Utang, Bukti Lemahnya Kedaulatan Ekonomi Negara

Opini219 Views

 

 

Penulis: Atika Nasution, S.E | Alumni Mahasiswi UISU Medan

 

 

RADARINDINESIANEWS.COM, JAKARTA– Bus Rapid Transit (BRT) bakal dibangun sebagai penghubung wilayah Medan, Binjai, dan Deli Serdang (Mebidang). Pembangunan BRT Mebidang dengan 17 rute tersebut akan menelan biaya sebesar Rp 1,9 triliun.

Pembangunan tersebut ditandai oleh penandatanganan rencana kerja oleh Pj Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Hassanudin bersama kepala daerah dari tiga wilayah tersebut, dan Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Amirulloh.

Proyek ini merupakan percontohan nasional, dukungan World Bank untuk proyek Mass Transit (Mastrans) di Indonesia, sekaligus target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2018-2023.

Pembangunan BRT Mebidang ini akan dibiayai oleh World Bank dan AFD Perancis dengan biaya Rp1,9 Triliun. DetikSumut. 16 Oktober2023.

Tindakan pemerintah dalam upaya membangun BRT Mebidang merupakan kebijakan yang patut diapresiasi namun sangat disayangkan, dalam membangun infrastruktur tersebut menggandeng asing. Tentu ini kesalahan yang tidak boleh dianggap remeh.

Bagaimana tidak, bekerjasama dengan asing akan menimbulkan ketergantungan kepada asing. Ini berpotensi adanya intervensi ke dalam pemerintahan oleh asing.

Dalam sistem kapitalisme saat ini, utang sebagai sumber utama pemasukan Negara. Utang dijadikan sebagai penopang pembiayaan pembangunan. Dari sisi hubungan luar negeri, utang dapat dijadikan alat pengendali oleh negara pemberi utang.

Posisi utang luar negeri bukanlah urusan pinjam meminjam biasa antar Negara. Utang luar negeri adalah cara yang paling berbahaya untuk merusak eksistensi suatu Negara. Bagaimana tidak, utang berjangka pendek dapat memukul mata uang domestic negara pengutang dan akhirnya dapat memicu kekacauan ekonomi dan sosial dalam negeri.

Bila utang ini jatuh tempo, maka pembayaran tak menggunakan mata uang domestic melainkan harus dengan dolar AS. Padahal dolar AS termasuk hard currency (mata uang asing yang sering digunakan sebagai alat pembayaran). Maka Negara pengutang tidak akan mampu melunasi hutangnya dengan dolar AS karena langka.

Kalaupun dipaksa untuk membeli dolar, maka dolar akan dibeli dengan harga yang sangat tinggi terhadap mata uang local sehingga membawa kemerosotan nilai mata uang local. Adapun utang jangka panjang juga berbahaya karena makin lama jumlahnya semakin menggila yang akhirnya melemahkan anggaran belanja negara pengutang dan membuatnya tidak mampu melunasi utang-utang.

Maka pada saat inilah negara pemberi utang akan menyeret aset-aset strategis negara pengutang sebagai alat pelunasan hingga mengintervensi kebijakan public Negara penghutang.

Negara saat ini menjadikan utang sebagai sumber pemasukan. Sementara sumber pemasukan negara lainnya seperti adanya SDA yang melimpah ruah dinegeri ini, tidak dikelola dengan baik. Sehingga sumber pemasukan negara hanya difokuskan pada utang.

Hal ini menunjukkan adanya salah kelola dalam SDA. Pengelolaan SDA sesunggguhnya bisa menjadi sumber pemasukan negara dalam jumlah besar. Namun sistem ekonomi kapitalis telah menjebak negara berkembang sehingga menjadi negara yang tidak berdaya.

Akibat sistem ekonomi kapitalisme yang diterapkan tidak mengatur kepemilikan dengan benar. Potensi-potensi alam yang sejatinya milik umum/rakyat justru dikuasai oleh individu atau korporasi.

Berbeda dengan sistem Islam. Sistem politik ekonomi Islam akan menjadikan negara kuat dan tidak bergantung dan tunduk pada asing. Hal ini didukung dari sistem keuangan negara yang tidak bertumpu pada utang maupun pajak.

Sistem itu disebut Baitul Mal. Baitul Mal adalah sistem keuangan Negara yang memiliki beragam penerimaan yang memicu produktivitas. Terdapat 3 pos besar penerimaan dalam Baitul Mal, masing-masing memiliki perincian pos yang beragam.

Pos penerimaan dari zakat mal, aset kepemilikan umum, dan aset kepemilikan Negara. Pemasukan baitul mal selalu mengalir dari berbagai sumber.

Dengan sistem anti ribawi, negara tak dibebani jeratan utang bunga. Kemandirian dan kedaulatan negara dapat terjaga dan potensi penutupan kebutuhan anggaran dari utang luar negeri dapat dihindari.

Dalam Islam menyelesaikan berbagai permasalahan ekonomi yang memicu terjadinya deficit anggaran. Islam akan menekan segala bentuk kebocoran anggaran seperti korupsi maupun anggaran yang memperkaya pribadi pejabat. Islam juga akan mencegah segala bentuk pemborosan dana. Proyek-proyek pembangunan ekonomi yang tidak strategis dalam jangka panjang dan tak sesuai dengan kebutuhan rakyat tidak akan dijalankan.

Islam akan melakukan pengembangan dan pembangunan kemandirian dan ketahanan pangan sehingga terhindar dari sistem impor. Maka sudah saatnya mengganti sistem rusak dan merusak kapitalisme liberal dengan menjadikan Islam memimpin seluruh kehidupan manusia. Wallahu’alam Bissawab.[]

Comment