Zakat, Ibadah Maaliah Bernilai Ruhiyah Dan Pengelolaannya

Opini532 Views

 

Oleh: Nurul Rachmah, S.E.I, Ibu Rumah Tangga

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Syariah Islam telah menetapkan kewajiban atas setiap muslim untuk menunaikan zakat. Perintah zakat beriringan dengan perintah mendirikan sholat, sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Albaqarah ayat 43:

وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ

Artinya: “Dan tegakkanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk.”

Menurut bahasa zakat artinya berkembang atau pensucian. Adapun menurut syara’ zakat adalah hak yang telah ditentukan besarnya, yang wajib dikeluarkan pada harta-harta tertentu.

Zakat adalah salah satu bentuk ibadah yang termasuk dalam rukun Islam. Meskipun ibadahnya berupa harta, namun pembayaran zakat dapat mewujudkan nilai spiritual sebagaimana ibadah shalat, puasa dan haji. Zakat telah diwajibkan atas harta yang dimiliki seseorang, maka zakat merupakan ibadah maliyah (harta) bukan ibadah jasadiyah (tubuh), namun tetap bernilai ruhiyah .

Harta yang wajib dikeluarkan zakatnya diantaranya ada emas dan perak, tanaman dan buah-buahan, binatang ternak dan harta/barang perdagangan.

Zakat bisa ditunaikan kapan saja asalkan telah memenuhi persyaratannya yaitu telah terpenuhi nishab dan haulnya. Terkecuali zakat fitrah yang ditunaikan hanya pada bulan Ramadhan.

Mekanisme Pengelolaan Zakat

Dalam Islam, harta zakat dianggap sebagai salah satu jenis harta yang diletakkan di Baitul Maal. Dari segi perolehannya, zakat berbeda dengan jenis harta-harta yang lain. Syariah telah menetapkan berapa kadar yang harus dikumpulkan dan pembelanjaannya.

Pertama, mekanisme perolehannya. Zakat tidak akan dikumpulkan selain dari harta orang-orang Islam dan tidak dari orang non-muslim. Zakat tidak sama dengan pajak.

Pengumpulan zakat tidak dilakukan karena ada atau tidaknya kebutuhan negara dan kemashlahatan umat seperti pengumpulan harta-harta lain. Zakat merupakan jenis harta khusus yang wajib diserahkan ke Baitul Maal, baik ada kebutuhan ataupun tidak.

Zakat diwajibkan atas seorang muslim yang telah memiliki satu nishab (sebagai kelebihan dari utang-utang dan kebutuhannya), dan tidak akan gugur dari seorang muslim selama diwajibkan dalam hartanya. Zakat tidak wajib bagi non-muslim, akan tetapi wajib atas anak-anak dan orang gila.

Dari segi jumlah yang harus dibayarkan, syariah telah menetapkan kadar jumlahnya, tidak boleh kurang ataupun lebih. Pada harta berupa emas, perak dan modal perniagaan ditetapkan zakatnya sebesar 1/40 (2,5%) dan diambil dari jumlah harta itu jika sudah mencapai nishab atau lebih. Sebagaimana yang diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib, Rasulullah saw bersabda,

“Apabila engkau memiliki 200 dirham dan telah lewat satu tahun, maka zakatnya sebanyak 5 dirham. Tidak wajib atasmu zakat (emas) kecuali engkau memiliki 20 dinar, jika engkau memiliki 20 dinar dan telah lewat masa satu tahun, maka zakatnya setengah dinar. (HR. Abu Daud) .

Nishab ditentukan sebesar 200 dirham perak dan 20 mitsqal emas. Mitsqal emas sama dengan 1 dinar syar’i yakni beratnya mencapai 20 qirath atau sebanding 4,25 gram. Maka, nishab emas adalah 85 gram emas. Adapun dirham perak sama dengan 2,975 gram, maka nishab perak sama dengan 595 gram perak. Jika jumlah hartanya kurang dari nishab maka tidak wajib diambil zakatnya.

Pada zakat tanaman dan buah-buahan, tidak wajib dikeluarkan zakatnya kecuali dari empat jenis tanaman yaitu hinthah (gandum), sya’ir (jewawut), kurma, dan anggur kering.

Dari Abu Burdah dari Abu Musa dan Mu’adz, bahwasannya Rasulullah saw. mengutus mereka berdua ke Yaman untuk mengajarkan penduduk Yaman ilmu agama, dan beliau memerintahkan mereka berdua agar jangan mengambil zakat kecuali dari empat jenis tanaman, yaitu: gandum, jewawut, kurma dan anggur kering. (HR. Hakim dan Baihaqi)

Pada zakat hewan ternak, hewan yang wajib dizakati ada tiga jenis, yaitu unta, sapi dan kambing.

“Tidak ada zakat pada unta yang jumlahnya kurang dari 5 ekor”. (HR.Bukhari Muslim) .

Dari Mu’adz bin Jabal, ia berkata: Rasulullah telah mengutusku ke Yaman, dan beliau memerintahkanku agar mengambil zakat dari setiap 40 ekor sapi, seekor sapi betina berumur dua tahun lebih, dan setiap 30 ekor sapi, seekor anak sapi berumur setahun lebih yang jantan atau yang betina. (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’i)

Dari Anas, bahwa Abu Bakar telah menulis surat yang berisi kewajiban zakat. “Zakat kambing yang dilepas mencari makan sendiri, jika telah mencapai jumlah 40 hingga 120 ekor, zakatnya seekor kambing. Jika lebih dari 120 hingga 200 ekor, zakatnya dua ekor kambing. Jika lebih dari 200 hingga 300 ekor, zakatnya tiga ekor kambing. Jika lebih dari 300 ekor kambing, maka setiap 100 ekor zakatnya satu ekor kambing. Apabila jumlah kambing yang dilepas mencari makan sendiri kurang dari 40 ekor, maka tidak wajib atasnya zakat kecuali jika pemiliknya mengingingkan hal tersebut. (HR.Bukhari, Abu Daud, Nasai) .

Pada harta yang digunakan untuk perdagangan wajib dikeluarkan atasnya zakat. Harta perdagangan adalah sesuatu selain uang yang digunakan untuk menjalankan perdagangan, baik dengan pembelian maupun penjualan yang bertujuan memperoleh keuntungan. Harta tersebut meliputi makanan, pakaian, kendaraan, barang-barang industri, barang tambang, tanah, bangunan dan lain-lain yang bisa diperjualbelikan.

Dari Ibnu Umar, berkata: ‘Tidak ada sehelai kertas maupun sehelai kain yang dimaksudkan untuk dijual, kecuali wajib dikeluarkan zakatnya’.

Zakat harta perdagangan diwajibkan jika telah mencapai nilai nishab emas atau nishab perak dan telah mencapai haul. Jika harta awalnya jauh dibawah nishab kemudian di akhir haul mencapai nishab zakat maka tidak wajib atasnya zakat , karena nishab yang dicapai belum genap satu tahun.

Apabila seseorang menjual hewan ternak seperti unta, sapi dan kambing maka diberlakukan sebagai zakat harta perdagangan bukan zakat hewan karena perdagangannya dimaksud untuk memiliki bukan mengembangkan.

Kedua, mekanisme pembelanjaannya. Adapun obyek-obyek zakat dan pembelanjaannya semua telah ditentukan dengan batasan yang jelas. Zakat tidak akan diserahkan kepada selain delapan ashnaf yang telah disebutkan Allah SWT di dalam Al-qur’an surat at-Taubah ayat 60.

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

Orang fakir adalah orang yang memiliki harta namun kebutuhan hidup mereka lebih banyak daripada harta yang dimiliki. Orang miskin adalah orang yang tidak memiliki harta dan tidak mempunyai sumber pemasukan.

Amil adalah orang yang bekerja mengumpulkan dan mendistribusikan zakat. Mu’allafah quluubuhum adalah orang-orang yang dipandang oleh negara, jika ia diberikan zakat maka ada manfaat untuk menguatkan diri mereka dalam memeluk Islam. Riqab adalah para budak, mereka diberi harta dari zakat untuk memerdekakan diri.

Gharim adalah orang yang mempunyai utang dan tidak mampu melunasi utang-utangnya. Fi sabilillah yaitu bermakna jihad, maka harta dari zakat digunakan untuk kepentingan jihad. Ibnu sabil adalah musafir yang kehabisan bekal di perjalanan.

Zakat tidak boleh diberikan kepada selain delapan ashnaf, juga tidak boleh dialokasikan untuk urusan perekonomian negara. Jika delapan ashnaf tidak ditemukan, maka zakat tidak boleh dikeluarkan dan akan tetap disimpan di Baitul Maal untuk didistribusikan kepada delapan obyek yang telah disebutkan diatas. Zakat juga tidak boleh diberikan kepada orang kafir, baik ia kafir dzimmi maupun non-dzimmi.

Demikianlah mekanisme pengelolaan zakat dalam Islam yang akan mampu mewujudkan kemashlahatan umat. Mekanisme pengelolaan tersebut hanya akan terlaksana didalam bangunan sistem ekonomi Islam. Wallaahua’lam bish showwab.[]

Comment