Penulis: Afifah Herliana | Mahasiswi
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2024 rata-rata lama pendidikan untuk penduduk Indonesia usia 15 ke atas hanya mencapai 9,22 tahun. Ini setara dengan lulusan kelas 9 atau Sekolah Menengah Pertama (SMP). (bps.go.id, 2/12/24).
Adapun provinsi yang memiliki rata-rata lama pendidikan paling tinggi adalah DKI Jakarta, yaitu 11,5 tahun, namun itu pun masih belum mencapai kelulusan Sekolah Menengah Atas (SMA).
Sebaliknya, provinsi Papua Pegunungan tercatat sebagai wilayah yang memiliki rata-rata lama pendidikan paling rendah, yaitu 5,1 tahun yang berarti tidak lulus Sekolah Dasar (SD). (bps.go.id. 2/12/24).
Ketimpangan Akses Pendidikan
Data tersebut menunjukkan akses pendidikan di Indonesia yang belum merata, bahkan untuk setingkat pendidikan dasar. Capaian rata-rata lama pendidikan yang beragam antarprovinsi menjadi salah satu bukti nyata adanya ketimpangan pendidikan terutama di daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal) dibandingkan dengan kota-kota besar di Indonesia.
Mayoritas penduduk Indonesia hanya baru menyentuh jenjang menengah pertama dan masih sedikit yang mampu melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Fenomena tersebut seolah menggambarkan pendidikan menjadi barang mewah yang hanya dapat dinikmati oleh segelintir orang yang mampu secara ekonomi saja.
Penyebab Buramnya Wajah Pendidikan di Indonesia
Rendahnya rata-rata lama pendidikan dan ketimpangan pendidikan di berbagai wilayah tersebut sebagai bukti gagalnya kapitalisme dalam mewujudkan pendidikan yang adil, merata, dan berkualitas bagi seluruh lapisan masyarakat.
Dalam sistem kapitalisme, pendidikan yang seharusnya merupakan hak dasar bagi seluruh warga negara, justru menjadi komoditas yang hanya bisa dijangkau oleh mereka yang mampu secara ekonomi.
Salah satu dampak penerapan sistem kapitalisme dalam bidang pendidikan adalah swastanisasi pendidikan. Lembaga pendidikan bukan dikelola oleh negara melainkan oleh pihak swasta yang menetapkan biaya pendidikan yang tinggi sehingga tidak dapat dijangkau oleh semua lapisan masyarakat.
Akibatnya, mereka yang tidak mampu secara finansial semakin tertinggal karena tidak sanggup membayar biaya sekolah yang berkualitas dan bahkan mengharuskan mereka untuk berhenti sekolah lebih awal.
Selain itu, adanya kurikulum yang menuntut lulusannya dapat mencari kerja dengan tujuan mencari materi sebanyak-banyaknya. Belum lagi dengan adanya kebijakan efisien anggaran pendidikan yang memperkeruh pendidikan di Indonesia.
Hanya Sebatas Regulasi bukan Solusi Hakiki
Pendidikan merupakan salah satu faktor penting untuk kemajuan bangsa yang dapat mencetak generasi penerus peradaban. Bila pendidikan berkualitas, maka generasi penerus yang akan dihasilkan pun berkualitas. Jadi, sudah sepatutnya negara menjadikan pendidikan sebagai aspek yang harus diperhatikan secara penuh.
Untuk menyelesaikan bebagai masalah pendidikan di Indonesia, pemerintah memang telah membuat berbagai program, beberapa di antaranya Kartu Indonesia Pintar (KIP), sekolah gratis dan beasiswa pemerintah daerah.
Namun, program-program tersebut baru menyentuh masalah teknis saja dan bukan pada akar masalah utama dari pendidikan, yaitu sistem kapitalisme itu sendiri.
Dalam sistem kapitalisme ini, para penguasa hanya sebagai regulator bukan pengurus rakyat. Sementara negara hanya berperan sebagai fasilitator yang salah satunya menyediakan sejumlah layanan pendidikan bukan sebagai penanggung jawab penuh dalam menjamin hak dasar pendidikan bagi seluruh rakyatnya.
Kapitalisme menjadikan pendidikan sebagai peluang bisnis, bukan sebagai tanggung jawab negara terhadap rakyat. Sehingga hubungan yang terjalin antara penguasa dan rakyat pun layaknya hubungan jual beli.
Pandangan Islam Tentang Pendidikan Sebagai Hak Dasar Rakyat
Berbagai persoalan dalam dunia pendidikan semakin bertambah dan tak kunjung tuntas diselesaikan. Persoalan-persoalan ini sejatinya hanya mampu diselesaikan secara total dengan penerapan sistem kehidupan yang berasal dari Al-Khaliq Al-Mudabbir, Allah Swt.
Sebanyak apapun regulasi yang dibuat oleh manusia, jika tanpa disandarkan dengan aturan Islam dari Sang Pencipta dan masih bersandar pada sistem kapitalisme, maka aturan tersebut tidak dapat menyelesaikan masalah yang ada.
Dalam Islam, pendidikan dipandang sebagai hak dasar rakyat tanpa adanya diskriminasi. Negara wajib menjamin pendidikan secara penuh, gratis, dan menyeluruh pada seluruh warga negaranya. Maka haram hukumnya bagi penguasa menjadikan pendidikan sebagai komoditas yang diperjualbelikan pada rakyatnya. Sehingga mutu dan akses pendidikan dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat di semua wilayah.
Negara hadir sebagai rain (pengurus) yang bertindak langsung sebagai penyelenggara dan pengelola pendidikan, tanpa menyerahkannya kepada pihak swasta. Dengan begitu, tujuan dari pendidikan akan tetap terjaga, yaitu untuk mencetak insan yang berilmu, bertakwa, dan mampu mengemban amanah sebagai hamba Allah dan khalifah di muka bumi.
Kurikulum yang disusun akan didasarkan pada aqidah yang akan mengintegrasikan antara ilmu syar’i dengan ilmu kehidupan. Sehingga melahirkan individu yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tapi juga siap sebagai penggerak peradaban Islam.
Adapun pendanaan pendidikan sepenuhnya berasal dari Baitul Mal yang mampu membiayai seluruh warga negara.
Sudah saatnya sistem pendidikan dibangun atas dasar tanggung jawab negara dan meninggalkan sistem kapitalisme yang batil, agar setiap rakyat dapat mengakses pendidikan yang adil, merata dan berkualitas. Wallahu a’lam bishawab.[]









Comment