Kapitalisme dan Badai PHK Tak Terbendung 

Opini168 Views

 

 

Penulis: Dewi Sartika (Pegiat Literasi)

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Fenomena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) berdampak semakin menambah tingkat pengangguran di negeri ini. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mencatat hampir 53.000 orang tenaga kerja telah menjadi korban PHK di Indonesia sepanjang Januari hingga September 2024.

Data dari Kemenaker yang dikutip dari Kontan, pada September 2024, tercatat ada tambahan jumlah korban PHK sebanyak 6.753 orang. Sehingga, jika digabungkan antara Januari lalu maka jumlah korban PHK mencapai 52.933 orang ungkap Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kemenaker Indah Anggara Putri.

Kasus PHK terbanyak terjadi di provinsi Jawa Tengah dengan total 14.767 kasus, Banten 9.114 kasus dan DKI Jakarta 7.469 kasus. Jika dilihat dari sektor kasus terbanyaknya kasus PHK berasal dari sektor pengolahan yang jumlah 24.013 kasus. Selanjutnya, pada sektor jasa yang mencapai hingga 12.853 kasus dan sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan mencapai 3.997 kasus, Kompas.com, (29-9-2024).

Kapitalisme Gagal Mensejahterakan Rakyat

PHK yang terjadi saat ini adalah dampak dari diterapkannya sistem ekonomi kapitalis di dunia ini. Kapitalisme menggunakan paradigma ”yang kuat dialah yang menang” Selain itu adanya sifat egoisme pengusaha yang hanya mengutamakan keselamatan perusahaannya dan mengabaikan nasib para pekerjanya.

Kesalahan paradigma kapitalisme terkait dengan ketenagakerjaan dan industri serta menetapkan kebijakan liberalisasi ekonomi adalah bentuk lepas tanggung jawab negara menjamin terbukanya lapangan pekerjaan yang luas dan memadai.

Negara tidak maksimal mengurusi seluruh urusan rakyat termasuk lapangan pekerjaan yang berujung pada tingginya angka pengangguran sehingga krisis ekonomi akan terus terjadi dan mengakibatkan rakyat sengsara.

Dalam kapitalisme, perusahaan swasta pastinya menjalankan prinsip-prinsip kapitalis dalam bisnisnya, di mana para pemilik modal yang mempunyai kuasa berlaku zalim pada para pekerjanya. Sebab, dalam sistem kapitalis pekerja hanya dianggap sebagai alat produksi, dipakai ketika mereka memberikan keuntungan pada perusahaan, dan dapat diberhentikan secara sepihak.

Mirisnya, negara tidak dapat berbuat banyak dalam hal ini, justru negara menerapkan regulasi yang berpihak kepada para pengusaha sehingga dengan leluasa melakukan PHK sesuka hati melalui terbitnya undang-undang omnibus law Cipta kerja.

Undang-undang Cipta kerja omnibus law dinilai sangat merugikan dan menyengsarakan para pekerja tetapi pemerintah tetap melaksanakan kebijakannya dan tunduk pada pemilik modal. Maka wajar jika PHK besar-besaran terjadi di negeri ini.

Masifnya gelombang PHK serta lahirnya regulasi kapitalistik menjadi indikasi bahwa negara gagal melindungi rakyat dari ancaman PHK dan perlindungan terhadap hak-hak pekerja. Selama sistem ekonomi kapitalis diterapkan maka kasus PHK akan terus berulang. Oleh karenanya untuk memutus rantai PHK dan kesejahteraan rakyat adalah dengan meninggalkan sistem ekonomi kapitalisme..

Sistem Ekonomi Islam Mensejahterakan Rakyat dan Pekerja

Islam memiliki pandangan berbeda tentang kesejahteraan. Dalam sistem kapitalis manusia dianggap sejahtera ketika terpenuhi seluruh kebutuhan jasmaninya (materi). Sementara prinsip ekonomi kapitalis adalah kebebasan memiliki harta secara perorang, kebebasan ekonomi dan persaingan bebas.

Sementara dalam sistem ekonomi Islam kesejahteraan diukur berdasarkan prinsip terpenuhinya kebutuhan setiap individu masyarakat baik sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan.

Islam memiliki mekanisme dalam upaya menyelesaikan persoalan pekerja di antaranya sebagai berikut;

Pertama, negara mendorong kepada individu untuk bekerja dengan menyiapkan fasilitas lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya. Individu yang ingin membuka usaha, negara memberi modal atau insentif agar mereka dapat memulai usahanya. Negara memberi pelatihan dan keterampilan agar masyarakat dapat bekerja pada jenis industri dan pekerjaan yang sesuai dengan keterampilannya. Sehingga dalam Islam tidak ada orang yang menganggur.

Kedua negara mengatur kepemilikan harta, yakni kepemilikan individu, pemilihan umum, dan Kepemilikan negara. Dengan kejelasan tentang kepemilikan harta, maka negara memiliki wewenang penuh untuk mengelola harta milik umum untuk kemaslahatan rakyatnya.

Dalam Islam dilarang menyerahkan pengelolaan harta milik umum kepada swasta, atau individu untuk memperkaya diri. Dengan kewenangan negara mengelola harta milik umum mala negara dapat mendirikan berbagai jenis industri yang memungkinkan dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Penyerapan tenaga kerja industri akan mendorong masyarakat untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuannya.

Ketiga negara menetapkan standar gaji buruh/pekerja sesuai ketentuan Islam yakni berdasarkan manfaat tenaga yang diberikan oleh buruh di pasar, bukan standar biaya hidup terendah. Sehingga tidak ada lagi eksploitasi buruh oleh pengusaha dan pengusaha tidak dapat memberhentikan pekerjanya secara sepihak.

Jika suatu saat ada perselisihan antara pekerja dengan pengusaha terkait persoalan upah maka keduanya memilih seorang Pakar (khubara) untuk menentukan upah pekerja yang sepadan. Jika keduanya tidak menemukan kesepakatan Maka seorang khalifah (presiden) turun tangan memilihkan pakar untuk keduanya dan memaksa keduanya untuk mengikuti keputusan pakar yang dipilih oleh khalifah tersebut. Dengan pengaturan ini maka tidak ada lagi pengangguran, PHK, dan eksploitasi buruh atau pekerja.

Kapitalisme terbukti gagal dalam upaya memberi jaminan dan kebutuhan serta perlindungan kesejahteraan pekerjanya. Hanya dengan Islam persoalan buruh dan PHK dapat dicegah serta kesejahteraan masyarakat dapat terwujud. Wallahu a’lam Bisshawab.[]

Comment