RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA–– Ruang Garasi, sebuah ruang seni yang terletak di Jalan Gandaria IV, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, menjadi saksi pembukaan pameran seni grafis bertajuk “Welas Asih”, Sabtu (22/2/25).
Pameran ini digagas oleh Kelompok 7, yang terdiri dari seniman-seniman berbakat seperti Ardian, Gemar Aridewo, Mayek Prayitno, Puji Bagio, Ruth Adelyne, Sari Koeswoyo, dan Taufik Rachman. Acara pembukaan dihadiri oleh Vicky Sianipar, seniman dan musisi ternama, yang turut memberikan sambutan hangat.
Tidak hanya menjadi ajang ekspresi seni grafis, pameran ini juga menjadi medium untuk menyebarkan pesan tentang pentingnya welas asih (belas kasih) dan empati dalam kehidupan manusia. Tema “Welas Asih” dipilih sebagai respons terhadap kondisi dunia yang semakin dipenuhi ketidakpastian, konflik, dan kekerasan.
Melalui karya seni grafis, para seniman berupaya mengajak penikmat seni untuk merenungkan kembali arti cinta yang lebih luas, bukan hanya sekadar romantisme, tetapi juga kepedulian terhadap sesama.
Kana Budi Prakoso, pendiri Ruang Garasi, dalam sambutannya menyampaikan harapannya agar seni grafis semakin dikenal dan diapresiasi oleh masyarakat.
“Seni grafis itu sebenarnya sangat dekat dengan kehidupan kita. Tekniknya yang beragam, seperti cetak tinggi, cetak dalam, atau bahkan teknik kontemporer seperti typography, membuatnya mudah diaplikasikan dan dieksplorasi,” ujarnya.
Kana juga menekankan bahwa seni grafis tidak hanya terbatas pada karya cetak tradisional, tetapi juga mencakup eksperimen modern seperti penggunaan cahaya matahari dan bahan kimia untuk menciptakan karya yang unik.
Pameran ini juga menjadi momentum untuk mencanangkan bulan Februari sebagai Bulan Seni Grafis di Ruang Garasi. Harapannya, inisiatif ini dapat mendorong seniman-seniman di seluruh Indonesia untuk bersama-sama mengembangkan dan mempopulerkan seni grafis sebagai medium yang “membumi” dan mudah diakses oleh berbagai kalangan.
Mayek Prayitno, salah satu seniman dan penulis konsep pameran, menjelaskan bahwa tema “Welas Asih” terinspirasi dari kisah-kisah cinta klasik yang berakhir tragis, seperti kisah Oedipus Rex dari Yunani kuno dan kisah Hayam Wuruk dengan Dyah Pitaloka dari Jawa.
“Cinta sering kali diwarnai ambisi dan ego, yang justru mengakibatkan konflik dan kekerasan. Welas asih, atau empati, adalah elemen penting yang sering terlupakan dalam hubungan manusia,” paparnya.
Melalui karya-karya yang dipamerkan, para seniman berupaya menggugah kesadaran penikmat seni tentang pentingnya menumbuhkan rasa welas asih dalam kehidupan sehari-hari. Karya-karya tersebut tidak hanya menampilkan keindahan visual, tetapi juga menyampaikan pesan-pesan humanistik yang relevan dengan kondisi sosial saat ini.
Vicky Sianipar yang hadir sebagai pembuka acara, menyatakan dukungannya terhadap pameran ini.
“Ini adalah event yang memperjuangkan seni grafis, sebuah cabang seni rupa yang sering terlupakan. Saya sangat mendukung inisiatif seperti ini karena seni seharusnya tidak hanya menjadi ekspresi diri, tetapi juga menjadi berkat bagi orang lain,” ujarnya.
Vicky juga berharap agar pameran semacam ini dapat lebih sering diadakan untuk memperkenalkan seni grafis kepada generasi muda.
Diaz, seorang pengunjung dari Jakarta, mengapresiasi pameran ini sebagai upaya untuk menghidupkan kembali seni grafis.
“Seni grafis adalah salah satu cabang seni rupa tertua, tetapi sering kali kalah pamor dengan medium seni lainnya. Pameran ini mengingatkan kita bahwa seni grafis masih relevan dan bisa menjadi medium yang powerful untuk menyampaikan pesan-pesan sosial,” ujarnya.
Pameran “Welas Asih” tidak hanya menjadi ajang pamer karya seni, tetapi juga menjadi ruang refleksi bagi para pengunjung. Melalui seni grafis, para seniman berharap dapat menginspirasi masyarakat untuk lebih peduli dan berempati terhadap sesama, terutama di tengah situasi dunia yang penuh gejolak. Ke depannya, Ruang Garasi berkomitmen untuk terus mendukung perkembangan seni grafis di Indonesia.
“Kami berharap pemerintah dan pihak-pihak terkait dapat lebih memperhatikan nasib seniman, terutama dalam hal kebijakan yang lebih manusiawi dan mendukung kreativitas,” tutup Kana.
Bagi para pecinta seni dan masyarakat umum, ini adalah kesempatan untuk menikmati karya-karya berkualitas sekaligus merenungkan makna cinta dan empati dalam kehidupan sehari-hari.[]
Comment