Kapitalisme dan Banjir yang Terus Berulang

Opini220 Views

 

Oleh : Irma Ismail, Aktivis Muslimah Balikpapan

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Banjir kembali datang dan menerjang Ibukota Provinsi Kalimantan Timur, Samarinda. Ini bukanlah kali pertama terjadi di tahun atau di bulan ini. Di awal bulan Mei 2023 banjir tidak hanya menggenangi kawasan Sungai Pinang, tapi juga di puluhan titik rawan. Seperti, Kebun Agung, Simpang Remaja, Awang Long, Samarinda Seberang, dan lain-lain.

Masih ingat Selasa 23 Mei 2023 lalu, banjir kembali datang menyebabkan hampir seluruh titik utama di Samarinda “lumpuh”. Informasi dari BPBD Kota Samarinda, ada 18 titik lokasi yang terpantau tergenang banjir dari 10 hinggga 60 cm. Bahkan beberapa kantor pelayanan juga tergenang banjir, seperti Polsekta Sungai Pinang.

Banjir berulang dengan lokasi yang sama atau berpindah dan bertambah luas pastinya bukanlah masalah yang  dipandang sebelah mata karena sudah menjadi “agenda rutin” ketika hujan datang. Apalagi mampu menggenangi wilayah pemukiman dan jalan raya. Hal ini tidak saja membuat lumpuhnya aktivitas masyarakat tetapi juga melumpuhkan perekonomian di samping kerugian materi akibat rusaknya bangunan dan lainnya.

Menarik apa yang disampaikan oleh Pradarma Rupang seorang Dinamisator Jatam Kaltim saat banjir besar pada awal tahun 2021, seperti disampaikan kepada SwaraKaltim (Jumat, 8/1/2021). Dia mengatakan bahwa banjir yang melanda delapan kecamatan di Samarinda bukan hanya karena curah hujan yang tinggi namun karena Kota Samarinda tak mampu lagi bertahan, hal ini disebabkan daya tampung lingkungan sudah tidak ada dikarenakan 31% luas kota sudah menjadi konsesi tambang.

Oleh karena itu, ketika hujan turun, airnya langsung mengalir ke pusat kota. Upaya yang dilakukan pemerintah hanyalah untuk jangka pendek saja yaitu pelebaran sungai atau pengerukan. Menurut Pradarma Rupang bahwa masalah banjir ini bukan bencana alam tapi bencana industri.

Dari sini sebenarnya sudah cukup jelas bahwa banjir tidak selalu karena cuaca atau intensitas hujan yang tinggi tetapi ada faktor lain yang membuat intensitas hujan tinggi menjadi tidak terbendung.

Sebagai wilayah yang memiliki hutan luas, pastinya akan mampu menyerap air yang datang. Tetapi adanya eksploitasi alam, pembukaan lahan dan keserakahan tangan manusia menyebabkan rusak lingkungan/ menimbulkan bencana.

Hanya saja hal ini tidak juga menjadi perhatian dari pemerintah. Solusi dan penanganan banjir oleh pemerintah bersifat sementara karena tidak menyentuh akar masalah. Adanya pasal-pasal dalam UU Minerba justru menjadi angin segar bagi pengusaha tambang. Salah satunya dalam Pasal 162 UU Minerba No. 3 Tahun 2020, bahwa masyarakat yang mencoba mengganggu aktifitas pertambangan dalam bentuk apapun bisa dilaporkan balik oleh perusahaan dan dijatuhi pidana, bahkan denda hingga sebesar 100 juta rupiah.

Kerusakan yang diakibatkan penambangan bukanlah cerita khayalan. Eksplorasi alam yang dilakukan oleh swasta semakin membuktikan bagaimana peran negara dalam pengelolaan sumber daya alam yang kurang maksimal dan menyerahkan asetnya kepada para pemilik modal alias kapitalis dengan keuntungan besar buat para kapitalis ini.

Demikianlah gambaran rusaknya sistem kapitalisme sekuler dalam tata alam, SDA dan kota. Kebijakan yang ada tidak hanya menguntungkan sepihak bagi para kapitalis tetapi juga berpotensi membuka celah kerusakan alam.

Sebagaimana diungkapkan dalam Alqur’an, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar) (Arrum :41)

Hal yang bertolak belakang dengan Islam. Islam bukan sekedar agama ritual yang membahas sekitar ibadah saja tetapi juga membahas berbagai persoalan manusia. Islam mempunyai aturan terkait sistem pemerintahan. Islam mempunyai solusi atas problematika umat, termasuk dalam hal penanganan banjir dan pengelolaan lingkungan atau sumber daya alam.

Dalam sebuah hadits dikatakan, “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api”. (HR. Abu Dawud dan Ahmad). Hadits tersebut menyatakan bahwa kaum Muslim (manusia) berserikat dalam air, padang rumput, dan api. Dan bahwa ketiganya tidak boleh dimiliki oleh individu.

Ini dari sisi SDA milik umum dan dikelola negara. Dalam mengeksplorasi SDA juga tidak akan mengejar keuntungan, karena tidak akan diperkenankan mengeksplorasi alam tanpa mengindahkan lingkungan setempat. Tata kelola kota dan lingkungan dalam Islam akan meminimalisir banjir. Kepemilikan SDA dalam Islam tidak akan membuat kerusakan lingkungan karena didasari maslahat untuk kepentingan rakyat.

Dalam sistem pemerintahan Islam, negara menerapkan kebijakan untuk menghindari bencana alam termasuk banjir. Negara membuat master plan serta menekankan beberapa hal penting lain semisal pembentukkan badan khusus untuk penanganan bencana alam, persiapan daerah-daerah tertentu untuk cagar alam.

Sosialisasi tentang pentingnya kebersihan lingkungan dan kewajiban memelihara lingkungan, kebijakan atau persyaratan tentang izin pembangunan yang menyangkut tentang pembukaan pemukiman baru. Penyediaan daerah serapan air, penggunaan tanah dan sebagainya. Itulah berbagai solusi dari masalah banjir yang sering dihadapi masyarakat.

Dalam pencegahan banjir, negara berupaya mengatasi banjir dengan membangun bendungan-bendungan untuk menampung curah air hujan, air sungai dan lain-lain. Pembangunan bendungan selain untuk mencegah banjir juga untuk irigasi/ pengairan lahan pertanian. Contoh bukti bendungan yang pernah dibangun di masa kekayaan islam  antara lain, bendungan Sandravan, Kanal Darian, bendungan Janeh, Kanal Gargar dan bendungan Mizan yg berada di propinsi Khuzestan, Iran selatan (untuk keperluan kepetingan mitigasi dan pencegahan banjir). Di Spanyol ada bendungan di Sungai Turia yang masih bertahan hingga sekarang, untuk memenuhi kebutuhan air di Valencia Spanyol .

Dalam penanganan banjir negara juga menyertakan solusi penanganan korban banjir seperti penyediaan tenda, makanan, pengobatan, dan pakaian serta keterlibatan warga sekitar yang berada di dekat kawasan terkena bencana alam banjir.

Inilah Islam, agama yang sesuai dengan fitrah manusia. Maka aturan yang datang dari Allah Swt tidak akan bertentangan dengan fitrah manusia. Penguasa dalam sistem pemerintahan Islam akan menangani permasalahan yang ada. Tidak hanya didasarkan pada pertimbangan rasional tetapi juga nash-nash Syara’.

Maka mengembalikan kehidupan yang utuh, sempurna dan menyeluruh merupakan tanggung jawab seluruh kaum muslim dan harusnya menjadi cita-cita yang diwujudkan bersama. Hanya dengan Islam segala macam problematika ini akan terselesaikan secara tuntas sampai ke akar masalah. Wallahu’allam.[]

Comment