Maraknya Kekerasan Seksual di Indonesia

Opini290 Views

 

 

 

Oleh: Revista Rizky, Mahasiswi Pascasarjana Universitas Negeri Malang

_________

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Kekerasan seksual di hari ini semakin marak. Bagaimana tidak, Indonesia yang dikenal dengan masyarakatnya yang ramah serta menjunjung tinggi norma dan nilai-nilai yang ada, malah menjadi salah satu negara dengan angka kekerasan seksual yang cukup mengkhawatirkan.

Dilansir dari Kemenpppa.go.id data yang diinput pada tanggal 1 Januari 2023 hingga saat ini ada 10.333 kasus kekerasan dengan 1.994 korban laki-laki dan 9.239 korban perempuan. Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) merilis data kekerasan seksual disatuan pendidikan sepanjang Januari hingga April 2023 sebanyak 46,67% kasus kekerasan seksual pada jenjang SD/MI, 13,33% di jenjang SMP, 7,67 terjadi di SMK, dan 33,33% di pondok pesantren.

Dari data-data tersebut menunjukan bahwa kekerasan seksual setiap tahunnya semakin meningkat. Mirisnya lagi korban kekerasan seksual tertinggi untuk saat ini yaitu anak-anak yang sedang menempuh pendidikan di sekolah dasar.

Anak-anak yang harusnya menikmati masa sekolah dengan asyik dan semangat, malah harus duduk dirumah dengan psikis terguncang. Bahkan banyak diantara korban kekerasan seksual kondisi kesehatannya memburuk akibat alat reproduksinya mengalami infeksi akut.

Seperti kasus yang menimpa gadis berusia 15 tahun di Kabupaten Parigi, Moutong, Sulawesi Tengah. Rahimnya terancam diangkat sebab ia mengalami kekerasan seksual yang dilakukan oleh 11 pelaku (BBC Indonesia, 9-6-2023).

Sungguh keji! Ini salah satu dari ribuan kasus yang ada, bagaimana dengan kasus-kasus lainnya?. Sebagaimana negara-negara lainnya, Indonesia memiliki Undang-undang dan hukumnya yang tegas jelas berupaya melakukan berbagai cara untuk menekan angka kekerasan seksual yang terus terjadi pada anak.

Apalagi menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bahwa Indonesia saat ini darurat kekerasan seksual terhadap anak. Meski Indonesia telah mengeluarkan UU 35/2014 tentang perlindungan anak, dan setiap orang dilarang melakukan kekerasan seksual atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul tetap saja setiap orang melanggar ketentuan tersebut.

Jika kita telisik, ada banyak aspek yang menjadikan kasus kekerasan seksual terhadap anak semakin meningkat. Pertama, ancaman hukuman tidak memberikan efek jera kepada si pelaku, sebab hukuman yang diberikan tidak sampai pada hukuman mati, melainkan hanya dipenjara beberapa tahun saja. Bahkan realitanya jika kasus kekerasan seksual tidak dikawal ketat oleh publik, pelaku bisa saja menerima sanksi yang sangat ringan. Seperti menyelesaikannya secara damai antar keluarga, memberi sejumlah uang untuk perawatan korban sehingga keluarga memberikan maaf, dan cara-cara enteng lainnya yang jelas kasus bisa “hilang” tanpa penyelesaian secara hukum.

Kedua, perbedaan definisi kasus diantara aparat yang bisa saja menjadi kesalahan fatal terkait menentukan hukum pada pelaku. Kalau sudah begini bagaimana bisa terwujud keadilan hukum?

Ketiga, media massa yang dikemas dengan tontonan-tontonan tidak senonoh, seperti pornografi,  pornoaksi yang masih bergentayangan di dunia maya. Siapapun akan mudah mengakses melalui ponsel mereka.

Keempat, sistem sekuler kapitalis dalam pendidikan hari ini menjadi masalah besar bagi generasi. Bagaimana tidak, kurikulum pendidikan sekuler gagal mewujudkan generasi yang berkualitas di semua sisi. Khususnya bidang agama yang semakin dijauhkan dari kurikulum pendidikan hari ini. Sehingga outputnya adalah generasi yang hanya cerdas, pintar, tetapi keimanannya ambyar, pergaulannya bebas, dan bahkan menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual. Na’udzubillah.

Kondisi ini jelas tidak boleh terus dibiarkan. Harus ada tindakan konkret untuk memutus rantai kejahatan, yaitu dengan mengganti sistem sekuler dengan sistem yang lebih pari purna (sistem Islam). Sistem Islam merupakan sistem yang lahir dari akidah Islam. Dengan sistem Islam keimanan, ketakwaan, bahkan halal dan haram menjadi dasar penyelesaian bagi setiap masalah dalam seluruh aspek kehidupan, khususnya aspek pendidikan.

Output yang dihasilkan dari sistem pendidikan Islam adalah generasi yang mempunyai kepribadian Islam. Dengan kepribadian islam itulah, generasi tidak akan muda bermaksiat dan terhindar dari berbagai kejahatan. Kontrol sistem pendidikan Islam ini tidak dapat diterapkan secara individual saja, namun butuh sinergitas antar masyarakat dan juga negara.

Masyarakat akan melakukan amar ma’ruf nahi mungkar. Budaya saling menasehati akan mencegah individu berbuat kerusakan. Masyarakat tidak akan memberi kesempatan perbuatan mungkar terus menyubur. Dengan begitu, fungsi masyarakat sebagai kontrol sosial dapat berjalan dengan baik.

Negara pun juga akan menerapkan sistem Islam di segala aspek kehidupan. Negara akan menjaga kehidupan laki-laki dan perempuan. Artinya negara akan menerapkan sistem pergaulan dalam islam yang memisahkan antara kehidupan laki-laki dan perempuan, kecuali ada keperluan yang dibenarkan oleh syarak. Tidak terjadi interaksi khusus antara laki-laki dan perempuan nonmahram selain dalam ikatan pernikahan.

Praktik prostitusi akan dihilangkaan sebab semua praktik prostitusi adalam haram, sehingga tidak aka nada lagi istilah “prostitusi legal”. Negara akan menerapkan sistem media massa guna mencegah adanya konten pronografi dan pronoaksi sehingga tidak ada rangsangan yang bisa mendorong terjadinya kekerasan seksua.

Sistem ekonomi dalam Islam pun menempatkan perempuan sebagai pihak yang dinafkahi sehingga mereka tidak perlu keluar mencari nafkah demi menyambung hidup dirinya sampai menembaptkannya pada bahaya.
Seluruh sistem tersebut akan dapat terlaksana dalam sistem Islam.

Jika pelecahan seksual terjadi sampai kategori zina, hukumnya adalah 100 kali dera bagi pelaku yang belum menikah dan hukuman rajam bagi pelaku yang sudah menikah. Sebagaimana dalam QS. An-nur: 2, Allah SWT berfirman:

“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah taip-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera.”

Dalam sebuah hadits riwayat Bukhari dan Muslim, pada suatu waktu, ada seorang laki-laki yang mendatangi Rasulullah SAW. Laki-laki itu berseru, “Wahai Rasulullah, saya telah berzina.” Rasulullah SAW berpaling tidak mau melihat laki-laki itu hingga laki-laki itu mengulang ucapannya sebanyak empat kali. Nabi pun memanggilnya dan berkata, “Apakah kamu gila?” Laki-laki itu mengatakan tidak. “Apakah kamu sudah menikah?” Ia mengatakan iya. Kemudian Nabi SAW bersabda keapada para sahabat, “Bawalah orang ini dan rajamlah ia”. Wallahu a’lam bishawab.[]

Comment