Penulis: Nelliya Azzahra | Novelis dan Aktivis Muslimah
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Moderasi beragama didefinisikan sebagai pandangan moderat atau pertengahan, yakni mengamalkan atau mengajarkan agama secara tidak ekstrem yang asal usulnya dari kebijakan luar negeri AS setelah terjadinya peristiwa11 September dengan slogan “war on terorrism”.
Wacana ini terus digulirkan hingga pada Desember 2017 Resolusi Majelis Umum PBB mendeklarasikan 2019 sebagai tahun “International Year of Moderation” dalam upaya mempromosikan moderasi sebagai cara mencegah munculnya ekstremisme, terorisme, mempromosikan nilai-nilai dialog, toleransi, pemahaman, dan kerja sama (Muslimah news: 20/24/2024).
Ide ini menyandingkan istilah fundamentalis dan radikal membuat umat bingung dan tidak nyaman, terutama kaum muslimin yang berpegang teguh kepada agamanya.
Dengan istilah-istilah tersebut ketika mereka benar-benar menjalankan agama sesuai syariat Islam, mereka akan dilabeli sebagai kaum radikal, fundamentalis dan istilah lain yang sesuai dengan ide moderasi beragama.
Selain itu, gagasan islam moderat juga menuntut kaum muslimin tunduk pada mekanisme-mekanisme sekuler. Jika sudah demikian, lantas bagaimana kerukunan akan diciptakan? Padahal secara gamblang dapat ditemukan bagaimana Islam menjaga kerukunan beragama dengan toleransi yang pas tanpa kebablasan.
Dalam Islam, toleransi yang diterapkan bukanlah toleransi bebas tanpa batas. Bukan toleransi dengan mencampuradukkan antara yang hak dan batil. Toleransi dalam Islam termaktub dalam QS Al-Baqarah ayat 256:
“Tidak ada paksaan dalam memasuki agama Islam, sesungguhnya telah jelas perbedaan antara jalan yang benar dan jalan yang sesat. Barang siapa yang ingkar kepada thogut dan beriman kepada Allah, sungguh dia telah berpegang teguh kepada tali yang sangat kuat tidak akan putus, dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Umat bisa dipahamkan tentang konsep toleransi (tasamuh) dari aspek fikih.
Batasan toleransi di dalam Islam sangat jelas sebagaimana Allah berfirman dalam surat Al Kafirun ayat 6:
“Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.”
Dengan dalih toleransi, mereka terus berupaya menjajakan gagasan islam moderat ini hingga muncul program-program pendukung yang digadang-gadang sebagai solusi menyelesaikan persoalan potensi konflik terkait isu agama di berbagai negara termasuk Indonesia.
Kaum muslimin sejatinya menelaah secara mendalam terhadap sebuah ide atau gagasan yang bertentangan dengan hukum syara’. Jika kita cermati lebih jauh, gagasan islam moderat ini dapat menjauhkan kaum muslimin dari agamanya. Karena secara prinsip banyak bertentangan dengan syariat Islam ITU sendiri.
Oleh karena itu, kaum muslimin harus jeli menerima informasi dan mengambil keputusan. Tidak latah dan mudah terbawa arus. Dengan pemikiran yang mendalam, kaum muslimin sejatinya mencari tahu apa di balik gagasan yang ditawarkan.
Gagasan Islam moderat ternyata bukan untuk menjaga kerukunan dan toleransi – gagasan ini justru akan menjauhkan dan menggerus akidah umat Islam.
Berbanding terbalik dengan Islam yang tegas menjaga akidah umat. Menjaga akidah adalah salah satu kewajiban negara yang ditetapkan Islam. Oleh karena itu, negara tidak akan memfasilitasi berbagai hal yang justru dapat merusak akidah umat.
Hanya dalam sistem Islam hal ini dapat diwujudkan. Karena Islam agama sempurna dan paripurna. Memiliki aturan yang datangnya dari Sang Khalik. Wallahu a’lam bishshawab.[]
Comment