Benarkah Keluarga Poligami Rentan Kerapuhan?

Opini509 Views

 

 

 

Oleh: Nanik Farida Priatmaja, S.Pd, Pengamat Poligami

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Praktek poligami memang tak lepas dari sorotan. Apalagi masyarakat seringkali disuguhkan fakta buruk poligami baik melalui media hingga hiburan yang mengangkat tema poligami.

Tak heran banyak pihak menilai keluarga poligami rentan kerapuhan dan layak dilakukan pembatasan melalui sejumlah aturan perundang-undangan. Benarkah demikian?

Dirilis dari kemenpppa.go.id (15/4/2021), Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga dalam Diskusi Ilmiah “Poligami di Tengah Perjuangan Mencapai Ketangguhan Keluarga” mengatakan masih banyak narasi yang salah mengenai poligami.

Baginya, poligami merupakan salah satu awal mula terjadinya berbagai perlakuan salah, terutama kepada perempuan. Oleh karena itu, poligami harus dilaksanakan hati-hati, kesiapan, serta pemikiran matang.

“Poligami dianggap sebagai jalan pintas untuk mencari kesejahteraan, kemakmuran, dan kesuksesan dalam hidup. Padahal, poligami harus dilaksanakan dengan sangat hati-hati dengan pertimbangan, ilmu, dan komitmen yang kuat,” ujarnya.

Pernyataan Menteri PPPA layak mendapatkan sanggahan karena sangat tendensius. Fakta buruk kekerasan atau perlakuan yang tak layak terhadap perempuan nyatanya terjadi pada pernikahan  baik poligami ataupun monogami. Korban dampak pernikahan pun tak hanya perempuan namn terjadi juga pada kaum laki-laki.

Adanya sorotan fakta buruk poligami nampak bahwa terdapat stigma terhadap ajaran Islam. Memang tak dimungkiri banyak kasus poligami yang berakhir pada perceraian hingga menyebabkan kesengsaraan bagi perempuan. Apalagi media sering memberitakan fakta buruk tokoh agama atau masyarakat pelaku poligami dan memberikan framing bahwa keluarga poligami begitu rapuh.

Kerapuhan institusi keluarga baik monogami ataupun poligami faktanya disebabkan oleh banyak hal. Misalnya terkait permasalahan ekonomi, perselingkuhan, ketidakcocokan dan sebagainya. Sehingga sangat tak layak menuduh atau menyudutkan rumah tangga poligami rentan kerapuhan.

Secara hukum Islam, poligami adalah perbuatan yang dibolehkan Allah Swt sehingga sangat tak mungkin Allah membolehkan sesuatu yang menyebabkan kerapuhan keluarga. Hukum asal poligami itu adalah mubah (boleh), bukan haram. Sehingga sangat tidak layak mengharamkan yang dihalalkan Allah. Allah berfirman dalam QS. an-Nisa ayat 3:

وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ، فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا

“Bila kalian khawatir tidak dapat berlaku adil terhadap anak-anak yatim perempuan, maka nikahilah dari perempuan-perempuan yang kalian sukai, dua, tiga, atau empat. Lalu bila kalian khawatir tidak adil (dalam memberi nafkah dan membagi hari di antara mereka), maka nikahilah satu orang perempuan saja atau nikahilah budak perempuan yang kalian miliki. Yang demikian itu lebih dekat pada tidak berbuat aniaya.” (QS an-Nisa: 3).

Hukum Allah SWT tercipta untuk memberikan kemaslahatan bagi umat manusia. Meski terkadang tak nampak dalam pandangan mata manusia yang secara fitrah banyak memiliki keterbatasan.

Hanya dengan berbekal keyakinan dan ketaatan totalitas yang menjadikan manusia mampu melihat keagungan syariat Allah SWT.

Tak hanya keluarga poligami yang rentan kerapuhan. Karena ketahanan dan kerapuhan keluarga tak ditentukan oleh poligami ataupun monogami.

Keduanya sangat rentan kerapuhan jika tak memiliki visi misi hidup yang jelas dan komitmen masing-masing pasangan suami istri untuk saling menjaga keutuhan keluarga. Tak hanya itu, peran negara pun sangat penting dalam memberikan pelayanan terbaik bagi umat.

Semisal pengkondisian kestabilan ekonomi, sosial, dan berbagai bidang yang hanya mampu diwujudkan oleh negara yang secara langsung berpengaruh terhadap individu-individu.[]

Comment