Oleh: Hessy Elviyah, S.S, Guru Tahsin Metode Yanbu’a
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim mengusulkan solusi baru guna untuk menuntaskan persoalan yang berkaitan dengan rekruitmen tenaga pendidik (guru) Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Melalui rapat kerja dengan komisi X DPR RI, Nadiem menawarkan gagasan marketplace guru untuk mengatasi guru honorer yang tidak pernah selesai. Menurutnya, ada tiga permasalahan terkait perekrutan PPPK guru sehingga dibutuhkan perubahan sistem dalam perekrutan.
Pertama, kekosongan guru yang diakibatkan oleh pindah sekolah, kematian dan pensiun. Kedua, sekolah mempunyai kebutuhan perekrutan guru yang berbeda-beda, sehingga rekrutmen terpusat bukan solusi atas masalah yang terjadi. Ketiga, pemerintah daerah tidak melakukan pengajuan formasi guru ASN yang sesuai dengan kebutuhan sekolah.
Marketplace yang diusulkan Nadiem berupa database calon guru yang pernah mengikuti seleksi ASN PPPK atau calon guru dengan lulusan Pendidikan Profesi Guru (PPG) prajabatan yang sudah lulus uji kompetensi dan dinilai layak sebagai guru ASN. (cnbcindonesia.com, 24 Mei 2023).
Gagasan mantan bos gojek ini menuai kontroversi, karena walaupun bertujuan untuk mengatasi semrawutnya perekrutan ASN guru, namun ide ini banyak pula yang menentangnya. Kritikan pun muncul, salah satunya berasal dari Eddy Soeparno, Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (PAN) yang menyatakan bahwa persoalan guru tidak bisa diselesaikan hanya dengan mengikuti supply and demand, menurutnya masih banyak persoalan mendasar yang menjerat pendidikan di Indonesia. Hal ini disebabkan sistem pendidikan di Indonesia kerap mengalami perubahan, bahkan setiap perubahan rezim pemerintahan.(cnn.indonesia,7 Juni 2023).
Ungkapan Eddy Soeparno adalah sebuah fakta. Persoalan sistem pendidikan di Indonesia memang tidak pernah terselesaikan dengan baik dan benar, baik itu terkait kualitas pendidikan, tenaga pendidik maupun fasilitas pendidikan. Adanya marketplace guru, alih-alih mengatasi persoalan tenaga pendidik, yang ada justru menjadikan guru layaknya sebagai barang dagangan dan membuat rendah martabat guru. Padahal sejatinya, guru adalah profesi yang mulia sehingga keliru jika menempatkan guru seakan barang dagangan.
Lebih dari itu, adanya marketplace guru menjadikan pendidikan di tangan pasar, pasar menentukan ke mana pendidikan ini akan diarahkan, sementara negara hanya sebagai regulator bukan institusi untuk melayani dan penjamin pendidikan bagi rakyatnya. Padahal sejatinya, pendidikan merupakan hak semua warga tanpa terkecuali.
Dengan adanya marketplace guru maka dipastikan hanya orang yang kaya yang mampu membeli guru dengan kualitas yang bagus, sedangkan mereka yang tidak mampu, tidak akan mendapatkan guru yang mumpuni bahkan tidak bisa mendapatkan guru sama sekali karena keterbatasan pendanaan. Itulah mekanisme pasar, pendistribusiannya dipengaruhi oleh daya beli konsumen.
Begitulah adanya, kapitalisme yang diemban negara saat ini melahirkan pemikiran bahwa barang dan jasa yang mempunyai manfaat dipandang sebagai komoditas ekonomi. Guru dianggap mempunyai manfaat sehingga harus dibayar dengan honor yang sesuai. Begitupun ilmu, dipandang sebagai materi dan dinilai mempunyai manfaat apabila mampu menghasilkan materi. Sehingga untuk mendapatkan ilmu, seseorang harus rela membayar. Mirisnya peran negara yang seharusnya menjamin ketersediaan ilmu atau pendidikan menjadi mandul di sistem kapitalisme ini.
Berbeda dengan Islam yang memandang guru adalah pewaris para nabi, karena tugas guru hampir menyerupai nabi yaitu memberikan penerangan, pendidikan kepada umat. Ilmu diwariskan Rasulullah kepada sahabat, tabi’in, tabi’ut-tabi’in, para ulama atau guru.
Dalam Islam kemuliaan guru karena ilmu yang dimiliki. Guru berpeluang besar untuk memiliki amalan yang tidak terputus. Hal ini sebagaimana hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan Muslim yang berbunyi:
“Apabila anak Adam meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga hal yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang selalu mendoakan orang tuanya.”(HR.Muslim).
Memuliakan guru dicontohkan oleh imam besar yakni Imam Syafi’i, seperti yang dituturkan di laman republika.id bahwa suatu hari Imam Syafi’i bertemu dengan seseorang kemudian beliau menghampiri sembari mencium tangan dan memeluk orang tersebut. Lalu, imam Syafi’i memberitahu sahabat dan muridnya bahwa orang tersebut adalah gurunya.
Hal yang sama dicontohkan Ali bin Abi Thalib dengan pernyataan beliau tentang cara memuliakan guru sering kita baca yakni “أنا عبد من علمني حرفاً واحداً” yang bermakna ” saya adalah hamba bagi siapapun yang mengajari saya walaupun satu huruf”.
Makna ini sangat dalam yaitu dorongan kuat seorang murid untuk mengabdi kepada gurunya. Karena guru berperan besar dalam menyalakan cahaya ilmu bagi muridnya.
Oleh karena itu, adanya gagasan marketplace guru jangan sampai menurunkan martabat guru. Jangan pula mengubah niat para guru dengan tugas mulia sebagai pendidik justru terperosok kepada niat mencari materi.
Keberadaan marketplace sangat rentan dan memungkinkan tumbuhnya nepotisme dan korupsi sebab sekolah mempunyai wewenang penuh untuk memilih guru sesuai dengan yang dikehendaki baik melalui jalur kekerabatan maupun jalur membayar bagi yang mau kerja sebagai guru di sekolah tersebut.
Maka penyelesaian problematika guru adalah dengan menerapkan Islam secara kafah. Karena dengannya, guru akan hidup sejahtera, tidak dibiarkan hidup dalam kesusahan bahkan mengemis untuk memperjuangkan hak-haknya seperti saat ini. Wallahu’alam.[]









Comment