Penulis: Ummu Balqis | Ibu Pembelajar
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Persoalan kemiskinan tidak hanya terjadi di negeri ini, melainkan terjadi di seluruh dunia. Berbagai macam upaya telah dilakukan, akan tetapi kemiskinan tak kunjung usai. Generasi yang diharapkan sebagai aset bangsa, justru dilanda kemiskinan ekstrim.
Sebagaimana dilansir dari kumparan.com (15/02/2024), jumlah anak di seluruh dunia yang tak memiliki akses perlindungan sosial mencapai setidaknya 1,4 miliar. Ini merupakan anak di bawah usia 16 tahun berdasarkan data dari lembaga PBB dan badan amal Inggris Save the Children.
Tak adanya akses perlinsos ini membuat anak-anak lebih rentan penyakit, gizi buruk dan terpapar kemiskinan. Data tersebut dikumpulkan oleh Organisasi Buruh Internasional (ILO), Dana Anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) dan Save the Children.
Kemiskinan ekstrim yang melanda generasi, tidak lain karena penerapan sistem ekonomi kapitalis. Sistem ini tidak akan pernah memberikan kesejahteraan bagi semua kalangan. Sistem ini hanya akan menyejahterakan pihak-pihak tertentu saja (oligarki).
Anak-anak yang tidak memiliki akses perlinsos – tentu nasib mereka, sangat buruk. Bagaimana mungkin generasi akan maju, sedangkan mereka senantiasa dilanda kesulitan ekonomi. Tidak sedikit kita menyaksikan, anak-anak di bawah umur yang seharusnya mereka belajar, akan tetapi disibukkan dengan pekerjaan untuk menghasilkan uang. Anak-anak terpaksa menanggung beban hidup yang begitu berat, akibat terabaikan oleh negara.
Sistem ekonomi kapitalis benar-benar telah merampas keadilan masyarakat. Sistem ini telah menjamin hak kepemilikan sebebas-bebasnya. Seseorang boleh memiliki apa saja yang dia inginkan, asalkan dia mampu membelinya. Sistem ini bak hukum rimba, yang kuat ekonominya dialah yang berkuasa.
Sistem ini telah memberi kebebasan kepada sang pemilik modal untuk menguasai SDA. Keuntungan SDA yang tak terbatas nilainya, dirampas oleh mereka. Rakyat kecil hanya gigit jari, negara tak mau peduli.
Sistem ini juga menciptakan kemiskinan dan kesenjangan yang luar biasa. Oleh karena itu, tidak seharusnya sistem ini diterapkan karena hanya akan menimbulkan berbagai macam persoalan ekonomi. Sistem ini telah terbukti gagal mewujudkan kesejahteraan.
Islam memiliki sistem ekonomi yang dapat menyejahterakan seluruh kalangan rakyat, khususnya generasi. Islam memiliki konsep ekonomi yang khas. Di antaranya Islam mengatur kepemilikan sesuai syariat. Islam membagi kepemilikan menjadi tiga, yaitu kepemilikan individu, umum dan negara.
Pertama: kepemilikan individu adalah segala sesuatu yang boleh dimiliki oleh individu seperti rumah, tanah, kendaraan, pakaian dan lain-lain. Kepemilikan individu boleh dimiliki sesuai kesanggupan seseorang untuk membelinya.
Kedua: kepemilikan umum, yaitu kepemilikan yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak dan milik bersama, seperti SDA, jalan, laut, sungai dan lain-lain. Kepemilikan umum haram dimiliki individu, meskipun individu tersebut sanggup membelinya. Islam tidak akan menyerahkan kepemilikan umum dikelola oleh individu (swasta), misal SDA. Karena jika diserahkan kepada individu, pasti akan mendzalimi masyarakat lainnya, hingga berakhir pada kesenjangan ekonomi. Rasulullah Saw bersabda :
اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ في ثلَاَثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْماَءِ وَالنَّار
Artinya: Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api. (HR Abu Dawud dan Ahmad)
Hadits ini menunjukkan pesan Nabi Muhammad Saw kepada seluruh kaum muslimin agar tidak menyerahkan kepemilikan umum kepada individu. Kepemilikan umum adalah milik umat, yang wajib dikelola negara, hasil keuntungan diserahkan kepada masyarakat, bukan masuk pada kantong-kantong pengusaha.
Ketiga: kepemilikan negara, yaitu harta milik kaum muslimin, yang dikelola oleh negara. Seperti fai, ganimah, jizyah, kharaj, khumus, dan lainnya. Pemasukan ini akan digunakan untuk kepentingan negara dan demi kemaslahatan kaum muslimin.
Sistem ekonomi Islam hanya bisa diterapkan dalam sebuah negara dengan jonsep Islam. Pemimpin Islam akan melaksanakan tanggung jawab mengurus rakyat dengan sebaik-baiknya. Karena penguasa Islam sangat sadar, bahwa dia akan dimintai pertanggung-jawaban apabila lalai dalam menjalankan amanah.
Islam memandang sejahteranya masyarakat adalah terpenuhinya kebutuhan ekonomi perindividu, tidak dihitung pendapatan rata-rata masyarakat. Jika ada salah seorang individu rakyat saja yang kelaparan, maka itu langsung dipandang masalah besar yang harus segera diselesaikan. Tidak seperti saat ini, begitu banyak rakyat miskin tapi masih dipandang aman.
Dalam Islam, generasi sangat diperhatikan. Sehingga Islam tidak akan membiarkan generasi kekurangan dalam segi ekonomi apalagi masuk kategori kemiskinan ekstrim. Nafkah anak-anak dikembalikan kepada kewajiban orang tua, khususnya suami.
Oleh karena itu, pembukaan lapangan kerja bagi orang tua (suamu) dibuka seluas-luasnya. Dengan demikian, orang tua (suami) akan memperoleh pendapatan sehingga cukup menafkahi anak dan keluarga.
Walhasil, sudah saatnya kita menyelamatkan generasi dari kemiskinan ekstrim. Campakkan sistem ekonomi kapitalis yang merugikan kehidupan umat manusia dan segera ganti dengan sistem ekonomi Islam agar kesejahteraan dirasakan oleh segenap umat manusia di muka bumi. Wallahu ‘alam.[]
Comment