KTT-Quad: Indo-Pasifik Berada Dalam Cengkraman Neo-Imperialisme

Opini504 Views

 

Oleh: Dwi Sri Utari,S.Pd*

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Presiden AS Joe Biden telah menyelenggarakan pertemuan empat arah pertama dengan para pemimpin Australia, India, dan Jepang pada Jumat, 12/03/2021 secara virtual.

Pertemuan KTT QUAD (Konferensi Tingkat Tinggi “Quadrilateral Security Dialogue”) ini dilaksanakan untuk meningkatkan upaya memperkuat aliansi karena kekhawatiran atas kebangkitan China.

KTT itu terjadi pada saat keempat negara demokrasi ini melihat hubungan memburuk dengan China, yang dalam setahun terakhir terlibat dalam bentrokan mematikan dengan pasukan India di Himalaya, telah meningkatkan aktivitas di dekat pulau-pulau yang dikelola oleh Jepang dan telah memberlakukan sanksi pada produk-produk Australia hingga menyusul serangkaian perselisihan. (liputan6.com, 12/03/2021).

Keempat pemimpin negara Quad pun berkomitmen mempromosikan tatanan berbasis aturan yang bebas dan terbuka. Tatanan ini berakar pada hukum internasional untuk memajukan keamanan dan kemakmuran serta melawan ancaman di Indo-Pasifik dan sekitarnya.

Posisi Indonesia di kawasan Indo-Pasifik sendiri merupakan negara besar yang sejatinya memiliki peran sentral terkait isu di kawasan ini. Indonesia memiliki sejumlah jalur ekonomi dan perdagangan penting yang dilalui oleh peta jalan megaproyek OBOR (One Belt One Road).

Di sisi lain, bagi politik internasional AS, Indonesia adalah negara penyedia sumber daya alam yang tak lain adalah bahan mentah bagi roda produksi dalam sistem ekonomi kapitalisme di mana AS adalah pemain utamanya.

Telah diketahui sejak dulu bahwa Indonesia merupakan negeri dengan kekayaan alam yang melimpah. Selain itu Indonesia juga sebagai negara terbesar di kawasan Asia Tenggara bahkan Indo-Pasifik. Maka, tidak mengherankan apabila potensi yang dimiliki Indonesia begitu menggiurkan negara-negara kapitalis besar.

Hal tersebut telah dibuktikan oleh sejarah di mana Indonesia dan bangsa-bangsa di kawasan Indo-Pasifik telah mengalami penindasan kolonialisme dan imperialisme yang cukup panjang.

Selama berabad-abad lamanya negara-negara di kawasan tersebut mengalami penindasan dan penghisapan yang dalam oleh negara-negara Eropa dan Amerika. Di Indonesia sendiri ditandai dengan penguasaan kolonial oleh Bangsa Portugis, Belanda, dan Jepang sebelum kemerdekaan.

Meskipun sudah meraih kemerdekaan, masuknya Multi Nasional Corporation (MNC) dari negara maju dan lembaga keuangan multilateral menunjukan kawasan Indo-Pasifik masih di bawah kontrol imperialis Asing.

Kuatnya penguasaan modal asing terhadap tanah, sumber energi, keuangan dan hilangnya akses rakyat terhadap sumber-sumber ekonomi yang menyebabkan semakin memburuknya kondisi ekonomi rakyat. Kemerdekaan negara-negara di kawasan Indo-Pasifik pun tidak mengakhiri dominasi negara-negara imperialis di kawasan ini.

Di samping itu, negara-negara kawasan Indo-Pasifik juga diseret untuk terlibat dalam globalisasi ekonomi yang tidak lain adalah globalisasi pasar, atau juga disebut pasar bebas.

Padahal melalui pasar bebas globalisasi ekonomi, negara-negara maju dapat dipastikan akan tetap tampil sebagai pemenang dan dapat melanjutkan praktek perampasan. Bahkan untuk menyukseskan seluruh rencana liberalisasi pasar tersebut, pemerintahan negara maju dan lembaga keuangan multilateral menyalurkan dukungan dana melalui perjanjian-perjanjian yang mengikat.

Dengan demikian negara-negara maju dapat mejalankan agendanya dengan landasan hukum yang mengikat.

Saat ini, ideologi kapitalisme tengah menguasai konstelasi politik internasional. Melalui rencana strategis dan berbagai sarana yang mereka implementasikan, tata cara hubungan satu sama lain, dan manuver-manuver politik yang dilakukannya, mereka menjadi adidaya.

Adapun metode yang dijalankan oleh ideologi kapitalisme untuk tetap menjadi adidaya adalah dengan jalan penjajahan (imperialisme), yaitu pemaksaan dominasi politik, militer, budaya, dan ekonomi atas bangsa-bangsa yang dikuasai untuk dieksploitasi.

Meskipun metodenya bersifat tetap dari segi faktanya (penjajahan) tetapi cara-cara untuk mewujudkan penjajahan telah mengalami sedikit perubahan. Mengenai perubahan cara penjajahan, telah dikenal apa yang dinamakan “penjajahan gaya lama” yang terpusat pada dominasi militer. Kemudian berkembang menjadi apa yang dinamakan “penjajahan gaya baru (neo imperialisme)” yang bertumpu pada hal-hal lain.

Seperti bertumpu pada aspek ekonomi, semisal utang luar negeri dan apa yang dinamakan “rencana pembangunan,” dan perjanjian-perjanjian dagang yang samar (multi interpretasi).

Dengan demikian, posisi Indonesia dan negara-negara Indo-Pasifik lainnya di antara konflik China dengan negara Amerika, Australia, India, dan Jepang hanyalah sebagai objek imperialisme gaya baru.

Bagaimana agar dapat membendung neoliberalisme dan neoimperialisme? Hakikatnya dibutuhkan ketahanan negara yang kuat yakni kemampuan yang dimiliki oleh negara dan masyarakat untuk menghadapi segala ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan.

Kekuatan itu hanya dapat dimiliki apabila sistem negara berpijak pada  Islam, bukan pada sistem kapitalis sekular.

Dengan ketahanan ideologi ini, neoliberalisme dan neoimperialisme akan menghadapi tembok yang tebal yang tak mungkin ditembus. Pasalnya, masuknya neoliberalisme dan neoimperialisme ke negeri-negeri Islam banyak diawali dengan pembuatan UU (undang-undang) yang berpihak kepada pemodal asing.

Padahal jelas UU tersebut dari segi substansinya jelas bukanlah syariah Islam, karena tidak bersumber dari wahyu (Al-Quran dan as-Sunnah). Wallahu a’lam bishshawab.[]

*Praktisi pendidikan, Aktivis politik islam

____

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat menyampaikan opini dan pendapat yang dituangkan dalam bentuk tulisan.

Setiap Opini yang ditulis oleh penulis menjadi tanggung jawab penulis dan Radar Indonesia News terbebas dari segala macam bentuk tuntutan.

Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan dalam opini ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawab terhadap tulisan opini tersebut.

Sebagai upaya menegakkan independensi dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ), Redaksi Radar Indonesia News akan menayangkan hak jawab tersebut secara berimbang.

Comment