Oleh: Winda Nurajizah, S.Pd, Al Hafizhah
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — “Tidakkah terasa sempit ketika yang dikejar sebatas dunia ? Jadikanlah Allah sebagai puncak tujuan.”
Perjalanan untuk mimpi yang hidup
Hidup! Sebuah kata yang berdiri tegak dengan setiap hurufnya tapi membuat setiap orang menerjemahkannya berbeda-beda. Hidup adalah proses teramat panjang. Begitupun setiap detiknya adalah proses kebaikan ataupun keburukan.
Perjalananku
Aku terlahir dari keluarga agamis yang sederhana, aku merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari satu perempuan dan dua laki-laki. Sejak keluar dari jenjang SD aku tinggal di pesantren sambil melanjutkan sekolahku.
Bapakku selalu berpesan agar aku menjadi panutan dan menebarkan kebaikan. Menjadi seorang kakak bukanlah hal yang mudah karna memang harus menjadi contoh terbaik untuk adik-adiknya.
Pada tahun 2016, aku selesai menempuh pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA). Tidak terasa, 6 tahun sudah aku berada di pesantren. Saat teman-temanku melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi dan menghafal Al-qur ‘an, aku salah satu orang yang bingung mau melanjutkan kemana, karna orang tuaku menginginkan aku belajar di pesantren klasik sedangkan aku ingin melanjutkan sekolah dan meraih mimpiku.
Entah kenapa Allah memilihkan untuku sebuah lembaga penghafal Al-qur’an. Saat itu membuatku sedih dan tidak percaya diri dalam beberapa minggu.
Namun setelah kujalani, kenyataan justru berbeda. Memang benar bahwa apapun yang Allah takdirkan untuk kita semua akan indah pada waktunya. Saat ini aku telah membuktikan kebenaran kata-kata tersebut.
Aku sangat bersyukur Allah takdirkan menghafal kallam-Nya karna di sinilah aku belajar bahwa Al-qur’an adalah obat bagi semua penyakit, solusi dari setiap masalah dan penenang dari setiap kegelisahan.
Saat itu tepatnya 28 April 2017, rasa haru menghampiriku, aku persembahkan hafalan ziyadah terakhirku untuk orang tuaku yang sangat kucinta, yang selalu setia memberi dukungan dan doa di setiap sujud dan sepertiga malamnya.
Berjuang atau tenggelam
Bergerak dalam perjalanan panjang kehidupan seperti memasuki kota metropolitan. Di setiap langkah berjejer godaan, di setiap tikungan dipenuhi jebakan.
Menghafal Al-qur’an bukanlah hal yang mudah tapi penuh perjuangan dan kesabaran, penuh pemantasan dan keikhlasan.
Bagiku menghafal Al-qur’an bukan hanya menghafal huruf demi huruf dan ayat demi ayat tapi cara terbaik yang Allah hadirkan untuk menemukan pola kebahagiaan dalam hidup agar tidak tersesat dalam perjalanan panjang ini.
Setiap hari selepas sholat subuh para santri berjuang memperbaiki dan menambah hafalan Qur’an yang disimak oleh para pengajar. Namun menghafal Al-qur’an tidaklah semudah membalikan tangan. Banyak godaan dan rintangan, apalagi saat hafalan yang di ujikan tidak lancar. Di situlah semua rasa campur aduk dalam diri.
Pernah, suatu saat aku pun ingin menyerah karna hafalanku yang tak kunjung lancar dan aku berpikir bahwa ini bukan tempatku dan ditambah penyakitku yang kembali datang sehingga membuat diri ini cemas dan limbung. Sebuah kondisi yang kurang baik tentunya.
Di sore hari, saat semua santri menyetorkan hafalan Qur’annyah aku duduk dan merenung di teras masjid. Saat itulah tiba-tiba temanku datang memberi semangat. Sahabatku itu kemudian mengingatkan bahwa menghafal Al-qur’an itu tidak hanya butuh kemauan tetapi juga perlu perjuangan.
“Kita harus memberikan kado terbaik untuk orang tua kita berupa jubah dan mahkota kemuliaan di akhirat kelak, karna berjuang itu berkorban dan berkorban itu terkorbankan.” Bisik sahabatku dengan suara lembut.
Bersabar dan ikhlas
Dua kata kunci istimewa inilah yang pernah mamah titipkan kemanapun aku pergi dan dimanapun aku berjuang. Guruku berpesan bahwa bersabar dalam perjuangan dan ujian yang Allah berikan menentukan kualitas rasa syukur kita.
Alhamdulillah sampai detik ini, dengan wasilah Al-qur’an Allah pertemukan aku dengan orang-orang baik yang sevisi dalam perjalanan perjuangan dakwah.
Pada tahun 2018, dengan wasilah Al-qur’an Allah memberiku amanah menjadi pimpinan program di sebuah lembaga yaitu Rumah Tahfizh preneur yang mencetak calon guru yang hafizh Qur’an dan berjiwa entrepreneur.
Pada tahun 2019, dengan sifat rahmanNya, Allah kembali memberiku banyak kejutan berupa kesembuhan dari penyakit dan diamanahkan menjadi pimpinan psantren di sebuah yayasan pendidikan di kota Bandung.
Kehidupan, pada awalnya tidak selalu indah namun percayalah jika kita sungguh sungguh untuk mengubahnya, keindahan itu akan kita dapatkan. Karna semua itu membutuhkan proses panjang dan itulah proses pendewasaan.
Dalam proses perjuangan harus dibumbui dengan rasa ikhlas, karna ikhlas adalah satu disiplin hati yang mudah dikatakan dan sering dijargonkan tapi tidak mudah dipraktikkan apa lagi diistiqomahkan. Oleh karena itu kita harus berlatih setiap hari.[]
Comment