RADARINDONESISNEWS.COM, JAKARTA — Bertahun-tahun PBB menggaungkan hak asasi manusia (HAM) sebagai bentuk kesetaraan, keadilan, ketenangan manusia dalam menjalani kehidupan. Tapi tak pernah menyentuh hak itu untuk kaum muslim. Sekian lama berseliweran di sosial media, berita kepahitan yang disajikan.
Ketidakadilan, pembunuhan, kejahatan, kemiskinan, dan lainnya. Kali ini ketidakadilan menimpa dunia pendidikan di India, akibat pelarangan hijab maka dunia tahu, India mengalami krisis degradasi moral.
Tepat satu bulan yang lalu pemerintah India memberlakukan larangan memakai hijab untuk para muslimah di sekolah negeri. Hal ini tentu saja memicu beragam protes.
Cerita bermula siswa di sebuah perguruan tinggi pra-universitas setara sekolah menengah di distrik Udupi dan Karnataka memprotes. Pihak perguruan tinggi bersikeras siswa boleh memakai hijab tetapi di kelas harus dilepas. Kemudian digelar unjuk rasa. Aturan menyebutkan bahwa siswa dari institusi swasta harus mengikuti aturan berpakaian yang ditentukan manajemen sekolah, termasuk perguruan tinggi akan mengikuti aturan berpakaian yang diputuskan oleh dewan pengembangan perguruan tinggi.
Suara yang tidak sama menyebutkan bahwa Kongres Karnataka menetapkan jika larangan ini belum disahkan. Serta akan memecat kepala sekolah yang memberlakukan aturan ini. Salah satunya Kepala Sekolah Pra-Universitas Kundapur di distrik Udupi negara bagian yang dengan tegas sudah menolak siswa berhijab masuk kelas.
Berbagai petisi sudah dilayangkan, karena ini melanggar hak-hak warga negara sengaja menghalang-halangi kebebasan sesorang dalam menuntut ilmu. Ini adalah konspirasi hak atas pendidikan yang sifatnya fundamental. Bagaimana mungkin seorang pendidikan membiarkan anak-anak menangis atas busana yang menjadi kepercayaannya, ini sangat tidak manusiawi.
Mencari Akar Permasalahan
Muslim India memang menjadi warga minoritas, jumlah nya hanya 15 persen dari populasi atau sekitar 200 juta-an dari 1,39 miliar warga India. Meski ada di posisi kedua setelah Hindu, tetapi warga negara muslim banyak mendapat perlakuan yang tidak manusiawi. Semakin membuat Islam tersudut, karena pemerintah Karnataka yang dipimpin Partai Nasionalis Hindu yaitu Bharatiya Janata Party (BJP), dengan Perdana Menteri bernama Narendra Modi.
Narendra Modi sendiri adalah penguasa yang anti dengan Islam, selama kepemimpinannya banyak pelecehan, perkosaan, pengusiran, kejahatan yang menimpa kaum muslim.
Melalui Partai yang diusungkan memunculkan beberapa pemikiran yang tidak biasa, adalah keyakinan Hinduvta yang mempercauai jika faham Hindu adalah jalan satu-satunya bagi India, dengan mencelakakan agama lain (Islam). Lalu menyeru Sapi sebagai hewan suci, dan kaum muslim dilarang memakan sapi.
Cara untuk menghancurkan Islam perlahan adalah dengan membuat UU anti Islam. Pengesahan Amandemen Undang-Undang Kewarganegaraan India Citizenship Amendment Bill (CAB) pada Desember 2019 menjadi polemik dan memicu kerusuhan antara pemeluk Hindu dan Islam di New Delhi, India.
Parlemen India menerbitkan undang-undang yang akan memberikan kewarganegaraan India kepada para imigran dari tiga negara tetangga- Pakistan, Afghanistan, Bangladesh- asal mereka bukan Muslim dan mengeluarkan rancangan undang-undang kewarganegaraan National Register Of Citizens (NRC), yang menolak mengakui warga Muslim sebagai penduduk India. RUU tersebut memicu kemarahan dan protes serta tindakan kekerasan selama berbulan-bulan.
Butuh Solusi Islam
Memori kuat sejarah menyertai kebencian mereka terhadap Islam, India adalah tempat kelahiran Hindu, sekitar 2.500 tahun yang lalu. Islam pertama kali datang ke Asia Selatan pada abad ke-12, sebagian besar wilayahnya berada di bawah kekuasaan kerajaan Muslim Mogul pada saat masjid ini dibangun.
Kelompok nasionalis Hindu berkeras Dinasti Mogul menghancurkan kuil Hindu yang diyakini menjadi tempat kelahiran Dewa Rama untuk membangun masjid. Ratusan orang tewas dalam kekerasan yang kemudian terjadi di seluruh penjuru negeri akibat kejadian tersebut.
Tragisnya, Muslim India nyaris tidak mendapatkan perlindungan dari negara, juga dari lembaga-lembaga dunia, termasuk dari para pemimpin Dunia Islam.
Padahal dalam sebuah hadis menyebutkan , “Kaum Mukmin itu dalam hal saling mencintai, mengasihi dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Jika ada salah satu anggota tubuh yang sakit maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga (tidak bisa tidur) dan demam (turut merasakan sakitnya)” (HR Muslim).
Menjadi fardu kifayah menolong sesama muslim, haram berdiam diri saat melihat saudara muslim terzolimi. Kesatuan politik umat hanya ada pada sistem pemerintahan Islam yang selama 13 abad berdiri, menguasai 2/3 dunia.
Kekhilafan akan membangun industri militer yang memproduksi alutsista canggih, bekal para mujahid berjihad, melakukan pembebasan (futuhat). Akan melakukan diplomasi ke luar negeri, memberi tekanan kepada rezim tiran yang berusaha menindas kaum muslim di daerahnya, dan memaksa menghentikan aksinya. Jika tidak dan menolak, jihad/ perang defensif akan dilakukan sebagai jalan terakhir.
Inilah karena ketiadaan umat yang tercerai berai oleh batas teritori, banyak tapi tak berdaya,kuat tapi tak bisa membantu yang lemah. Wallahu a’lam.[]
Comment