Generasi Muslim Pewaris Risalah Nabi

Opini58 Views

Penulis: Zahrotun Nurul, S.Pd Pendidik

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Generasi Muslim adalah pewaris risalah para Nabi. Di pundak merekalah estafet perjuangan Islam dilanjutkan, sekaligus masa depan umat ditentukan. Pemuda Muslim dituntut memiliki keteguhan iman, kekuatan amal, dan keberanian berjuang demi tegaknya kalimatullah di muka bumi.

Pada usia yang sarat potensi, mereka seharusnya menjadi agen kebaikan dan penyampai risalah Islam kepada dunia.

Sebagaimana difirmankan Allah SWT dalam Al-Qur’an, “Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk,” (TQS. Al-Kahfi: 13). Ayat ini menegaskan bahwa kekuatan iman dan bimbingan Ilahi menjadi ciri utama pemuda yang diridai Allah.

Sebagaimana diriwayatkan dari Abu Barzah Al-Aslami, Rasulullah SAW bersabda bahwa seorang hamba tidak akan bergeser kedua kakinya pada hari kiamat hingga dimintai pertanggung–jawaban tentang umurnya, ilmunya, hartanya, serta tubuhnya untuk apa digunakan (HR. Tirmidzi).

Hadis ini menegaskan bahwa masa muda adalah fase yang sangat krusial dan akan dimintai pertanggungjawaban secara khusus.

Dalam pandangan Islam, masa muda adalah masa emas. Pada fase inilah kekuatan fisik, intelektual, dan semangat idealisme berpadu. Tak heran, mayoritas sahabat Rasulullah SAW adalah para pemuda saat memeluk Islam. Mereka mengerahkan harta, jiwa, dan raga bersama Nabi demi meraih ridha Allah SWT dan menegakkan agama-Nya.

Namun, potret generasi Muslim hari ini jauh dari gambaran generasi risalah kenabian. Era digital menghadirkan tantangan serius, mulai dari krisis identitas hingga gangguan kesehatan mental yang tak jarang berujung pada tindak kejahatan.

Gawai dan platform digital ibarat dua sisi mata pisau. Di satu sisi memudahkan akses informasi, namun di sisi lain menghadirkan badai informasi yang merusak kesehatan mental generasi.

Konten pornografi beredar bebas, informasi tanpa saringan menyebar luas, ide-ide kebebasan dikemas dalam artikel, cerita, dan drama, sementara media hiburan dijadikan kompas dalam menjalani kehidupan.

Di saat yang sama, akidah generasi Muslim kian melemah. Keluarga, masyarakat, bahkan negara gagal menjadikan Islam sebagai fondasi pendidikan. Kehidupan dibingkai ideologi kapitalisme dengan akidah sekularisme—memisahkan agama dari kehidupan.

Akibatnya, agama direduksi sebatas ritual, sementara prestise dan materi menjadi tujuan utama hidup. Syariat Islam ditinggalkan atas nama kebebasan, dan generasi kian terjerumus dalam gaya hidup yang menjauh dari nilai-nilai Islam.

Dampaknya nyata: seks bebas, kehidupan malam, emosi yang labil, stres berkepanjangan, hingga amarah yang tak terkendali, bahkan berujung pada kekerasan terhadap sesama dan orang tua. Ketika materi dijadikan tujuan dan media sosial dijadikan pedoman, kehancuran moral menjadi keniscayaan.

Tak dapat dimungkiri, platform digital global saat ini dikuasai oleh korporasi Barat yang berpaham sekuler. Ide kebebasan dan hedonisme terus disuguhkan tanpa filter, menciptakan candu yang merusak pola pikir dan masa depan generasi Muslim.

Inilah tantangan besar umat Islam hari ini: menyelamatkan generasi dari hegemoni digital kapitalisme yang semata-mata mengejar keuntungan.

Karena itu, menjaga generasi Muslim bukan sekadar tugas individu, melainkan tanggung jawab kolektif seluruh umat. Generasi Muslim harus dibina menjadi generasi yang kokoh imannya dan siap memperjuangkan tegaknya diinul Islam, sebagaimana para sahabat Nabi dan Ashabul Kahfi.

Penanaman akidah sejak dini, pembinaan Islam yang berkelanjutan, dukungan terhadap pelaksanaan syariat, serta pengenalan kisah-kisah generasi pejuang Islam merupakan langkah awal yang mendesak dilakukan di tengah derasnya arus sekularisme.

Namun, upaya ini tak akan sempurna tanpa peran negara. Diperlukan negara yang menjaga akidah generasi melalui sistem pendidikan dan sosial yang Islami, membangun suasana keimanan, serta membendung ide-ide kebebasan yang bertentangan dengan Islam di ruang digital. Negara juga harus memanfaatkan media sebagai sarana pendidikan dan dakwah Islam.

Inilah peran negara yang menjadikan Islam sebagai dasar berbangsa dan bernegara, sebagaimana dicontohkan Rasulullah SAW dan dilanjutkan oleh para khalifah setelahnya. Dalam naungan sistem inilah lahir generasi-generasi emas penerus risalah Nabi.

Sebagaimana disabdakan Rasulullah SAW, “Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian generasi setelahnya, kemudian generasi setelahnya,” (HR. Bukhari dan Muslim).

Maka, meneladani metode Rasulullah SAW dalam membina generasi adalah sebuah keniscayaan. Mendidik dengan akidah Islam, menghadirkan suasana keimanan dan perjuangan, serta mengimplementasikan syariat Islam secara menyeluruh akan melahirkan kembali generasi Muslim pewaris risalah kenabian. Wallahu a‘lam.[]

Comment