Hak Cuti Ayah Meningkatkan Generasi yang Berkualitas?

Opini439 Views

 

 

Penulis: Ns. Ainal Mardhiah, S. kep | Perawat

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang pemberian hak cuti pendampingan bagi ASN pria yang istrinya melahirkan merupakan angin segar yang dirasakan oleh seorang istri. Hal ini memang diperlukan, namun bukan solusi mendasar untuk menciptakan generasi yang berkualitas, karena ini hanya solusi pragmatis tanpa menyentuh akar persoalan.

Seperti ditulis CNBC Indonesia (14/03/2024), Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas mengatakan bahwa pemerintah kini sedang menggodok Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai aturan pelaksana dari UU No. 20/2023 tentang ASN.

Salah satu poin yang akan diatur adalah hak cuti pendampingan bagi ASN pria yang istrinya melahirkan. Pemerintah akan memberikan hak cuti kepada suami yang istrinya melahirkan atau keguguran.

Cuti tersebut akan menjadi hak ASN pria yang diatur dan dijamin oleh negara. Pemberian hak cuti tersebut, diharapkan kualitas proses kelahiran anak bisa berjalan dengan baik. Mengingat itu merupakan fase penting untuk menyiapkan sumber daya manusia (SDM) terbaik penerus bangsa.

Hal ini sesuai arahan Presiden Jokowi, yang menjadi salah satu inisiatif untuk terus berupaya mendorong peningkatan kualitas SDM sejak dini.

Namun, hal ini berbeda dengan apa yang disampaikan oleh Presiden Asosiasi Serikat Pekerja atau Aspek Indonesia Mirah Sumirat, menurutnya rencana pemerintah untuk memberikan hak cuti ayah bagi aparatur sipil negara (ASN) dinilai setengah-setengah dan tidak adil secara menyeluruh. Pemerintah seolah menjadikan ASN sebagai anak emas, tanpa memikirkan nasib pekerja di sektor swasta.

Dalam laman tempo.co (16/3/2024), Bliau menyatakan cuti harus diberikan untuk semua pekerja dan harus rata baik untuk ASN, swasta dan BUMN jadi jangan ada semacam diskriminasi.

Pemberian cuti bagi ayah memang diperlukan, namun harus diingat bahwa hal tersebut bukanlah solusi mendasar yang menyentuh akar persoalan. Karena sejatinya kualitas generasi dipengaruhi banyak faktor bukan hanya ditentukan oleh peran orang tua namun juga disertai dengan supporting system, termasuk peran masyarakat dan negara dengan segala kebijakannnya dalam berbagai bidang.

Di samping itu, sistem kapitalisme berdampak terhadap tingginya biaya hidup yang memaksa banyak orang tua bekerja keras untuk bertahan hidup. Tidak hanya ayah yang harus berjibaku dengan nafkah tetapi juga para ibu harus rela bekerja keras menambal keuangan keluarga. Sehingga tak jarang membuat mereka lebih mengedepankan pekerjaan dan mengabaikan anak-anak.

Islam memiliki paradigma berbeda dalam  upaya menciptakan sumber daya manusia unggul. Islam menerapkan seperangkat hukum yang mampu menyelesaikan masalah mulai dari akar sampai ke cabang-cabangnya. Hukum ini diterapkan oleh penguasa yang tidak hanya bertanggung jawab terhadap rakyat melainkan juga bertanggung jawab langsung kepada Allah Taala.

Islam sebagai din yang sempurna telah memberikan peran yang sangat penting pada sosok ayah dalam keluarga, yakni sebagai pemimpin keluarga. Ia yang paling bertanggung jawab menjaga dan mengurus keluarga. Rasulullah saw. bersabda,

“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya dan ia akan dimintai pertanggung –jawabannya. “ (HR Bukhari).

Allah Swt. juga menjelaskan hal ini di dalam firman-Nya,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ

“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (QS At-Tahrim: 6).

Sebagai pemimpin keluarga, seorang ayah sangat besar perannya untuk memenuhi semua kebutuhan anak-anaknya, kemudian memastikan bahwa anak-anak tersebut mendapat pengasuhan yang benar dari ibunya, tidak ditelantarkan serta menjauhkan mereka dari kebinasaan. Walaupun Islam telah menetapkan
pengasuhan anak adalah kewajiban utama dari ibu namun peran seorang ayah juga tidak boleh abai.

Sosok ayah sangat dibutuhkan dalam pengasuhan dan proses pembentukan kepribadian anak, yakni kasih sayang, perhatian dan keteladanan. Walaupun di tengah segala kesibukannya yang tentu amat sangat banyak, terlebih mayoritas urusannya adalah di luar rumah. Seorang ayah harus bisa menjadi sosok yang dekat dengan anak, penuh kasih sayang, dan sangat memperhatikan anak.

Sebagaimana telah Rasulullah saw contohkan sebagai suri teladan terbaik mengenai sosok ayah. Kesibukan beliau saw. sangat luar biasa, yakni mengurus negara, menegakkan hukum Islam bagi rakyatnya, berdakwah, berperang dan lain-lain. Namun, beliau saw. juga sangat bertanggung jawab dan perhatian kepada keluarganya.

Kontrol masyarakat dengan tabiat amar ma’ruf nahi munkar. Budaya saling menasihati akan mencegah individu berbuat kerusakan. Masyarakat yang terbiasa melakukan amar ma’ruf nahi munkar tidak akan memberi kesempatan perbuatan munkar berkembang. Dengan begitu, fungsi masyarakat sebagai kontrol sosial dapat berjalan dengan baik.

Di samping kedua hal ini, peran besar yang tidak boleh dilupakan, yaitu peran negara. Penerapan Islam secara kaffah oleh negara membuat seorang ayah mampu menjalankan tugas dengan baik sesuai syariat. Begitu juga dengan ibu. Sehingga akan lahir anak-anak yang berkualitas yang merupakan aset bagi peradaban Islam.

Sistem ekonomi Islam mampu mengelola semua kekayaan alam yang dimiliki dan hasilnya akan dikembalikan kepada seluruh rakyat. Negara juga akan membuka banyak lapangan kerja bagi kaum laki-laki dan memastikan seluruh ayah menjalankan tugas sebagai kepala keluarga yang bertanggung jawab terhadap nafkah keluarganya.

Para ibu tidak perlu bekerja sehingga bisa menjalankan peran utamanya dalam hadanah dengan sebaik-baiknya. Mereka tidak akan mendapatkan beban ganda sebagaimana kondisi kaum ibu dalam sistem kapitalisme hari ini.

Negara wajib mendistribusikan seluruh hasil kekayaan milik umat untuk kesejahteraan warga negara, baik untuk mencukupi kebutuhan pokok individu (pangan, papan, dan sandang) maupun kebutuhan dasar kolektif (kesehatan, pendidikan, dan jaminan keamanan. Dengan demikian, beban keluarga menjadi lebih ringan dan pendidikan anak bisa berlangsung sebagaimana mestinya.

Sejarah gemilang peradaban Islam telah terbukti mampu menghasilkan sumber daya manusia unggul, berkarakter mulia dan cerdas sebagai generasi penerus Islam. Pemimpin negara tidak berlepas tangan karena tumbuh kembang generasi menentukan masa depan suatu bangsa. Merekalah aset bagi peradaban Islam.

Siapa pun yang ingin mewujudkan kemuliaan, kesejahteraan dan masa depan yang lebih baik bagi generasi, hendaknya bersungguh-sungguh memenuhi perintah Allah Taala untuk berjuang menegakkan syariat.

Upaya menyelamatkan generasi tidak bisa dilakukan oleh individu atau institusi tertentu, melainkan harus menjadi gerakan bersama seluruh rakyat []

Comment