Pemberitaan Masif Kekerasan Seksual dan ACT, Framing Buruk Terhadap Simbol Islam?

Opini1032 Views

 

Oleh: Nanik Farida Priatmaja, S Pd, Pegiat Literasi

_________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Miris! Siapa yang tak geram terhadap kasus pelecehan seksual di salah satu  pesantren di Jawa Timur? Pemberitaan kasus tersebut begitu masif memadati media sosial. Selain itu pemberitaan tentang organisasi filantropis terbesar yang diduga tengah terjadi penyelewengan dana.

Kedua pemberitaan tersebut seolah mencoreng umat Islam. Pasalnya terjadi pada lembaga yang dirintis dan dikelola umat. Ada apa dibalik masifnya pemberitaan tersebut?

Dilansir dari laman detikNews.com, (10/7/2022), Kasus pelecehan yang dilakukan oleh Moch Subchi Azal Tsani atau Mas Bechi terhadap sejumlah santriwati di pesantren Shiddiqiyyah, Jombang, bikin geger Tanah Air. Komnas HAM menyebut aparat penegak hukum perlu menerapkan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

“Komnas HAM meminta aparat penegak hukum, khususnya kepolisian sudah seharusnya menerapkan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) untuk menindak para terduga pelaku tersebut sesegera mungkin,” ujar Wakil Ketua Komnas HAM Amiruddin dalam keterangannya seperti dikutip detik.com, Sabtu (9/7/2022).

Tak dimungkiri kasus pelecehan ataupun kekerasan seksual memang bisa saja terjadi di lembaga manapun baik yang berkaitan dengan agama ataupun tidak. Hal ini pastinya akan menjadi berita viral yang menghebohkan masyarakat. Apalagi jika kasus tersebut berlangsung alot, prosesnya berlarut-larut sehingga memperlihatkan terjadinya ketidakadilan terhadap korban.

Dilansir dari laman Kompas.com, (8/7/2022), Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menyelidiki dugaan penyelewengan dana donasi yang dilakukan lembaga filantropis Aksi Cepat Tanggap (ACT) setelah media mengungkapkan dugaan penyelewengan tersebut.

Pemberitaan dugaan penyelewengan dana umat memang telah “sukses” membuat masyarakat tercengang. Bagaimana tidak? Selama ini umat sangat percaya terhadap lembaga tersebut terutama pada saat menyalurkan bantuan sosial ketika terjadi bencana ataupun penggalangan dana untuk kepentingan umat. Terjadinya pemberitaan kasus ini jelas berdampak terhadap kepercayaan umat terhadap lembaga sosial keagamaan lainnya yang bergerak di bidang yang sama.

Pemberitaan kedua kasus (pelecehan seksual dan penyelewengan dana umat) begitu masif. Apakah karena oknum pelaku berkaitan dengan simbol keislaman?

Dalam Civil Democratic Islam: Partners, Resources, And Strategy,  Cheryl Bernard menjelaskan. Pertama, “encouraging journalists to investigate issues of corruption, hypocrisy, and immorality” Media didorong untuk mempublikasikan secara massif tentang kesalahan dan kelemahan para “tokoh atau orang yang mengelola pesantren dan lembaga” seperti korupsinya, kemunafikannya dan tindakan-tindakan tidak bermoral, pelecehan seksual, pemerkosaan dan penyalahgunaan dana. Hal ini bertujuan untuk memutus rasa kepercayaan umat terhadap simbol pendidikan Islam seperti pesantren dan lembaga kemanusiaan Islam.

Kedua, “exposing their relationships with illegal groups and activities.” memunculkan ke hadapan publik untuk mengaitkan “tokoh atau pengelola lembaga” dengan kelompok yang dicap teroris, radikal, extremis. Dengan tujuan agar masyarakat menjauhi lembaga tersebut dan menjadi waspada untuk menyumbangkan dananya.

Framing media terhadap suatu kasus memang akan mempengaruhi masyarakat dan menggiring opini sesuai kepentingan media.

Inilah yang seharusnya diwaspadai kaum muslim agar tak mudah menelan informasi yang berasal dari media untuk mereduksi atau melenyapkan pemikiran Islam. Umat harus cerdas membaca dan menelaah informasi dari media terutama yang berkaitan dengan pemberitaan simbol-simbol Islam.

Munculnya beragam framing buruk media terhadap simbol-simbol Islam tak lepas dari proyek Islamophobia dampak sekulerisme yang dianut Barat dan disebarluaskan di negeri-negeri muslim. Keberadaan media dalam sistem kapitalisme sekuler sebagai penyokong dan pengokoh sistem tersebut. Tak heran, kaum sekuler menjadikan media sebagai sarana perang pemikiran terutama terhadap pemikiran Islam dengan memberikan citra buruk terhadap ajaran Islam ataupun simbol-simbol Islam.

Salah satu cara melakukan perlawanan terhadap perang pemikiran yang dilakukan Barat dalam sistem kapitalisme yakni dengan memperkuat pemikiran Islam. Pemikiran Islam akan menancap kuat dalam setiap individu umat melalui thalabul Ilmi, bergabung dengan jamaah dakwah dan berjuang bersama menyebarkan opini Islam di tengah masifnya perang pemikiran yang terjadi di berbagai bidang dan beragam sarana.[]

Comment