Islam Tinggi Dan Tidak Ada Sesuatu Yang Menandingi

Opini583 Views

 

Oleh: Susi Mariam Mulyasari, S.Pdi, Ibu Rumah Tangga dan Aktivis Dakwah

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Selamanya Islam adalah Islam,  tidak ada yang mampu menandingi ketinggian dan kemuliaannya, bahkan oleh manusia yang mendapatkan gelar tertinggi akademis semisal Profesor sekali pun. Terlebih mereka dididik oleh pola pengajaran yang tak akan mampu mengahasilkan pola pikir dinamis dan agresif merespon semua hal terutama yang menyangkut hasanah kehidupan manusia.

Memang benar mereka bisa menjawab banyak hal menyakut disiplin ilmu keahliannya, tetapi mereka tak akan mampu menjelaskan tentang hakikat ilmu yang mereka geluti, apakah benar atau salah. Lebih jauh dari itu mereka tak mampu menjelaskan apakah ilmu yang mereka pelajari akan mendapatkan siksa atau pahala apabila diterapkan dalam konteks kehidupan?

Sebab output sistem pendidikan kita tidak memiliki orientasi ke arah ini. Itulah sebabnya, banyak orang muslim yang meraih gelar doktor bahkan profesor lebih memilih mempelajari dan ahli di bidang ekonomi kapitalis ala barat ketimbang sistem ekonomi Islam, misalnya, atau lebih memilih menjadi ahli sistem ketatanegaraan demokrasi ketimbang sistem pemerintahan Islam.

Perangai seorang ilmuan pun masih perlu kita risaukan, misalkan ada seorang ilmuan bergelar profesor membuatan tulisan yang di muat di akun sosmed yang dimilikinya, disinyalir ilmuan ini menjabat sebagai rektor dari salah satu perguruan tinggi di Indonesia mengatakan mahasiswi berjilbab dengan istilah manusia gurun.

Kalau kita serius sedikit bertanya, model ilmuan seperti apa ini? Kok ilmu tinggi yang ia raih tak mampu menjadi manusia dengan derajat paling tinggi yaitu manusia beradab, yang jadi masalah seorang rektor lagi, jabatan tertinggi di sebuah kampus yang mestinya menjadi “pelayanan” bagi segenap mahasiswa/i untuk seluruh agama.

“Ini kan menyedihkan, kalau tidak bisa dikatakan malu memiliki ilmuan model kaya gini.”

Namun, sangatlah wajar dikehidupan kita sekarang yang serba sekuler yang jelas mencampakan aturan Allah Swt., akan bermunculan orang-orang nyinyir seperti ini, karena memang sistem yang diterapkan kita sekarang akan selamanya Islam akan menjadi bulan-bulanan, atau bahan ejekan.

Padahal para ilmuan yang benar-benar memiliki mata dan hati nurani entah beragama apapun itu, dengan objektifnya mengatakan bahwa puncak peradaban manusia tertinggi tatkala Islam dijadikan sebagai sebuah sistem kehidupan secara total. Bahkan penilaian para ilmuan Barat terhadap perkembangan peradaban Eropa merupakan hasil dari sumbangsih peradaban Islam.

Hal ini diungkapkan oleh Montgomery Watt, ketika ia mengatakan “cukup beralasan jika kita menyatakan bahwa peradaban Eropa tidak dibangun oleh proses regenerasi mereka sendiri. Tanpa dukungan peradaban Islam yang menjadi ‘dinamo’-nya, Barat bukanlah apa-apa.”

Jacques C. Reister juga berkomentar, “Selama lima ratus tahun Islam menguasai dunia dengan kekuatan, ilmu pengetahuan dan peradabannya yang tinggi.

Lantas kalau ada akademisi yang bergelar profesor sekalipun yang nyinyir tentang Islam, simbol-simbol Islam, atau syariat Islam itu disebabkan oleh dua hal yaitu, karena kurang “dolan” (jalan-jalan) atau memang masuk ke dalam bingkai dan atau proyek Islamophobia yang sudah lama diterapkan di negeri-negeri kaum muslimin termasuk di Indonesia, sebagai strategi untuk menghambat tegaknya syariah Islam sebagaimana yang disampaikan oleh Rasulullah saw. dalam sebuah hadis diriwayatkan oleh imam Ahmad

تَكُوْنُ النُّبُوَّة فِيْكُمْ مَا شَاء اللهُ أَنْ تَكُوْنَ، ثُم يَرْفَعَهَا الله إِذَا شَاء أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُمَّ تَكُوْنُ خِلاَفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّة فَتَكُوْنُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُوْنَ، ثُمَّ يَرْفَعَهَا الله إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُمَّ تَكُوْنُ مُلْكًا عَاضًا فَيَكُوْنُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَكُوْنَ، ثُمَّ يَرْفَعَهَا إِذَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُم تَكُوْنُ مُلْكًا جَبَرِيَّةً فَتَكُوْنُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُوْنَ، ثُمَّ يَرْفَعَهَا اللهُ إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُمَّ تَكُوْنُ خِلاَفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ

Di tengah-tengah kalian terdapat zaman kenabian. Ia ada dan atas izin Allah akan tetap ada. Lalu Allah akan mengangkat zaman itu jika Dia berkehendak mengangkatnya. Kemudian akan ada Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian. Ia ada dan atas izin Allah akan tetap ada. Lalu Allah akan mengangkat zaman itu jika Dia berkehendak mengangkatnya. Lalu akan ada kekuasaan yang zalim. Ia juga ada dan atas izin Allah akan tetap ada. Kemudian Allah akan mengangkat zaman itu jika Dia berkehendak mengangkatnya. Lalu akan ada kekuasaan diktator yang menyengsarakan. Ia juga ada dan atas izin Alah akan tetap ada. Selanjutnya akan ada kembali Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian.” (HR Ahmad, Abu Dawud ath-Thayalisi dan al-Bazzar).

Bagi segenap kaum muslimin tak perlu “risau” menanggapi ilmuan model seperti itu, toh mereka akan cape sendiri bahwa cuitan atau nyinyiran mereka sudah nggak zaman. Trend zaman sekarang adalah Islam sudah mulai dinilai sebagai alternatif terbaik bagi kehidupan manusia. Perbankan syariah sudah mulai menjamur walaupun masih perlu dikritisi mengenai akad-akad usahanya, walaupun demikian kita lihat semangat itu sudah ada.

Contoh lain misalkan mengenai demografi, di Barat sudah kelabakan tentang pertumbuhan demografi yang minus karena kematian lebih banyak daripada kelahiran. Bukan tanpa sebab, maind set ribet berkeluarga, pernikahan hanya sebatas pemuasan seksual tak lebih dari itu. Di sisi lain prostitusi menjamur menjadi salah satu penyebabnya, ditambah Undang-Undang yang mengatur tentang pernikahan yang diterapkan menjadi penguat untuk tidak menikah dan berkeluarga.

Berbeda dengan Islam, bahwa pernikahan bertujuan untuk melestarikan kehidupan, ditambah Rasulullah saw. sangat senang terhadap umatnya yang banyak anak menjadi poin yang mampu memicu angka pertumbuhan penduduk di negeri-negeri mayoritas kaum muslimin positif.

Akhirnya Barat mulai memikirkan terobosan sebagai pemantik supaya angka pertumbuhan penduduk meningkat yaitu dengan memberikan fasilitas dan pelayanan ekslusif bagi siapapun yang ingin menikah dan banyak anak.

Hanya sebagian syariat Islam diterapkan dampaknya begitu dahsyat apalagi kalau semuanya. Itu tak mungkin terjadi kalau tidak ada khilafah.

Kembalinya khilafah merupakan sebuah keniscayaan zaman yang harus diterima, yang akan menjadi solusi atas problematika umat sekarang yang begitu komplek. Sehingga perjuangan ke arah tegaknya khilafah merupakan aktivitas yang mulia yang harus di wujudkan oleh siapapun yang mengaku beriman kepada Allah Swt. dan Rasulullah saw., termasuk di dalamnya para ilmuan dan kaum intelektual.

Mau dihinakan dalam bentuk apapun Islam dan elemen yang lainnya, tetap tidak akan sedikitpun mengurangi kemuliaannya, sebab Islam adalah puncak paling tinggi sistem peradaban manusia. Al islamu ya’lu wa laa yu’la alaihi. Wallahu a’lam bishshawab.[]

Comment