Pembangunan Ala Kapitalis dan Penyebab Banjir

Opini160 Views

 

 

Penulis: Dinar Rizki Alfianisa | Warabatul Bait

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Memasuki musim penghujan diberbagai wilayah di Indonesia menjadi angin segar bagi daerah-daerah yang telah lama mengalami kekeringan. Namun tak sedikit datangnya hujan menjadi momok bagi banyak daerah yang mengalami bencana banjir.

Di Riau misalnya, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau mencatat setidaknya ada 6.000 orang dari sejumlah daerah di provinsi tersebut mengungsi akibat rumah, lahan dan tempat usaha mereka terdampak banjir dan itu terus bertambah hingga hari ini.

Banjir seperti ditulis cnnindonesia.com (13-1-2024), menggenangi ribuan rumah dan fasilitas umum, seperti jalan, masjid dan sekolah. Akibatnya sebanyak 29 SMA sederajat di Riau meliburkan siswa mereka, karena ruang kelas terendam, begitu juga untuk sekolah dasar.

Tak berbeda dengan Riau, Bandung dan Jakarta pun mengalami hal yang sama. Puluhan kepala keluarga harus mengungsi karena banjir setinggi 70 sentimeter telah menggenangi pemukiman mereka di daerah Dayeuhkolot. Sedangkan Jakarta sendiri sebagaimana dilaporkan beritasatu.com (14-1-2024), ruas-ruas jalan utamanya telah banyak yang terendam air setinggi hampir 30 sentimeter.

Bila dicermati, bencana banjir yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia,  berawal dari perilaku dan sistem kehidupan yang diadopsi oleh negara ini. Sistem kapitalisme memberikan ruang bagi swasta untuk bebas mengeksploitasi sumber daya alam yang hanya peduli pada keuntungan materi semata tanpa mempedulikan kelestarian alam.

Pembangunan industri yang serampangan menyebabkan penyerapan air terhambat sehingga banjir mudah datang saat hujan turun.

Belum lagi kebijakan-kebijakan negara atas nama pembangunan menjadikan para kapitalis dengan bebasnya mengeksploitasi sumber daya alam tanpa kendali. Negara yang seharusnya menjadi pengurus umat malah menjadi fasilitator atas kepentingan para kapitalis tersebut.

Tidak hanya itu, saat bencana terjadi strategi negara dalam mengatasi masalah banjir ini belum menyentuh akar permasalahan tapi hanya pada upaya penanggulangan mitigasi semata.

Akan berbeda dengan Islam.

Dalam memandang bencana, adakalanya bencana dipandang sebagai ujian keimanan yang harus diterima dengan sabar dan ikhlas. Namun tidak sedikit bencana yang hadir adalah akibat perbuatan manusia dan kemaksiatan yang dilakukan. Sebagaimana firman Allah:

ظَهَرَ ٱلۡفَسَادُ فِی ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِ بِمَا كَسَبَتۡ أَیۡدِی ٱلنَّاسِ لِیُذِیقَهُم بَعۡضَ ٱلَّذِی عَمِلُوا۟ لَعَلَّهُمۡ یَرۡجِعُونَ
[سُورَةُ الرُّومِ: ٤١]

Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (Q.S. Ar-Ruum:41).

Ketika ujian itu datang maka sebagai orang beriman yang harus dilakukan adalah muhasabah dan bertaubat. Menyadari bahwa manusia sendiri yang menyebabkan bencana itu datang karena tidak menjaga alam ini dengan baik.

Selanjutnya tidak hanya berdiam diri dan pasrah namun harus memperbaiki diri baik dari tataran individu, masyarakat dan juga negara. Dalam tataran masyarakat dan negara haruslah membuang jauh sistem kehidupan yang merusak yaitu sistem kapitalisme yang menjadi sumber setiap masalah yang ada.

Dalam Islam negara adalah pengatur urusan umat dengan syariat Islam. Setiap kebijakan yang dikeluarkan negara haruslah mengutamakan kemaslahatan dan keselamatan rakyat.

Begitu juga dalam aspek pembangunan dan industri. Tidak hanya menilai dari sisi materi namun harus berlandaskan syariat Islam. Dengan begitu segala permasalahan yang ada bisa diselesaikan dengan baik sampai keakarnya. Wallahu ‘alam.[]

Comment