Hati-hati dan Waspada Jeratan ‘Bayar Nanti’

Opini732 Views

 

Oleh: Nani Salna Rosa, Aktivis Dakwah

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Seiring berkembang pesatnya teknologi digital, termasuk sektor keuangan, lahirlah metode baru pembayaran yang disebut paylater atau bayar nanti. Apabila tidak berhati-hati, kemudahan transaksi menggunakan skema ini bisa menjebak konsumen pada sikap konsumtif yang berujung dengan tumpukan utang.

Bijak memilih kebutuhan dengan menyusun daftar prioritas pun bisa menjadi penyelamat dari jebakan sistem pembayaran yang satu ini. Berdasarkan riset KataData Insight Center, seperti ditulis republika.co.id (15/11/2022), dari 5.204 responden yang di survei, sebanyak 16,5 persen adalah gen Y atau milenial yang banyak menggunakan fitur PayLater. Sementara dari gen Z jumlahnya berkisar di angka 9,7 persen.

Kemudahan akses untuk pinjam uang seperti ini, sebenarnya hanya untuk memuaskan keinginan demi gaya hidup. Rentenir dengan gaya baru, memanfaatkan konsumerisme dan hedonisme yang melanda generasi muda. Ditambah syarat untuk mengajukan pinjaman hanya dengan KTP (Kartu Tanda Penduduk). Dengan ini, banyak pemuda yang belum berpenghasilan menggunakan pay later.

Ironis dan sangat disayangkan negara justru memfasilitasi dan melegalkan dengan dalil, sudah terdaftar di OJK, bunga rendah, dan lain sebagainya. Sehingga, masyarakat menganggap hal ini boleh dan juga memudahkan bagi konsumen. Padahal, ini justru akan membahayakan, apalagi untuk para pemuda masa depan bangsa.

Jika dilihat dari sistem yang dianut, yaitu sistem sekulerisme-kapitalisme, tak heran jika hal ini terjadi. Sebab, sistem ini hanya memikirkan untung semata, juga menempatkan standar kebahagiaan hanya pada materi saja.

Akibatnya, masyarakat, terutama para pemuda berlomba-lomba memenuhi gaya hidup mereka. Tanpa peduli cara mereka meraihnya dengan cara halal atau haram, dan apakah akan berimbas pada masa depan mereka atau tidak.

Hal ini, sangat bertolak belakang dengan Islam di mana pemuda dan masyarakat diarahkan agar beriman dan bertakwa, dididik dengan sistem pendidikan Islam yang berbasis akidah Islam, dibina dengan gaya hidup yang diridhai Allāh SWT. Hingga akhirnya mereka memiliki gaya hidup yang bersahaja, hanya membeli barang sesuai kebutuhan, juga tidak menumpuk barang tanpa pemanfaatan. Sehingga, jauh dari sifat konsumerisme dan hedonisme.

Selain itu dengan diterapkannya sistem ekonomi Islam juga mampu melindungi dan menjauhkan pemuda dan masyarakat dari segala hal yang berbau ribawi. Sistem Islam juga menjamin kesejahteraan, kebutuhan pokok yang meliputi sandang, pangan, dan papan. Salah satu caranya adalah dengan membuka lapangan pekerjaan sebanyak-banyaknya bagi laki-laki yang memiliki kewajiban atas nafkah. Dengan begitu, pemuda dan masyarakat akan hidup sejahtera juga terhindar dari praktik ribawi. Wallāhua’lam bishshawwab.[]

Comment