Penulis: Leihana | Ibu Pemerhati Umat
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA–“Ngeri-ngeri sedap” adalah istilah yang sesuai untuk menggambarkan generasi saat ini yang biasa disebut Gen Z. Meski banyak sisi buruk yang digambarkan terhadap generasi kelahiran tahun 1997–2012 ini dalam pemberitaan digital, ternyata ada banyak sisi terang yang menggembirakan.
Hal yang menggembirakan tersebut adalah potensi tersembunyi dalam generasi Gen Z. Kita kupas dahulu sisi kelam dari generasi satu ini, saking melesatnya stigma pada Gen Z ini, mereka mendapatkan kesulitan dalam mencari dan memasuki dunia kerja.
Seperti dilansir oleh detikfinance.com (23 Oktober 2024) bahwa 6 dari 10 perusahaan besar yang telah disurvei, ramai-ramai melakukan pemutusan hubungan kerja pada pekerja fresh graduate yang telah direkrut dari kalangan Gen Z. Disinyalir hal itu disebabkan oleh salah satunya ketidakmampuan beradaptasi dalam budaya kerja dan beberapa sifat negatif lainnya.
Selain permasalahan dalam dunia kerja, isu Gen Z memiliki mental lemah juga mulai terbukti melalui fakta yang bermunculan seperti kasus bunuh diri pada remaja dan pemuda usia Gen Z. Contohnya yang telah terjadi, seorang pemuda berusia sekira 15 tahun dengan masih berseragam sekolah nekat mengakhiri hidupnya dengan melompat dari parkiran motor Metropolitan Mall Bekasi Jawa Barat. (kompas.com, 24 Oktober 2024)
Sebelumnya, kasus serupa terjadi di apartemen daerah Pekayon Kota Bekasi. Seseorang yang mengakhiri hidupnya dengan melompat dari balkon apartemen lantai 20 dengan meninggalkan surat wasiat permintaan maaf untuk kedua orang tuanya. (kompas.com, 21 Agustus 2024)
Melejitkan Pontensi Tersembunyi Gen Z
Padahal Gen Z ini bukan hanya dikenal sebagai generasi yang memiliki mental yang lemah, tetapi juga memiliki potensi dan kreativitas yang tinggi terutama di bidang teknologi dan informasi. Potensi dan kreativitas Gen Z ini seolah terkubur akibat beberapa faktor eksternal.
Hal itu karena di usia yang masih belia ini Gen Z harus menghadapi banyak persoalan. Di antaranya UKT mahal, pengangguran, gangguan mental, dll. Menumpuknya permasalahan ini harus dihadapi Gen Z sebagai dampak dari sistem demokrasi kapitalisme yang diterapkan di negeri ini.
Hubungan kesulitan hidup yang dihadapi Gen Z, baik itu masalah ekonomi, lingkungan yang buruk, tentu sangat berhubungan erat dengan penerapan aturan di sistem demokrasi liberal dan sekularisme. Setiap sendi kehidupan jauh dari aturan Islam, sehingga perilaku kriminal dan kemaksiatan semakin menjamur dan semakin dianggap kewajaran.
Seperti perundungan dan perusakan di usia sekolah semakin bertambah parah. Perilaku seks menyimpang seperti LGBT juga mendorong banyak kasus pelecehan seksual pada remaja perempuan maupun laki-laki. Beban berat ekonomi yang ditanggung para orang tua pun menjadi beban tersendiri bagi Gen Z.
Kerusakan sosial seperti pergaulan bebas dan perselingkuhan yang dilakukan orang tua juga melahirkan korban anak-anak yang broken home–yang kini sebagian besar adalah Gen Z. Di sisi lain, saat ini memang Gen Z juga terjebak dalam gaya hidup rusak, mulai dari FOMO, konsumerisme, dan hedonisme.
Gen Z sangat menyukai teknologi dan informasi digital yang begitu dinamis, mereka mudah terbawa arus.Terlebih lagi gempuran media digital yang berisi input-input kehidupan serba bebas itu dikemas dalam tayangan yang menghibur dan menyenangkan. Gulir video pendek diiringi musik berat dan tarian lincah sering kali menjadi alat kampanye konten-konten miskin nilai bahkan merusak.
Padahal Gen Z juga memiliki potensi besar untuk diarahkan pada jalan kebaikan. Diketahui bahwa Gen Z memiliki sifat baik yaitu gemar berderma, seperti aksi kemanusiaan mendukung Palestina dengan boikot Gen Z yang paling getol dan lantang menyuarakan dan konsisten menjalaninya. Perjuangan terarah pada masalah mendasar yaitu pengaturan urusan umat seperti politik kotor demokrasi saat ini–yang menjadi biang masalah–harus diganti dengan sistem Islam, belum Gen Z sadari dan pahami.
Untuk itu perlu penyadaran dan pembinaan bagi Gen Z ini, tentang perubahan dan kebangkitan yang hakiki itu hanya bisa diraih dengan penerapan syariat Islam secara kafah. Potensi Gen Z sebagai pejuang penerapan Islam kafah sangat besar hanya perlu di-setting kembali ke mode on tentunya. Sebagaimana dalam catatan sejarah kegemilangan penerapan syariat Islam kafah dari zaman Rasulullah, banyak diperjuangkan dan dibumikan oleh kalangan pemuda.
Sedangkan demokrasi hari ini menjauhkan Gen Z dari perubahan hakiki dengan Islam kafah. Padahal hanya dengan sistem Islam kafah generasi dan umat manusia akan selamat. Sebagaimana firman Allah Swt. “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.” (QS. Al-Anbiya’: 107)
Untuk mengaktifkan kembali potensi besar Gen Z diperlukan adanya kelompok dakwah berupa partai politik yang berjuang untuk menerapkan sistem aturan Islam. Sebagaimana Rasulullah saw. membentuk kelompok dakwah dan membina umat Islam kala itu, kebanyakannya dari kalangan pemuda di rumah Arqam bin Abi Arqam. Dalam rangka membentuk kepribadian Islam yang sahih dengan perhalakahan intensif.
Setelah kader pemuda terbentuk kepribadian Islamnya dengan kuat, mereka akan menjadi pejuang penyeru Islam kafah agar terwujud dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan kesadaran umum umat Islam maka bisa terwujudlah dorongan untuk penerapan Islam secara kafah (sempurna).
Sejarah gemilang tersebut tentu bukan tidak mungkin untuk terulang kembali di kalangan Gen Z. Mereka mungkin akan menjadi pejuang Islam kafah yang lebih baik dari generasi sebelumnya karena memiliki potensi yang sangat besar dalam semangat dan penguasaan teknologi informasi.
Sebab, kemampuan tersebut juga memang dibutuhkan pada kondisi saat ini, di mana teknologi dan informasi menjadi salah satu ujung tombak untuk media dalam penyadaran umat Islam.
Dengan mengaktifkan kembali Gen Z pada mode perjuangan Islam kafah, itu akan mengembalikan kemuliaan kaum muslimin dan memberikan rahmat bagi seluruh alam. Wallahu’alam bisshowab.[]
Comment