Sistem Hukum dan Gurita Korupsi 

Opini1075 Views

 

Oleh: Apt. Dian Budiarti, S. Farm,  Apoteker & Aktivis Dakwah

________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA–  Korupsi di negeri ini benar-benar telah menggurita dan kronis. Semua lini tak luput dalam tindak pidana korupsi, mulai dari tingkat bawah hingga tinggal lembaga yudikatif menjadi lahan jajahan para koruptor.

Belum lama ini, seperti ditulis bbc (20/12/2022) KPK kembali melakukan penangkapan dan penetapan tersangka pada seorang hakim di Mahkamah Agung, bukan hanya satu tetapi beberapa hakim lain pun sebelumnya telah menjadi tersangka dalam kasus suap untuk memengaruhi keputusannya.

Penangkapan ini menyadarkan kita bahwa korupsi di Indonesia sudah semakin parah. Ada beberapa hal yang dapat dijadikan peluang korupsi para hakim.

Pertama, proses promosi dan mutasi yang seleksinya longgar sehingga penempatan seorang hakim bisa saja tidak berdasarkan kelayakan dan integritas.

Kedua, lemahnya pengawasan terhadap para hakim. Persidangan di Mahkamah Agung berlangsung tertutup sehingga menjadi celah permainan perkara.

Ketiga, tidak ada sanksi yang menjerakan bagi hakim pelaku korupsi.

Hal ini membuktikan bahwa kerusakan pada sistem hukum kita memang nyata dan benar adanya. Hakim yang seharusnya menjadi ujung tonggak peradilan justru malah menjadi pelaku tindak pidana itu sendiri. Keadilan hanya diberikan pada mereka yang dapat membayar dengan segepok uang.

Selain itu, aksi pemberantasan korupsi oleh KPK pun dianggap oleh pemerintah sebagai pembuat citra negatif bangsa. Seperti yang disampaikan oleh Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan.

“OTT itu tidak bagus sebenernya, buat negeri ini jelek banget. Tapi kalau kita digital life siapa yang akan lawan kita?” ujar Luhut dalam acara Aksi Pencegahan Korupsi 2023-2024 di Jakarta, secara daring, Selasa (20/12/2022). Dikutip dari Tirto co.id(21/12/2022).

Pernyataan ini sangat kontraproduktif dengan upaya pemberantasan korupsi. Alih-alih memperkuat KPK, pemerintah justru melemahkannya. Di sisi lain kepala rutan KPK menyatakan bahwa setiap terpidana korupsi memiliki hak kesehatan mental. Alasannya, karena para koruptor ini masih memiliki hak asasi manusia yang dijamin negara.

Semua ini membuktikan adanya pelemahan terhadap KPK di satu sisi dan sisi yang lain justru membela para koruptor. Masyarakat semakin tidak percaya dengan keseriusan pemerintah mengatasi korupsi. Harapan untuk terbebas dari korupsi hanyalah bagian dari angan-angan saja.

Pemberantasan korupsi haruslah sistemis karena hal ini adalah permasalahan sistem yang diterapkan sangat membuka peluang terhadap tindak korupsi.

Salah satunya adalah hukuman yang tidak membuat jera para koruptor. Mereka malah mendapat banyak keistimewaan. Sistemlah yang harus dirubah karena terbukti tidak efektif. Termasuk pula memberantas akar permasalahan korupsi itu sendiri, yaitu sistem sekuler kapitalis.

Islam memberantas korupsi mulai dari akar dengan menanamkan akidah Islam pada setiap individu sebagai landasan berpikir mereka, sehingga menjadi benteng setiap individu dari keinginan korupsi.

Islam juga akan membentuk budaya amar ma’ruf nahi munkar di tengah masyarakat, sehingga ketika ada pelanggaran syariat, masyarakatlah yang memberikan sanksi sosial. Belum lagi hukum Islam yang membuat jera seperti potong tangan.

Maka, hanya dengan Islam negeri ini bersih dan terbebas dari gurita korupsi. Wallahua’lambishawab.[]

Comment