Rina Tresna Sari, S.Pd.I*: Solusi Basa-Basi Dibalik Pelaksanaan PSBB Parsial

Opini471 Views

RADARINDONESIANEWS.XOM, JAKARTA – Penerapan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB di beberapa daerah, belum sepenuhnya berjalan efektif. Warga masih banyak mengabaikan ketentuan PSBB. Baik itu social-physical distancing, tetap berada di rumah, menjaga jarak, menggunakan masker, atau menerapkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS), dan lain sebagainya.

Seperti yang terjadi di wilayah kabupaten Bandung, Pada hari pertama diberlakukannya PSBB parsial, lalu lintas masih ramai dan pertokoan pun masih buka.

Sebagaimana dilansir Pikiranrakyat.com, pelaksanaan hari pertama penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Kabupaten Bandung, masih banyak warga yang melakukan aktivitasnya di luar rumah dan berlalu-lalang di jalan. Seperti halnya di wilayah Banjaran di Jalan Raya Banjaran di sekitar Alun-alun Banjaran hingga Terminal dan Pasar Banjaran, pada Rabu 22 April 2020 hingga pukul 12.00 kondisi lalu lintas masih terpantau ramai. Pertokoan pun tetap buka seperti biasanya.

Meski warga mengetahui ada penetapan PSBB, namun sebagian besar warga mengaku tetap menjalankan aktivitasnya di luar rumah dengan alasan mencari nafkah. Ada juga warga yang sibuk berbelanja membeli berbagai keperluan, terutama makanan (22/04/2020).

Terus bertambahnya jumlah penderita virus Corona dari hari ke hari, masyarakat Indonesia mendorong pemerintah untuk memberlakukan kebijakan PSBB. Pemerintah tidak mengambil kebijakan lockdown karena anggapan bahwa beberapa negara yang memberlakukan lockdown juga tidak berhasil memutus rantai persebaran covid-19 seperti halnya yang terjadi di Italia.

Bahkan di India, kebijakan lockdown justru memunculkan persoalan baru yakni krisis kemanusiaan yang dilansir dari Katadata.co.id (30/03/2020).

Pemberlakuan PSBB oleh pemerintah dibeberapa daerah, memang dinilai belum berhasil, masih banyak pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat, dengan berbagai alasan. Salah satu yang paling menonjol adalah alasan ekonomi. Mereka terpaksa harus pontang-panting mencari nafkah, untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, sekalipun ditengah pemberlakuan PSBB.

Memang gelombang PHK yang mendera, telah mengakibatkan Misbar bertambah, sementara jaring pengaman social yang ditawarkan pemerintah sebagai salah satu solusi mengatasi meningkatnya jumlah Misbar sangat terbatas. Sehingga PSBB yang ditetapkan oleh pemerintah, sebagai solusi untuk memutus rantai penularan virus Covid-19, dinilai tidaklah efektif untuk dilaksanakan. Apalagi PSBB yang dijalankan juga bersifat parsial, seperti di Kabupaten Bandung contohnya hanya, PSBB hanya diberlakukan di beberapa titik saja.

Dilansir AYOBANDUNG.COM — Satuan Gugus Tugas Penanggulangan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Kabupaten Bandung, rencananya akan memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Parsial, antara lain di 7 kecamatan. Ketujuh kecamatan tersebut di antaranya Kecamatan Margaasih, Margahayu, Dayeuhkolot, Bojongsoang, Cileunyi, Cilengkrang dan Cimenyan. Bupati Bandung Dadang M. Naser mengungkapkan, secara teknis, PSBB Parsial tidak akan mencakup seluruh wilayah kecamatan dimaksud, namun dipersempit lagi ke wilayah desa yang berbatasan langsung dengan Kota Bandung (15/04/2020).

Banyaknya pelanggaran saat pelaksanaan PSBB ini, menunjukan ketidak efektifan pelaksanaan PSBB, karena yang terdampak ekonomi bukanlah hanya yang wilayahnya diberlakukan PSBB saja. Sehingga wajar bila pelanggaran demi pelanggaran terus terjadi.

Ketidak patuhan masyarakat terhadap kebijakan PSBB parsial ini, karena pemerintah dinilai belum bisa memberi solusi untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat terdampak,sehingga terpaksa mereka harus mencari solusi sendiri, dengan tetap mencari nafkah ditengah larangan keluar rumah.

Memang sistem ekonomi kapitalis yang telah membuat para pemangku jabatan abai dengan tanggung jawabnya. Dengan pertimbangan untung dan rugi, perekonomian jalan atau tidak, mereka rela mengorbankan nyawa jutaan rakyat.

Inilah sebabnya mengapa pemerintah tidak mau menetapkan lockdown, malah mengambil kebijakan pembatasan berskala besar. Agar pada program PSBB tak ada kewajiban pemerintah dalam memenuhi kebutuhan pokok rakyat.

Inilah kapitalisme, seakan keuntungan lebih penting dari keselamatan. Aturan ala kapitalisme telah terbukti gagal melindungi rakyatnya. Kapitalis hanya menganggap negara sebagai regulator yang mengatur kepentingan rakyat. Jika sudah berbicara untung-rugi dan kondisi terpepet, pemenuhan materi selalu dikedepankan. Bukan pemenuhan kebutuhan rakyat yang didahulukan.

Mengapa demikian? Karena uang bagi kapitalis lebih berharga dari yang lainnya. Biarlah rakyat ada yang dikorbankan, toh mereka juga [dianggap] berkorban demi kelangsungan hidup negara.

Hal ini sangat jauh dengan Islam. Islam menjadikan negara sebagai junnah (perisai) yang melindungi rakyatnya dan berupaya meminimalisasi korban yang berjatuhan akibat wabah seperti saat ini. Ketika telah diketahui ada wabah yang menyerang, negara akan langsung menyatakan daerah itu diisolasi, sehingga wabah tersebut tidak akan keluar daerah.

Hal ini pernah dilakukan di zaman Rasulullah Saw juga sahabat Umar bin Khaththab. Islam sangat melindungi rakyatnya. Jangankan jutaan nyawa melayang, nyawa seorang muslim saja sudah begitu berharga.

Artinya, seorang pemimpin muslim akan mengerahkan segala cara untuk meminimalisasi bahkan menyelesaikan wabah itu. Bukan hanya diam menunggu qadha’ tiba.

Tentunya, kebijakan yang dilakukan seperti Rasulullah dan Umar itu tak bisa berjalan sendiri. Butuh perencanaan, dukungan, bahkan pembiayaan yang besar. Maka, negara dalam sistem Islam memiliki baitul mal yang akan menyelesaikan biayanya, juga para ahli yang ada siap berjuang karena dorongan pahala, bukan insentif belaka.

Kepemimpinan seperti ini hanya didapat pada sistem pemerintahan Khilafah.
Walaahu a’lam bishshawab.[]

* Praktisi pendidikan

Comment