Yuni Auliana Putri, S.Si*: Mewujudkan Ketakwaan Hakiki Di Bulan Ramadhan

Opini456 Views

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Ramadhan adalah bulan yang istimewa. Bulan ini juga sangat ditunggu-tunggu oleh umat Islam. Ramadhan 1441 H kali ini memang terasa berbeda, karena suasana ramadhan tahun ini diliputi kesedihan atas ujian berupa pandemi yang menimpa negeri ini.

Bukan hanya negeri ini, namun hampir di berbagai belahan dunia lainnya juga merasakannya. Meskipun demikian, kita tetap menyiapkan diri untuk menjalani bulan istimewa ini dengan baik. 

Bulan Ramadhan ini menjadi spesial karena beberapa alasan yaitu (1) pada bulan ini disyariatkannya berpuasa satu bulan penuh yakni puasa Ramadhan yang termasuk dalam rukun Islam, (2) pada bulan ini juga bertabur pahala berlipat ganda karena banyak amalan-amalan sunnah yang tidak kita jumpai dibulan yang lainnya, (3) bulan ini pun sebagai bulan pengampunan atas dosa-dosa yang telah dilakukan, bakan pintu-pintu neraka akan ditutup sedangkan pintu-pintu surga akan terbuka dengan sangat lebar serta setan-setan akan dibelenggu.

Bulan ini juga terdapat malam yang lebih baik dari seribu bulan yaitu malam Lailatul Qadar. Allah SWT pun menurunkan Al-Qur’an pada bulan mulia ini. Al-Qur’an yang merupakan pedoman bagi manusia dan petunjuk dalam menjalankan syariat-Nya. Karena itu, sungguh bergembiralah seharusnya kita berjumpa kembali dengan tamu agung yang membawa kemuliaan yaitu bulan Ramadhan.

Puasa di bulan Ramadhan merupakan bagian dari rukun Islam yang wajib kita jalani. Puasa dan ketakwaan merupakan dua hal yang sangat erat kaitannya.

Ketakwaan menjadi hikmah dijalankannya puasa. Sebagaimana dalam firman Allah SWT “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”(T.Q.S Al-Baqarah: 183).

Apakah itu takwa? Menurut Imam ath-Thabari saat menafsirkan ayat (Q.S Al-Baqarah:183) mengutip Al-Hasan yang menyatakan bahwa “orang-orang bertakwa adalah mereka yang takut terhadap perkara apa saja yang telah Allah haramkan atas diri mereka dan melaksanakan perkara apa saja yang telah Allah titahkan atas diri mereka.”(Ath-Thabari, Jami’ al-Bayan li Ta’wil al-Qur’an, I/232-233).

Intinya, takwa adalah menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Perintah dan larangan Allah SWT, telah jelas ada dalam Al-Qur’an maupun hadis Rasulullah saw.

Perintah dan larangan ini tak hanya berkaitan tentang perkara ibadah mahdah seperti sholat, namun juga berkenaan dengan seluruh aktivitas kita di dunia. Bahkan, Allah SWT berfirman “Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri” (Q.S an-nahl : 89) dengan begitu, mulai A-Z, setiap lini kehidupan kita telah ada aturannya dalam Islam.

Ketakwaan juga harus diwujudkan secara kolektif ditengah-tengah masyarakat sebagaimana adanya qarinah jazim (indikasi yang tegas) mengenai wajibnya kita bertakwa pada ayat Allah dalam Q.S al-A’raf: 96 yang artinya “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”.

Namun, ironinya ketakwaan yang kita harapkan dengan menjalankan syariat secara kaffah terhalang sistem yang tidak mendukung kita untuk mewujudkan ketakwaan secara sempurna.

Menjalankan syariat Islam hari ini dipandang hanyalah urusan privat individu, sehingga dalam urusan masyarakat bahkan pemerintahan telah banyak jauh dari Islam. Misalnya saja, hari ini kita masih bisa menegakkan sholat bahkan diawal waktu dan secara berjamaah karena taat pada perintah Allah SWT (“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan” (TQ.S al-Ankabut: 45), namun kita bersikap biasa saat larangan Allah misalnya meminum khamar, justru diperbolehkan dan diperjual belikan hari ini.

Padahal ada ayat Al Qur’an juga yang mengharamkan khamr. Sebagaimana Allah berfirman “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah[434], adalah termasuk perbuatan syaitan.

Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan” (TQ.S al-Maidah:90) dan Rasulullah saw bersabda tentang larangan jual beli khamr “Allah melaknat khamr, orang yang meminumnya, orang yang menuangkannya, penjualnya, pembelinya, orang-orang yang memerasnya, orang-orang yang mengambil hasil perasannya, orang yang mengantarkannya dan orang yang meminta diantarkan” (H.R Ahmad 2:97, Abu Daud no. 3674 dan Ibnu Majah no.3380).

Kita mampu melaksanakan perintah dalam Q.S al-Baqarah: 183 (kewajiban berpuasa), namun kita tak berdaya untuk menjalankan perintah Allah untuk menjalankan hukum Qisash sebagaimana dalam Q.S al-Baqarah:178 (“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita”).

Kita bisa melaksanakan perintah Allah dalam Q.S al-Baqarah:43 (Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’), namun disisi lain riba tengah bertebaran dimana-mana dan lagi-lagi kita tak mampu melarang praktek riba yang merebak di negeri ini, padahal Allah telah melarang kita untuk mengambilnya sebagaimana dalam Q.S al-Baqarah: 275 “padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”.

Dengan demikian, bulan Ramadhan dan kondisi pandemi ini, menhentak kesadaran kita untuk segera mewujudkan ketakwaan yang hakiki dengan menerapkan syariah Islam secara totalitas sebagaimana firman Allah “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara total”(TQS. al-Baqarah:208). Bulan ini juga semestinya menjadi titik balik bagi kita semangat dalam menjalankan syariat Islam, bahkan memperjuangkan agar aturan Allah ini dapat tegak dimuka bumi.[]

 

*Praktisi pendidikan

Comment