Wali Kota Jaksel Larang Jemaah GBKP Pasar Minggu Beribadat

Berita397 Views
Walikota Jakarta Selatan, Tri Kurniadi.[Gofur/radarindonesianews.com]
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Wali Kota Jakarta Selatan Tri Kurniadi melarang warga untuk beribadat di
Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) Pasar Minggu, karena tak memiliki
izin sebagai rumah ibadat.

Hal itu disampaikan Tri dalam surat
imbauan Nomor 887/-1.856.21 bertanggal 30 September 2016. Dalam surat
itu disebutkan gereja yang dipakai sebagai tempat ibadat adalah rumah
kantor.

“Bahwa kegiatan peribadatan jemaat GBKP Pasar Minggu
menggunakan bangunan rumah kantor di RT 014 RW 04 Kelurahan Tanjung
Barat Kecamatan Jagakarsa dan tidak memiliki IMB sebagai sarana ibadat,”
demikian Tri dalam surat yang dilansir Detik.com, Minggu (2/10).

Tri menyatakan warga sebenarnya sudah diminta untuk mengurus izin rumah
ibadat itu sampai 26 September lalu, namun tak dapat memenuhi
persyaratan. Oleh karena itu, dia mengatakan, pihaknya mengimbau untuk
menghentikan kegiatan yang berlokasi di RT 014 RW 04 Kelurahan Tanjung
Barat, Jagakarsa, Jakarta Selatan itu.

Walaupun demikian,
Pemerintah Kota Jakarta Selatan berjanji untuk memfasilitasi tersedianya
lokasi pembangunan rumah ibadat GBKP tersebut. Tri menyatakan dalam
surat tersebut, warga kelurahan Tanjung Barat juga menyatakan
penolakannya terhadap kegiatan ibadat tersebut.

Tri Kurniadi
menyebutkan basis aturan yang dipakai adalah Peraturan Bersama Menteri
Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006/Nomor 8 Tahun 2016
tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah
dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama.

Tak Memberikan Keadilan

Terkait
dengan hal itu, Wakil Ketua Setara Institute Bonar Naipospos menuturkan
peraturan bersama menteri itu secara substantif tidak memberikan
keadilan dan kepastian hukum kepada minoritas. Dia menuturkan peraturan
itu justru menjadi saringan legal untuk mempersulit pendirian rumah
ibadat.

“Alih-alih dioptimalisasi sebagai instrumen kerukunan dan
keadilan bagi seluruh umat beragama, peraturan bersama menteri
diinstrumentasi sebagai saringan legal untuk mempersulit pendirian rumah
ibadat kelompok minoritas,” kata Bonar dalam keterangannya yang dikutip
CNNIndonesia.com.

Dia menegaskan pemerintah pusat tampak
canggung untuk mengevaluasi regulasi di bawahnya, salah satunya adalah
level kementerian. (asa/cnn)

Berita Terkait

Baca Juga

Comment