Oleh: Devy Rikasari Waryuman, Aktivis Dakwah
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Tahukah Anda Burundi? Secara geografis, negara tropis ini terletak di lembah Afrika yang subur. Kekayaan alamnya melimpah. Bahkan menjadi tempat ideal bagi tanaman komoditas seperti kopi, teh, jagung, pisang, dll.
Sembilan puluh persen pemasukannyapun dari sektor pertanian. Selain itu, ia juga kaya akan bahan tambang yang merupakan material yang langka.
Ironisnya, negara ini dinobatkan Bank Dunia sebagai negara termiskin di dunia. Pendapatan nasional brutonya hanya Rp4 juta pertahun. Lebih dari separuh rakyatnya (sekitar 70%) hidup miskin. Luas daerahnya hanya 27.834 km² namun memiliki populasi terpadat di Afrika, yaitu mencapai 11 juta orang. Sayangnya, bonus demografi ini tidak dibarengi dengan faktor ekonomi, sosial, dan pemerintahan yang baik.
Tidak hanya angka kelahiran yang tinggi, angka kematian anak di Burundi juga terbilang tinggi, bahkan tertinggi di dunia. Sebagian besar kematian di Burundi disebabkan oleh penyakit menular dan gizi buruk. Penyakit malaria, kolera, campak, influenza, dan diare menjadi penyakit paling mematikan di sana. HIV/AIDS juga masih menjadi momok yang menakutkan. Burundi memiliki fasilitas rumah sakit yang terbatas dan jumlah tenaga medis yang tidak mencukupi.
Hal lain yang cukup mencengangkan adalah penggunaan sepeda sebagai alat transportasi satu-satunya yang digunakan sehari-hari. Sepeda bukan hanya digunakan untuk bersantai saja tetapi juga untuk angkutan umum seperti ojek hingga mengangkut barang atau hasil pertanian.
Mirisnya, para pekerja yang mengangkut barang dengan kapasitas besar ini hanya dibayar sekitar FBu 1.400 atau sekitar Rp10.155. Padahal, jarak yang ditempuh bisa mencapai 15-30 km.
Kemiskinan di Burundi semakin diperparah dengan rendahnya tingkat pendidikan masyarakatnya. Hanya sedikit penduduknya yang melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah. Walhasil mereka jadi tidak tahu cara mengelola kekayaan alamnya.
Burundi juga diguncang perang saudara selama belasan tahun antara etnis Tutsi dan Hutu. Kedua etnis ini bersitegang sejak merdeka pada 1962. Perang saudara benar-benar pecah pada 1994 dan membuat Burundi menjadi salah satu tempat dengan konflik paling keras di Afrika. Etnis Hutu adalah mayoritas, sebagian besar bekerja sebagai petani. Sedangkan etnis Tutsi adalah minoritas, namun memegang kekuatan besar karena mengendalikan tentara dan perekonomian.
Sejarah Kegemilangan Islam di Afrika
Islam rahmatan lil ‘alamin menyebar ke berbagai belahan dunia, dari Asia, Australia, Amerika, Eropa, hingga Afrika. Islam pertama kali masuk ke Afrika saat kaum muslimin hijrah dari Mekkah ke Habasyah atau Abisina (Ethiopia) pada tahun 615.
Raja Ashamah, yang saat itu menguasai Habasyah, memeluk Islam setelah kedatangan orang Muslim dari Mekkah. Setelah itu, Islam terus berkembang dan menjadi keyakinan bagi beberapa masyarakat di negara-negara Afrika.
Setelah Islam masuk dan berkembang di wilayah Afrika, para penguasa Muslim di sana menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa resmi. Di bidang administrasi, kehadiran Islam di Afrika memberikan sumbangan besar bagi sistem pemerintahan. Salah satunya terlihat pada Dinasti Fatimiyah, yang menggunakan sebutan khalifah sebagai kepala pemerintahan dalam urusan dunia maupun keagamaan.
Penduduk Afrika yang bergama selain Islam juga mendapatkan perlindungan terkait hak kebebasannya dari khalifah. Masuknya Islam ke Afrika membuat ilmu pengetahuan berkembang. Hal ini dibuktikan dengan berkembangnya Kota Kairo di Mesir pada era Dinasti Fatimiyah. Kairo disulap menjadi pusat pengembangan keilmuan dan intelektual Islam. Salah satu peninggalan yang masih eksis hingga saat ini adalah Universitas Al-Azhar di Kairo.
Kemajuan ilmu pengetahuan di Afrika berhasil melahirkan beberapa ilmuwan muslim. Di antaranya adalah Muhammad Al-Tamim (fisikawan), Al-Kindi (ahli sejarah), Ali bin Yunus (pakar astronomi), dan Ali Al-Hasan bin Al-Khaitani (pakar optik). Berbagai kemajuan di Afrika kemudian mulai melemah seiring datangnya bangsa Barat yang kemudian menjajah negara-negara di Afrika.
Rupanya, benarlah adanya kaidah syara yang menyatakan bahwa di balik syariah pasti ada maslahat. Afrika dulu mengalami kegemilangan ketika berada dalam naungan syariah Islam kaffah. Sebaliknya, ketika Islam kaffah dicerabut dari kehidupan, kehidupan masyarakat Afrika kian terpuruk.
Allah subhanahu wa ta’ala telah mengabarkan hal ini di dalam Kalam-Nya sejak ribuan tahun yang lalu.
وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan”_ (QS. Al A’raf: 96).
Oleh karena itu, Islam kaffah adalah asa bagi Burundi juga bagi negeri-negeri lain yang saat ini tengah mengalami keterpurukan. Islam memiliki kebijakan dalam sistem ekonomi, di antaranya dengan mengatur kepemilikan menjadi tiga jenis yaitu kepemilikan individu, kepemilikan negara, dan kepemilikan rakyat.
Arah pengaturan tersebut adalah untuk menjamin kesejahteraan bagi setiap individu rakyatnya sehingga semua individu akan mendapatkan sandang, pangan, dan papan yang layak dalam kehidupan mereka. Serta untuk mewujudkan jaminan pendidikan, kesehatan, keamanan, pertanian, industri, infrastruktur dan lainnya bagi seluruh rakyat tanpa terkecuali.
Wallahu’alam bishawab.[]
Referensi:
Comment