Liberalisasi Pergaulan dan Sekularisme

Opini95 Views

 

Penulis: Anti Riyanti, S.Pt | Pendidik Generasi

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Pergaulan remaja saat ini kerap menjadi topik perhatian, baik oleh orang tua, pendidik, maupun masyarakat luas. Era digital membawa banyak perubahan dalam cara remaja bersosialisasi, mengakses informasi, dan mengambil keputusan.

Sayangnya, perubahan ini tidak selalu berdampak positif. Salah satu fenomena yang menjadi sorotan adalah meningkatnya permintaan dispensasi nikah, yang sering kali terkait dengan pergaulan bebas.

Pergaulan bebas di kalangan remaja kerap dikaitkan dengan akses yang tidak terbatas pada teknologi dan kurangnya pengawasan orang tua atau lingkungan sekitar. Dengan kemudahan teknologi, remaja dapat dengan cepat mengakses konten yang kurang mendidik atau bahkan merusak, seperti pornografi dan gaya hidup yang tidak sehat.

Hal ini memengaruhi cara pandang mereka terhadap hubungan, moral, dan norma sosial. Pergaulan bebas sering kali mengarah pada hubungan yang tidak sehat, termasuk hubungan seksual pranikah.

Dalam banyak kasus, ini menyebabkan kehamilan di luar nikah yang kemudian memaksa pasangan remaja atau keluarganya untuk mengajukan dispensasi nikah sebagai solusi. Padahal, langkah ini sering kali diambil tanpa mempertimbangkan kesiapan emosional, mental, dan finansial pasangan remaja tersebut.

Fenomena Dispensasi Nikah

Dispensasi nikah adalah izin khusus yang diberikan oleh pengadilan kepada pasangan yang belum mencapai usia minimum pernikahan sesuai undang-undang. Fenomena ini menunjukkan tren yang mengkhawatirkan, terutama di Indonesia.

Berdasarkan data dari pengadilan agama, permintaan dispensasi nikah terus meningkat setiap tahunnya. Hal ini menandakan bahwa banyak remaja yang terlibat dalam pergaulan yang tidak terkontrol sehingga harus menghadapi konsekuensi yang serius.

Dampak pernikahan dini ini sangat kompleks. Selain risiko kesehatan bagi pengantin perempuan yang masih dalam masa pertumbuhan, ada juga tantangan dalam membangun hubungan rumah tangga yang stabil.

Remaja yang menikah dini sering kali belum matang secara emosional, sehingga rentan mengalami konflik rumah tangga, perceraian, atau bahkan kekerasan dalam rumah tangga.

Peran Orang Tua dan Masyarakat

Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan peran aktif baik dari orang tua maupun masyarakat. Orang tua harus lebih terbuka dalam mendiskusikan masalah-masalah sensitif dengan anak-anak mereka, termasuk pendidikan seksual. Selain itu, pengawasan terhadap aktivitas online remaja juga sangat penting untuk memastikan mereka tidak terpapar konten yang merusak.

Di sisi lain, sekolah dan komunitas juga memiliki tanggung jawab memberikan edukasi yang benar mengenai hubungan sosial dan seksual. Kampanye kesadaran tentang risiko pergaulan bebas dan pentingnya menunda pernikahan hingga usia yang matang perlu digalakkan.

Fenomena meningkatnya dispensasi nikah di kalangan remaja adalah cermin dan sekaligus tantangan dalam pergaulan remaja saat ini. Untuk menghadapinya, diperlukan pendekatan menyeluruh, melibatkan keluarga, pendidikan, dan masyarakat.

Dengan upaya bersama, diharapkan generasi muda dapat lebih memahami nilai-nilai moral, memiliki perencanaan hidup yang matang, dan menjauhi perilaku yang merugikan diri sendiri maupun orang lain.

Hal ini bermula dari sistem kehidupan sekuler yang menjauhkan manusia dari aturan agamanya. Sekularisme adalah pandangan yang memisahkan agama dari kehidupan publik dan pemerintahan.

Ide ini lahir dari konteks sejarah Eropa, di mana konflik antara gereja dan negara mendorong lahirnya sekularisme sebagai solusi. Namun, ketika diterapkan secara luas, sekularisme sering kali menjadi pintu masuk bagi berbagai paham liberal yang bertentangan dengan nilai-nilai agama, termasuk dalam ranah pergaulan.

Sekularisme telah menjadi dasar pemikiran dalam banyak sistem pendidikan, media, dan kebijakan publik di berbagai negara, termasuk di dunia Muslim. Dalam konteks pergaulan, penerapan sekularisme menghasilkan beberapa fenomena yang meresahkan.

Pertama, Normalisasi Pergaulan Bebas.  Dengan landasan pemisahan agama dari kehidupan, aturan agama tentang pergaulan sering dianggap tidak relevan. Akibatnya, norma seperti larangan berduaan (ikhtilath) atau berpakaian sopan sering diabaikan. Media pun turut memperkuat tren ini dengan mempromosikan gaya hidup bebas.

Kedua: Peningkatan Kasus

Penyimpangan moral pergaulan bebas yang dianggap biasa berdampak pada meningkatnya angka kehamilan di luar nikah, aborsi, dan penyakit menular seksual. Sebagai contoh, laporan WHO menunjukkan bahwa kasus HIV/AIDS di kalangan remaja meningkat secara signifikan di berbagai negara.

Ketiga, Krisis Identitas di Kalangan Remaja Muslim

Remaja Muslim sering terjebak antara nilai-nilai agama dan budaya sekuler. Akibatnya, mereka mengalami kebingungan identitas dan cenderung mengikuti arus globalisasi yang sering bertentangan dengan ajaran Islam.

Liberalisasi pergaulan yang muncul dari sekularisme memiliki akar pada beberapa aspek.

Pertama, Pemisahan Agama dari Kehidupan

Sekularisme menganggap agama sebagai urusan privat yang tidak relevan dalam ranah publik. Ini menyebabkan ajaran agama kehilangan pengaruh dalam membentuk perilaku individu dan masyarakat.

Kedua, Dominasi Media dan Budaya Populer

Media sekuler menjadi alat penyebaran nilai-nilai liberal. Film, musik, dan iklan sering kali menggambarkan gaya hidup bebas sebagai sesuatu yang normal dan modern.

Ketiga, Kurangnya Pemahaman Agama Banyak Muslim yang kurang memahami ajaran agamanya secara mendalam. Ketidaktahuan ini membuat mereka rentan terhadap pengaruh nilai-nilai sekuler.

Solusi Islami

Islam sebagai sistem kehidupan memiliki solusi komprehensif untuk mengatasi permasalahan ini yaitu Pertama Peningkatan Pemahaman Agama.

Pendidikan agama harus diperkuat di sekolah, keluarga, dan masyarakat. Pemahaman yang benar akan ajaran Islam tentang pergaulan akan menjadi benteng bagi generasi muda.

Kedua Penguatan Peran Keluarga

Keluarga sebagai institusi pertama dalam pendidikan harus menanamkan nilai-nilai Islam sejak dini. Orang tua perlu menjadi teladan dalam menerapkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari.

Ketiga, Kontrol Media

Pemerintah dan masyarakat perlu mendorong produksi konten media yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Selain itu, perlu ada regulasi yang tegas terhadap konten yang merusak moral.

Keempat, Penerapan Syariat Islam Secara Kaffah

Sekularisme dapat diatasi dengan sistem Islam. Penerapan syariat Islam dalam semua aspek kehidupan akan memastikan bahwa nilai-nilai agama menjadi pedoman utama dalam masyarakat.

Penutup
Sekularisme telah terbukti menjadi akar masalah dalam liberalisasi pergaulan. Untuk mengatasinya, umat Islam perlu kembali kepada ajaran Islam secara kaffah, dengan memperkuat pendidikan agama, mengontrol media, dan menerapkan syariat Islam.

Dengan demikian, generasi muda dapat terlindungi dari pengaruh nilai-nilai yang merusak dan tumbuh sebagai individu yang berpegang teguh pada prinsip-prinsip Islam.

Hanya dengan kembali kepada Islam, permasalahan ini dapat diselesaikan secara menyeluruh.[]

Comment