Penulis: Ima Husnul Hotimah | Mompreuneur&BisnisOwner-Serang Banten
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Kasus TBC di Indonesia masih menjadi ancaman serius di Indonesia. Indonesia menempati peringkat kedua sebagai negara dengan kasus tuberkulosis atau (TB) terbanyak. Masalah tuberkulosisini harus segera diselesaikan.
Menurut Dokter spesialis paru Erlina Burhan dalam pengukuhannya sebagai Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Sabtu, 17 Februari 2024, Kematian 140.700 orang, yang kalau kita bagi 16 orang per jam meninggal akibat tuberkulosis.
Upaya yang harus dilakukan meliputi, antara lain, mengoptimalkan seluruh instrumen diagnosis yang tersedia, memperkuat pengobatan, mencegah penularan, serta memanfaatkan seluruh kemajuan teknologi dan inovasi terkait tuberkulosis.
Dia menambahkan, Indonesia tengah dikejar-kejar target eliminasi TB tahun 2030 dengan mengakhiri epidemi TB. Sehingga, visi untuk mencapai kurang dari satu kasus per satu juta penduduk dapat dicapai di tahun 2050. Di mana program ini adalah pekerjaan rumah bagi semua pihak, dan dibutuhkan kolaborasi serta kerja sama dengan semua pihak.
Karena ini bukan hanya masalah orang-orang di sektor kesehatan tapi TB lebih banyak memicu masalah non kesehatan. Jadi, harusnya itu semua disatukan – dibuat sedemikian rupa sehingga harmonis dan terarah.
Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat 7,94% rumah tangga di Indonesia yang menempati rumah kumuh pada 2023. Ini artinya 8 dari 100 rumah tangga di Tanah Air yang tinggal di rumah kumuh sepanjang tahun lalu. BPS mengkategorikan sebagai rumah kumuh jika sebuah hunian tidak memenuhi komponen ketahanan bangunan, kecukupan luas tempat tinggal, serta kepemilikan akses terhadap layanan sumber air minum dan sanitasi yang layak.
Masih ada 10 provinsi dengan persentase rumah tangga yang menempati rumah kumuh tertinggi di Indonesia pada 2023, diantaranya adalah Banten. Yang menempati posisi pertama adalah Provinsi Papua: 37,98%, kedua NTT: 21,90%, ketiga DKI Jakarta: 19,27%, keempat Kepulauan Bangka Belitung: 15,33%, kelima Jawa Barat: 11,66%, keenam Banten: 9,02%, ketujuh Kepulauan Riau: 8,44%, kedelapan Sulawesi Tengah: 8,44%, kesembilan Sulawesi Barat: 8,20% dan provinsi kesepuluh yang menempati posisi kumuh adalah Maluku: 8,02%.
Upaya Indonesia dalam mengeliminasi TB.
Dunia termasuk Indonesia telah menargetkan adanya eliminasi TBC pada 2030. Pada tahun tersebut ditargetkan terjadi penurunan angka kematian tuberkulosis mencapai 90 persen. Setiap pasien TBC dan keluarganya juga harus bebas dari beban biaya akibat tuberkulosis.
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin berbagi pengalaman, bahwa Indonesia berupaya mengeliminasi Tuberkulosis (TB) ketika menghadiri Stop TB Partnership (STP) Board Meeting ke-37 di Kota Brasilia, Brazil.
Seperti yang dikutip InfoPublik Senin (12/2/2024), Menkes Budi mengatakan Indonesia sebelumnya hanya bisa mendeteksi kasus TB sebanyak 400-500 ribu, bahkan turun menjadi sekitar 300 ribu selama pandemi Covid-19.
Indonesia berkomitmen menyediakan pengobatan TB yang lebih singkat, memperkuat kolaborasi dengan komunitas, serta melakukan inovasi pembiayaan untuk layanan TB dan berkolaborasi dengan masyarakat – kader kesehatan untuk menyaring 2,2 juta populasi berisiko tinggi TB.
Melibatkan masyarakat untuk membentuk TB Army, sebuah komunitas terlatih bagi para penyintas TB yang membantu mendeteksi dan mengawasi pasien TB MDR (multidrug-resistant tuberculosis) yang mana, TB MDR adalah jenis tuberkulosis yang kebal terhadap dua obat antituberkulosis paling kuat. Artinya, obat-obatan tersebut sudah tidak mampu membunuh bakteri TB dalam tubuh penderita.
Indonesia juga mendorong inovasi dalam diagnosis tuberkulosis dengan memproduksi lima alat deteksi TB berbasis PCR, yang dapat dimanfaatkan oleh 1.000 laboratorium PCR yang sudah ada di Indonesia. Sebelumnya, pengobatan jangka pendek untuk pasien TB RO berdurasi 9–11 bulan dan menggunakan suntikan.
Selain itu, Indonesia mendukung penelitian operasional mengenai potensi regimen pengobatan yang lebih singkat untuk Tuberkulosis Sensitif Obat (TBC SO). Jika TB RO memerlukan pendekatan pengobatan yang lebih kompleks karena bakteri penyebab TB, Mycobacterium TB, resisten terhadap obat-obatan tertentu, TB SO dapat diobati dengan regimen standar.
Namun, durasi pengobatan TB SO saat ini masih sekitar 6-9 bulan. Dan upaya untuk mengeliminasi TBC ini tidak hanya di tingkat nasional, namun komitmen Indonesia juga ditunjukkan dalam level global, yakni Indonesia memprakarsai Aliansi Negara-negara untuk Memerangi Tuberkulosis bersama Nigeria, Filipina, dan Polandia.
Biang Masalah
Biang masalah dari meningkatnya penyakit menular seperti TBC ini adalah penerapan sistem kapitalisme. Sistem ini meniscayakan berbagai kebutuhan pokok masyarakat dikapitalisasi dan dikomersialisasi dalam setiap kebijakan negara.
Masyarakat harus berusaha keras jika ingin memenuhi kebutuhan mereka. Kemiskinan yang mendera tidak serta-merta karena kemauan mereka, melainkan kemiskinan tersistem akibat penerapan sistem kapitalisme.
Masyarakat miskin lebih kesulitan menerapkan pola dan gaya hidup sehat ketimbang masyarakat menengah ke atas. Perbedaan kondisi ekonomi inilah yang membuat kelompok sosial ekonomi rendah lebih rentan dan riskan terhadap penyakit menular seperti TBC.
Meski pemerintah sudah melakukan berbagai upaya mencegah dan meminimalkan penularan TBC, jika persoalan kemiskinan belum terurai secara tuntas, kasus TBC bisa jadi terus meningkat. Sekalipun negara menggandeng ormas, LSM, bahkan WHO untuk mencegah dan mengatasi TBC, jika pengaturan urusan rakyat masih menerapkan kapitalisme, hidup sehat dan sejahtera hanya angan-angan belaka.
Lingkungan dan sanitasi bersih, gizi baik, terpenuhinya kebutuhan dasar, kesadaran literasi, pengetahuan, serta edukasi di masyarakat, tidak akan tercapai selama rakyat masih susah dan sulit mengaksesnya, apalagi rakyat miskin.
Oleh karenanya, biang masalah kemiskinan inilah yang mesti diselesaikan secara tuntas, barulah masalah penyakit menular semacam TBC dapat dicegah.
Solusi Islam
Bagi setiap masalah, Islam punya solusinya. Dalam menangani masalah TBC, Islam akan berfokus pada penyelesaian masalah pokoknya terlebih dahulu, yaitu penerapan sistem kapitalisme yang memiskinkan masyarakat secara terstruktur dan sistematis dalam paket kebijakan pemerintah pro kapitalis.
Dalam hal ini, peran negara sangat penting selaku pe-riayah urusan rakyat. Pertama, negara memenuhi kebutuhan dasar rakyat, yakni sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan secara layak. Negara membuka lapangan kerja seluas-luasnya agar kepala keluarga dapat menafkahi dan memenuhi kebutuhan keluarganya.
Bagi pengangguran, negara akan memberi bantuan untuk membuka usaha atau pembekalan keterampilan untuk bekerja. Negara juga akan memberi layanan pendidikan dan kesehatan secara gratis bagi seluruh warga negara.
Dengan berbagai kemudahan tersebut, tidak sulit bagi warga menciptakan sanitasi dan lingkungan bersih serta gizi yang cukup untuk keluarganya. Kedua, negara mengelola SDA dan memberikan hasil pengelolaan itu bagi masyarakat. Hasil pengelolaan SDA juga dapat digunakan untuk membangun sarana dan layanan kesehatan yang dapat diakses masyarakat dengan murah dan mudah.
Jika ditemukan kasus penyakit menular, negara akan memberikan pengobatan hingga sembuh bagi pasien. Negara juga akan melakukan deteksi dini agar penyakit tersebut tidak menyebar ke daerah lainnya.
Dengan penerapan sistem politik dan ekonomi Islam secara kaffah, negara dapat memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan pola hidup sehat beserta nutrisi yang cukup.
Hanya Islamlah satu-satunya yang bisa menjamin kesehatan masyarakat. Karena Islam tidak hanya mengurusi masalah ibadah saja, tapi memiliki solusi di berbagai bidang. Termasuk kesehatan.
Terwujudnya masayarakat sehat adalah tanggung jawab negara, termasuk eliminasi TBC. Negara Islam akan mengupayakan secara serius pencegahan dan eliminasi TBC secara komprehensif dan efektif.
Islam mewajibkan negara untuk menjamin kesejahteraan rakyat termasuk penyediaan rumah sehat bagi rakyat.
Negara wajib mengupayakan berbagai hal untuk mencegah dan memberantas penyakit TBC, termasuk mendukung riset untuk menemukan pencegahan dan pengobatan yang efektif. Juga mengedukasi masyarakat tentang bahaya penyakit dan Upaya mencegahnya.[]
Comment