Penulis: Sarina | Mahasiswi UIN Alauddin Makassar, Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Tidak ada orang yang ingin jadi pengangguran. Tetapi apakah negara telah menyediakan lapangan pekerjaan? Akhir-akhir ini pabrik tutup dan pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan marak terjadi. Jumlah orang yang kehilangan pekerjaan akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) pun meningkat di tahun ini.
Karyawan PT Panamtex melakukan perlawanan pada putusan pailit dari Pengadilan Negeri Semarang. Keputusan Pailit tersebut membuat 510 karyawan di dalamnya terancam tidak bisa lagi bekerja padahal karyawan menyatakan masih ingin bekerja untuk memenuhi kebutuhannya. Mereka pun sudah malakukan aksi unjuk rasa.
Kalangan buruh dari sejumlah organisasi seperti federasi Logam Elektronik Mesin Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (LEM SPSI) bersama Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) menggelar seminar ketenagakerjaan dengan tema Dampak Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai di Bekasi. (MetroTv, 20/09/24).
“Total PHK per 26 September 2024 52.993 tenaga kerja. (Dibandingkan periode yang sama tahun lalu) meningkat,” kata Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kemnaker Indah Anggoro Putri kepada detikcom Kamis (26/9/2024).”
Apabila dilihat berdasarkan sektornya, kasus PHK terbanyak berasal dari sektor pengolahan yang mencapai 24.013 kasus. Kemudian, disusul oleh sektor jasa yang mencapai 12.853 kasus dan sektor pertanian, kehutanan dan perikanan yang mencapai 3.997 kasus.
Maraknya PHK adalah akibat dari kesalahan paradigma ketenagakerjaan dan industri yang diterapkan oleh negara dengan menggunakan sistem kapitalisme. Sistem ini menerapkan kebijakan liberalisasi ekonomi yang merupakan bentuk lepasnya tanggung jawab negara dalam menjamin terbukanya lapangan kerja yang luas dan memadai.
Para petinggi negara banyak memasukkan perusahaan kapitalisme asing ke indonesia. Para perkerjanya pun dari kalangan mereka (asing), sehingga masyarakat Indonesia sebagai pribumi hanya mendapat pekerjaan sebagai buruh sesuai kepentingan perusahaan.
Para pekerja dalam paradigma kapitalisme hanya dipandang sebagai sumber daya yang digunakan untuk menghasilkan produk. Bahkan UU Omnibus Law Cipta Kerja memberi kemudahan perusahaan melakukan PHK, sementara untuk mempekerjakan tenaga kerja asing (TKA) syaratnya dipermudah.
Jadi, bagaimana nasib para warga pribumi yang suka tidak suka menjadi pengangguran karena banyaknya yang terkena PHK dari perusahaan dan terbatasnya lapangan pekerjaan? Mau tidak mau harus menerima nasib.
Bahkan kecilnya uang pesangon yang diberikan oleh perusahaan kepada pekerja yang terkena PHK tidak akan memenuhi kebutuhan hidup mereka ke depan karena biaya hidup sangat mahal.
Akibatnya, sangat sulit hidup di zaman sekarang dengan tuntutan dan biaya hidup yang mahal. Perubahan harga BBM, kebutuhan pokok, biaya pendidikan, bahkan biaya kesehatan sangat terasa berat.
Ditambah lagi lapangan pekerjaan yang sulit sehingga tidak heran jika banyak rakyat yang jatuh miskin. Hal ini menjadi bukti dari abainya pemerintah terhadap kebutuhan dan kenyamanan rakyatnya sendiri.
Berbanding terbalik dengan penerapan sistem Islam di seluruh aspek kehidupan. Negara dalam konsep Islam tidak boleh berlepas tangan terhadap rakyatnya. Negara mengelola sendiri sumber daya alam yang ada dan tidak menyerahkan kepada individu-individu, sehingga lapangan pekerjaan tidak akan sulit didapatkan.
Negara bahkan menyediakan lapangan kerja secara massal dan mempekerjakan rakyat sesuai dengan bidang yang mereka kuasai. Negara juga memandang pekerja sebagaimana manusia lainnya.
Biaya hidup dalam Islam tidaklah mahal. Karena negara menjamin dan memproduksi sendiri kebutuhan pokok seperti sandang, pangan dan papan sehingga negara tidak perlu mengimpor dari luar negeri. Negara mengelola SDA yang dijadikan sebagai pendapatan utamanya. Selain SDA ada juga sumber harta negara dari Anfal, fai, ghanimah, humus, kharaj, dan jizyah.
Negara dalam konsep Islam menjamin kesejahteraan rakyatnya, sebagaimana dicontohkan oleh Umar bin Abdul Aziz yang menjadi penguasa pada 717-720 Masehi. Beliau berhasil mensejahterahkan rakyatnya. Masa kepemimpinannya memang cukup singkat, hanya sekitar 3 tahun tetapi rakyat yang dipimpinnya mencapai kemakmuran.
Salah satu indikator kemakmurannya terlihat saat para amil zakat berkeliling di seluruh penjuru negara tapi tidak didapati seorang pun yang ingin menerima zakat karena rakyat telah tercukupi segala kebutuhannya.
Demikian sistem Islam bekerja dalam sebuah negara, tidak membeda-bedakan rakyat, tugas pemimpin negara pun dijalankan dengan baik dan benar.[]
Comment