Harga Tidak Stabil, 2023 Bawang Putih Impor Lagi?

Opini1223 Views

 

 

 

Oleh: Fanissa Narita, M.Pd, Pegiat Literasi

__________

RADARINDONESIANEWS.COM–Setelah kenaikan harga telur dan ayam potong di pasaran. Kini ibu-ibu dihadapkan dengan harga bawang putih yang terus merangkak naik hingga menembus Rp31.000-50.000 di beberapa daerah. Sebagian warga merasa heran akan kenaikan harga komoditas yang terjadi saat ini bahkan melebihi harga saat menjelang lebaran. Kenaikan seperti ini nampaknya terus berulang tidak hanya pada momen tertentu saja, berbagai faktor menyumbang pada naiknya harga komoditas pasar ini.

Penyebab Kenaikan Harga

Pada dasarnya hukum penawaran dan permintaan senantiasa berlaku dalam perdagangan komoditas pangan termasuk bawang putih. Menurut Wakil kepala satgas Polri Helfi Assegaf kenaikan harga bawang putih dipengaruhi oleh stok bawang putih di dalam negeri yang menipis sedangkan permintaan banyak. Namun, menipisnya stok bawang ini diduga ada permainan segelintir pihak yang menimbun stok bawang.(Katadata, 26/5/2023).

Di Indonesia sendiri, kebutuhan bawang putih nasional sekitar 600 ribu ton per tahun. Pemenuhan kebutuhan tersebut 95% nya diperoleh dengan cara impor, sedangkan petani lokal hanya menyumbang 5% dari kebutuhan nasional. Persoalan impor bawang putih dalam negeri menurut beberapa pihak memang tidak sehat. Selain proporsinya yang besar, hal lain yang bermasalah adalah transparansi.

Pemerintah melakukan tebang pilih dalam menunjuk pihak yang diperbolehkan impor. Hal ini membuat stok bawang putih dalam negeri belum terpenuhi sehingga harga tinggi.
Naiknya harga bawang putih juga dipengaruhi oleh harga BBM. Meski stok BBM bersubsidi untuk kebutuhan pokok sudah disediakan akan tetapi penyalurannya masih bermasalah. Penyelewengan BBM untuk pengusaha tambang dan perkebunan oleh pihak tertentu masih terjadi. Tingginya biaya transportasi tentu berdampak pada HPP (CNNIndonesia, 26/5/2023).

Sulit Mandiri

Bergantungnya negeri ini terhadap produk impor tidak dimungkiri menjadi penyebab harga bawang yang fluktuatif di dalam negeri. Bahkan bawang putih menjadi salah satu komoditi penyumbang inflasi. Idealnya memang pangan dapat diproduksi di dalam negeri oleh petani lokal dengan sokongan yang kuat dari negara. Namun kemandirian pangan sepertinya masih menjadi hal yang mustahil diwujudkan dalam sistem ekonomi kapitalis saat ini.

Kebijakan pemerintah sejauh ini hanya berfokus pada pengaturan impor sementara untuk mendongkrak produksi lokal belum digarap dengan serius. Dibukanya perdagangan bebas, menjadi angin segar bagi negara produsen seperti Tiongkok tapi tidak bagi Indonesia. Dari segi harga, bawang putih impor dari Tiongkok jauh lebih murah disebabkan beberapa faktor.

Kerja sama ACFTA memberlakukan zero tarif (bebas tarif) untuk komoditas impor termasuk bawang putih dari Tiongkok. Selain itu, negara produsen seperti Tiongkok dapat memberikan dukungan yang besar kepada petani lokal mereka melalui berbagai subsidi dan program yang memudahkan petani untuk ekspor bawang putih.

Belum lagi dukungan teknologi yang lebih maju dibanding petani lokal Indonesia. Tidak heran hal ini menyebabkan biaya produksi dan distribusi bawang lebih rendah.
Sementara Indonesia, sebagai negara yang menjadi target pasar impor komoditi seolah mendapat gempuran dengan diberlakukannya perjanjian semacam ACFTA.

Indonesia tidak bisa melakukan kebijakan proteksi yaitu dengan menaikkan tarif impor karena ada perjanjian sebelumnya. Dengan begitu harga bawang impor bisa lebih murah dari bawang lokal.

Di sisi lain, pemerintah juga belum bersungguh-sungguh menyiapkan produksi bawang lokal yang cukup untuk kebutuhan nasional. Banyak petani yang mengalami kesulitan untuk mendapatkan bibit unggul, pupuk, hasil panen yang tidak optimal, hingga mahalnya biaya angkut. Intervensi pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan tersebut terasa masih minim.

Subsidi yang diberikan pemerintah dari segi pupuk maupun bibit terbatas sehingga banyak petani mandiri enggan menanam bawang putih karena mahal sementara harga jual tidak sebanding. Dalam sistem ekonomi kapitalis, subsidi menjadi hal yang diminimalisir karena khawatir merusak persaingan pasar.

Sebaliknya, pemerintah malah menyerahkan pengurusan produksi bawang putih melalui program wajib tanam dari kepada para importir. Dalam pelaksanaannya, pengawasan dan sanksi dari pemerintah juga masih lemah sehingga target wajib tanam lima persen ini belum sepenuhnya berhasil.

Kebijakan Islam

Islam memiliki pandangan yang unik terhadap peran pemerintah yaitu sebagai pengurus dan pelayan rakyatnya. Wajib bagi negara memastikan terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat bukan sekadar ketersediaan dan cadangan pangan yang terpenuhi namun dipastikan setiap individu rakyat dapat mengakses kebutuhan tersebut dengan mudah. Dalam pandangan Islam, kebijakan bawang putih terkait dengan tiga masalah yaitu pertanian, perdagangan, dan sanksi.

Dalam bidang pertanian, negara akan melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian bawang putih. Intensifikasi mulai dari penemuan bibit unggul, pengolahan tanah yang baik, pemupukan yang tepat, mengembangkan teknologi pertanian sementara ekstensifikasi dengan meluaskan lahan pertanian bawang putih yang selama ini sulit ditemukan.
Untuk itu, memberdayakan para ahli dan peneliti di bidang pertanian maupun bidang lainnya yang menunjang menjadi sebuah keharusan bagi negara.

Tentunya pembiayaan yang tidak sedikit diperlukan, maka negara mengambil pembiayaan untuk dua program di atas dari baitul maal bersumber dari pendapatan jizyah, fai, kharaj, ganimah, pengelolaan sumber daya alam dll.

Kedua, perdagangan. Asas yang digunakan bukan sistem kapitalis saat ini. Konsep pemerintahan Islam akan menyatukan negeri-negeri Muslim. Apabila stok bawang putih langka di daerah satu, Islam akan mengirim dari daerah lain. Dengan demikian, wilayah Islam tidak disempitkan dengan batas-batas negara dan kebijakan impor ekspor dalam wilayah Islam bisa dihapuskan karena pada dasarnya kebutuhan pangan adalah hak semua orang dalam pengurusan negara.

Ketiga, sanksi sebagai perangkat yang sangat penting untuk membuat pelaku kejahatan (seperti penimbunan) atau penyalahgunaan subsidi merasa jera sehingga distribusi bawang putih pun lancar. Dengan demikian, harga-harga bahan pokok yang meroket, termasuk bawang putih, tidak akan terjadi apabila kita mengambil aturan Islam sebagai solusinya. Wallahu a’lam bishawab [SP]

Comment