Oleh : Yenni Sarinah, S.Pd, Jurnalis, Pegiat Literasi Islam Selatpanjang – Pekanbaru, Riau
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Tingginya kasus baby blues menggambarkan kesehatan mental ibu, yang tentunya dipengaruhi banyak faktor, termasuk kesiapan perempuan menjadi orangtua.
Dilansir dari detikHealth (26/05/2203), ibu hamil dan menyusui menempati tingkat tertinggi di Indonesia dalam kelompok masyarakat yang memiliki persentase gangguan kesehatan mental. Jika dibiarkan berlarut-larut dan tidak ditangani, kondisi ini bisa berujung pada depresi bahkan bisa mencederai diri sendiri maupun anaknya yang masih bayi.
Kondisi baby blues pada ibu yang baru saja melahirkan dapat ditandai dengan sering tiba-tiba menangis, merasa cemas, dan insomnia. Sehingga pada momen seperti ini seorang ibu sangat memerlukan dukungan dari orang-orang di sekitarnya.
Pada peringkat Asia sendiri, Indonesia menduduki ranking ketiga pada kasus baby blues. Tidak hanya pada perempuan, lelaki juga memiliki kemungkinan terkena gejala baby blues. Seperti kasus seorang ayah membunuh dan membuang anak di Pati, Jawa Tengah diduga mengalami baby blues.
Mengutip TribunJateng.com, pria tersebut diketahui bernama Mohammad Sholeh Ika Saputra yang saat ini berusia 20 tahun. Sebelumnya, bayi 3 bulan yang dilaporkan hilang misterius dari rumah di Pati, Jawa Tengah namun ternyata tewas di tangan ayah kandungnya sendiri.
Sholeh diduga merupakan pelaku pembunuhan terhadap putrinya sendiri yang masih berusia tiga bulan. Sholeh diduga alami baby blues lantaran memiliki dua anak dengan selisih dekat di usia muda.
Biang Masalah Baby Blues
Ada beberapa sebab yang menjadi pemicu Baby Blues. Pertama, kurikulum pendidikan Indonesia tidak mengajarkan kesiapan menjadi orangtua sebagai salah satu kompetensi yang harus dimiliki. Bahkan pendidikan Indonesia justru kian jauh dari nilai-nilai agama yang dibutuhkan sebagai pegangan hidup, sejak diberlakukannya program moderasi beragama.
Kedua, kapitalisme yang turut berperan mengurangi supporting system yang dibutuhkan oleh ibu baru. Kapitalisme yang telah lama mencengkram Indonesia menjadikan segala macam kebijakan dibuat sesuai pesanan pihak yang berkepentingan, bukan demi kesejahteraan rakyat. Kapitalisme menggiring ekonomi liberal yang menyebabkan kesenjangan antara si kaya dan si miskin kian lebar.
Ketiga, krisis Ekonomi. Faktanya, selain faktor hormonal pada perempuan, tindakan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) juga turut andil, hubungan pernikahan tidak lagi harmonis apalagi dipicu oleh kesulitan ekonomi kian menaikkan tingkat depresi pada ibu yang baru melahirkan.
Solusi Baby Blues dalam Pandangan Islam
Islam hadir tidak sekadar sebagai agama ritual saja tapi ia hadir dengan segenap aturan yang diturunkan oleh Pencipta alam semesta mulai dari tidur hingga tidur lagi. Baik dalam lingkup keluarga, masyarakat hingga negara. Semua diatur dalam bentuk pengajaran sedemikian sempurna.
Kurikulum pendidikan Islam sangat komprehensif, sesuai dengan fitrah manusia, sehingga mampu menyiapkan setiap individu mengemban peran mulia sebagai orang tua, termasuk menjadikan perempuan sebagai madrasah pertama bagi anak-anaknya.
Peradaban Islam telah mencontohkan dalam hal membangun masyarakat yang peduli sehingga supporting system terwujud optimal dalam lingkup masyarakat. Dalam lingkup negara, Islam mengakomodir 6 kebutuhan dasar masyarakat mulai dari pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan hingga keamanan.
Dengan demikian, beban masyarakat yang menjadi pemicu Baby Blues dapat diminimalisir. Islam juga memastikan bahwa negara mampu meriayah rakyatnya sebanyak apapun jumlahnya. Dimulai dari penyediaan sumber daya manusia (SDM) yang tangguh dan mampu mengolah sumber daya alam (SDA) yang telah dianugerahkan kepada negeri ini secara mandiri. Bukan di bawah intervensi asing yang mengambil hampir sebagian besar dari SDA yang ada.
Semoga negeri ini kembali mandiri dengan mengadopsi Islam sebagai aturan yang mensejahterakan umat manusia seluruhnya di dunia hingga ke akhirat. Wallahu a’lam bish-shawab.[]
Comment