LPG 3 kg Subsidi Kembali Langka, Mengapa?

Opini820 Views

 

 

Penulis:  Novita Mayasari, S.Si | Pegiat Literasi

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA–  Mengkhawatirkan, dunia perdapuran kembali terguncang, hingga menambah daftar kesulitan hidup yang kian hari kian mencekik rakyat cilik. Betapa tidak, akhir-akhir ini kabar kelangkaan LPG 3 kg (melon) kembali ramai di berbagai daerah.

Menurut Nicke Widyawati selaku Direktur Utama PT Pertamina (Persero), penyebab LPG 3kg langka karena adanya peningkatan konsumsi.

“Juli ini memang ada peningkatan konsumsi sebesar 2 persen sebagai dampak dari adanya libur panjang beberapa waktu lalu. Kami sedang melakukan recovery dari penyediaan distribusinya untuk mempercepat,” ujarnya melalui keterangan resmi sebagaimana ditulis cnnindonesia.com Kamis (27/07/2023).

Kapitalisme Semakin Menyengsarakan

Sejatinya, penyediaan LPG di tengah rakyat adalah tanggung jawab pemerintah. Namun faktanya, justru dengan adanya kelangkaan LPG 3kg (melon) ini, semakin menampakkan bahwa pemerintah gagal memenuhi kebutuhan pokok rakyat dan kesengsaraan menbsyangi di depan mata.

Pemerintah berdalih bahwa terjadinya kelangkaan ini dikarenakan konsumsi yang meningkat dan tidak tepat sasaran. Padahal, jika kita telusuri kenyataannya terletak pada pengelolaan migas (minyak dan gas) yang masih berada di bawah cengkeraman sistem kapitalisme.

Sebagaimana data yang dirilis oleh Kementerian ESDM (Energi Sumber Daya Manusia), Indonesia memiliki cadangan gas alam sebesar 41,62 triliun kaki kubik persegi pada tahun 2021.

Namun sangat disayangkan,  kapitalisme telah melegalkan liberalisasi migas di negeri ini. Walau menyimpan banyak kekayaan migas,  rakyat tidak menikmati manfaat tersebut dalam kehidupan. Rakyat tidak bisa menikmati kekayaan migas dengan mudah dan murah.

Ini semua terjadi tidak lain karena pemerintah telah menyerahkan urusan pengelolaannya sampai ke penjualan gas alam atau gas bumi ini kepada pihak swasta. Tentu saja swasta mengelolanya dengan konsep yang ujungnya beorientasi bisnis alias keuntungan.

Dengan begitu terbukti bahwa pemerintahan dalam sistem kapitalisme saat ini telah mandul bahkan telah kehilangan fungsinya sebagai pengurus umat. Padahal, Rasulullah SAW telah menjelaskan dalam haditsnya:

“Imam adalah pelayan dan ia bertanggung jawab terhadap urusan rakyatnya”, (HR. Bukhori).

Tidak sampai di situ, pemerintah tampaknya tergerus oleh kapitalis sehingga hanya bertindak sebagai pembuat regulasi saja. Walhasil kebijakan demi kebijakan yang dikeluarkan pun tidak pro terhadap rakyat.

Alhasil, dengan terjadinya kelangkaan LPG ini akan membuka pasar semakin luas dan membuat para pengusaha semakin berada di ‘atas angin.’ Sebaliknya, rakyat semakin menderita dengan goresan luka yang kian bertambah hingga menganga dengan lebarnya.

Islam atasi Masalah Kelangkaan Kebutuhan Pokok

Berbeda dengan kapitalisme yang menjadikan negara hanya sebagai regulasi semata, Islam justru menetapkan bahwa negaralah yang berkewajiban memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya tanpa harus dibayang-bayangi oleh kelangkaan dan harga yang mahal. Negara wajib menjamin setiap individu agar mendapatkan pengurusan yang baik.

Untuk itu, negara harus memudahkan setiap individu mengakses berbagai kebutuhan layanan publik dan menggunakan fasilitas umum.

Selain itu, sumber daya alam yang menguasai hajat hidup publik termasuk minyak dan gas, diatur dengan sistem ekonomi Islam dan dipastikan ketersediaan migas tersebut merupakan sumber energi untuk semua rakyat dengan harga yang murah dan gratis. Bahkan bisa dinikmati dan dimanfaatkan oleh rakyat.

Islam mengharuskan pengelolaan sumber daya alam dikelola oleh negara. Adapun minyak dan gas masuk dalam kategori harta milik umum (rakyat). Pendapatannya dikembalikan semua kepada rakyat. Sebagaimana hadis Rasululullah SAW;

“Kaum muslim itu berserikat dalam tigaa hal yaitu, air, padang rumput dan api”. (HR. Abu Daud)

Sehingga setiap individu memiliki hak memperoleh manfaat dari hasil pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) tersebut tanpa adanya perbedaan. Baik pria ataupun wanita, tua ataupun muda, miskin ataupun seorang sultan.

Pengelolaan SDA – dalam hal ini adalah minyak dan gas  tidak bisa dimanfaatkan secara langsung namun harus melalui proses pengeboran, penyulingan serta memerlukan biaya dan usaha yang ekstra untuk mengeluarkannya dari perut bumi.

Maka sudah seharusnya negara atau pemerintah mengambil alih penguasaan eksploitasinya mewakili rakyat dan selanjutnya menyimpan pendapatannya di Baitul Mal (kas ngara) kaum muslim.

Kepala negara adalah pihak yang memiliki wewenang dalam hal pendistribusian hasil dan pendapatan sesuai dengan dan dijamin oleh hukum-hukum syariat dalam rangka mewujudkan kemaslahatan bagi kaum muslimin.

Adapun terkait pembagian hasil barang tambang dan pendapatan milik umum ada beberapa hal, yaitu:

Pertama, untuk membiayai seluruh proses operasional produksi minyak dan gas, pengadaan sarana dan infrastruktur, riset eksploitasi, pengolahan hingga distribusi ke SPBU-SPBU. Kemudian membayar seluruh kegiatan administrasi dan tenaga yang terlibat.

Kedua, dibagikan kepada rakyat yang sejatinya adalah pemilik harta milik umum beserta pendapatannya.

Negara dalam konsep islam tidak terikat oleh aturan tertentu dalam pendistribusian ini. Negara boleh saja membagikan minyak bumi dan gas kepada yang memerlukannya untuk digunakan secara khusus di rumah-rumah bahkan pasar-pasar. Baik secara gratis atau boleh juga negara menjual harta milik umum ini kepada rakyat dengan harga yang sangat murah atau dengan harga pasar. Negara boleh membagikan uang hasil keuntungan tersebut kepada setiap individu.

Semua tindakan tersebut diambil dalam rangka mewujudkan kebaikan dan kemaslahatan seluruh rakyat. Pengelolaan Migas yang sesuai dengan syariat Islam akan menyejahterakan dan menentramkan semua rakyat. Wallahu’alam bishowwab.[]

Comment