang dikomersialisasi hingga didapatkan uang kompensasi dalam penyediannya. Bukan pula sebuah beban yang harus ditanggung pemerintah hingga terlalu berat mengeluarkan dana membiayai benda yang tak berharga.

Pengelolaan sampah merupakan upaya preventif dalam menjaga kesehatan. Kesehatan sendiri merupakan kebutuhan sosial primer yang dijamin dalam Islam selain pendidikan dan keamanan. Pengelolaan sampah masyarakat tak boleh bertumpu pada kesadaran dan kebiasaan masyarakat, karena selain kedua hal itu tetap dibutuhkan infrastruktur pengelolaan sampah. Kondisi permukiman masyarakat yang heterogen, adanya pelaku industri yang menghasilkan sampah dalam jumlah banyak, dan macam-macam sampah yang berbeda penanganannya, meniscayakan peran pemerintah bertanggung jawab atas pengelolaan sampah masyarakat.

Edukasi masyarakat dapat dilakukan pemerintah dengan menyampaikan pengelolaan sampah yang baik merupakan amal shalih yang dicintai Sang Pencipta. Secara masif disampaikan kepada masyarakat bahwa sebagai khalifah fil’ardh, manusia memiliki tanggung jawab dalam menjaga kebersihan lingkungan sebagai perlindungan terhadap makhluq Allah selain dirinya. Tertancapnya pemahaman ini akan meruntuhkan penyakit individualisme dalam memandang persoalan sampah.

Pemerintah sebagai pelayan masyarakat memastikan keberadaan sistem dan instalasi pengelolaan sampah di lingkungan komunal di permukiman yang tidak dapat mengelola sampah secara individual, di apartemen, rumah susun dan permukiman padat misalnya. Pemerintah harus mencurahkan segala sumber daya agar sampah terkelola dengan baik. Dana dicurahkan untuk mengadakan instalasi pengelolaan sampah. Pemerintah mendorong ilmuwan menciptakan teknologi-teknologi pengelola sampah ramah lingkungan, mengadopsinya untuk diterapkan.

Yang terahir jika negara mampu mengelola sampah dalam negaranya seperti diatas maka marwah, kehormatan, kewibawaan dan harga diri bangsa akan terjamin sehingga tidak lagi diremehkan negara lain sehingga akan berfikir ribuan kali untuk memasukkan (impor sampah) dari negara lain.[]

Berita Terkait

Baca Juga

Comment