Menelaah Kebijakan Larangan Mudik Dan Pandemi

Opini746 Views

 

 

 

Oleh: Gati Margati, Ibu Rumah Tangga

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA— Tahun ini, pemerintah resmi melarang mudik dengan harapanan mampu menghentikan penyebaran virus covid-19. Tahun lalu, pemerintah juga melarang aktivitas mudik yang telah mentradisi dan membudaya jelang hari raya tiba. Pemerintah memberi denda yang tidak tanggung-tanggung, hampir 100 juta atau penjara 1 tahun bagi yang melanggar aturan tersebut.

Membaca dan memperhatikan kondisi tahun lalu, kebijakan semacam ini tidak signifikan di tengah masyarakat bahkan sebaliknya justeru membuat bingung.

Bagaimana masyarakat tidak bingung? Mudik yang sudah mendarah daging dan menjadi budaya masyarakat menjelang hari raya idul fitri sejak dahulu ini dilarang namun seperti dilansir laman kompas.com aktivitas wisata tetap dibuka di tengah jumlah pasien dan korban meninggal covid masih sangat tinggi. Membingungkan bukan?

Dilansir laman deskjabar, kebijakan pemerintah melarang mudik diakui akan menekan tingkat konsumsi masyarakat. Pelaku usaha di daerah dan kegiatan pariwisata diprediksi paling banyak mengalami dampak negatif akibat kebijakan tersebut.

Dunia usaha berharap pencairan bantuan sosial (Bansos) yang dijanjikan pemerintah pada masa Lebaran 2021/Idul Fitri 1442 H akan mampu mendongkrak konsumsi dan permintaan pasar sehingga bisa tetap mendorong pemulihan ekonomi.

Lagi lagi terkait pemulihan ekonomi. Dari sini seharusnya kita bisa melihat bahwa apa yang mendasari kebijakan itu belum signifikan menurunkan pandemi.

Munculnya larangan mudik ini seharusnya diantisipasi oleh pemerintah sejak awal bukan seperti tahu bulat dadakan tiba tiba muncul kebijakan tanpa memikirkan bagaimana dampak di balik kebijakan tersebut terutama menyangkut kepentingan rakyat.

Rakyat sudah mengalami kesulitan dan sengsara dengan kondisi pandemi yang tak kunjung usai karena tak ada solisi tuntas dan rakyat hanya bisa kecewa dengan kebijakan yang ada.

Kebijakan demi kebijakan diambil tapi tidak menghasilkan dampak yang berarti. Kebijakan pelarangan mudik demi menghentikan sebaran virus perlu pipertimbangkan kembali secara matang dan tepat.

Mudik dilarang tetapi sebelumnya aktivitas dilonggarkan. Dengan dalih memperbaiki ekonomi, masyarakat pulang pergi ke luar kota atau untuk wisata pun tak dilarang padahal aktivitas itu sama saja.

Tampak bahwa kebijakan pemerintah mengurangi sebaran virus dan pandemi ini tidak signifikan. Sistem kapitalis mengatasi masalah dengan mendatangkan masalah baru.

Kekecewaan demi kekecewaan dialami. Inilah cerita yang akan terus berulang selama masih hidup dalam kegelapan sistem kapitalis.

Tak ada cahaya dan harapan kehidupan yang tenang dan damai. Selalu penuh penderitaan, kecewa dan kesulitan. Allah SWT firmankan pada umat-Nya,

“Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (TQS Thaha:24)

Orientasi kebijakan pemimpin dalam Islam yaitu, menjadikan tugas utama penguasa adalah sebagai pelayan rakyat bukan pelayan para kapitalis.

Sebagai pelayan umat, pemimpin dalam Islam memiliki kepekaan sosial yang tinggi sebagaimana diungkapkan oleh Khalifah Umar ra, “sayyidul qaumi khadimuhum” (pemimpin kaum di antaranya diukur dari mutu pelayanannya).

Sistem islam telah menunjukkan bagaimana cara mengatasi wabah tha un hingga tuntas.

Rakyat mampu memahami tujuan kebijakan yang diputuskan pemimpinnya. Di samping itu ia juga bertanggung jawab penuh atas konsekuensi pemberlakuan hukum.

Jadi jelas kebijakan dalam islam terkait mudik akan kembali mendudukan bahwa masalah itu adalah masalah umat yang harus diurus dan diselesaikan oleh penguasa begitupun penuntasan pandemi.

Tidakkah kita merindukan kembali kehadiran sistem Islam di tengah kehidupan kita yang akan mampu melahirkan para pemimpin yang melayani rakyat? Wallahu’alam bi ash shawwab.[]

_____

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat menyampaikan opini dan pendapat yang dituangkan dalam bentuk tulisan.

Setiap Opini yang ditulis oleh penulis menjadi tanggung jawab penulis dan Radar Indonesia News terbebas dari segala macam bentuk tuntutan.

Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan dalam opini ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawab terhadap tulisan opini tersebut.

Sebagai upaya menegakkan independensi dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ), Redaksi Radar Indonesia News akan menayangkan hak jawab tersebut secara berimbang.

Comment