Oleh : Murni, S.E, Freelance Writer
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap ada tiga jenis bantuan sosial di era Pemerintahan Presiden Joko Widodo yang tidak tepat sasaran dalam penyalurannya. Bahkan, salah sasarannya mencapai Rp 6,93 triliun. Hal ini tertuang dalam laporan hasil pemeriksaan semester dua BPK tahun 2021.
Berdasarkan laporan itu, seperti dikutip kompas TV (25/5/2022), disebutkan penetapan dan penyaluran bansos Program Keluarga Harapan atau PKH, Sembako, Bantuan Pangan Non-Tunai atau BPNT serta Bantuan Sosial Tunai atau BST tidak sesuai ketentuan. Hal ini membuat adanya potensi kerugian negara mencapai Rp 6,93 triliun.
BPK juga menemukan Keluarga Penerima Manfaat (KPM) bermasalah di tahun 2020, namun masih ditetapkan sebagai penerima bansos pada tahun 2021. Selain itu, juga terdapat masalah identitas kependudukan tidak valid, KPM yang sudah nonaktif, hingga mereka yang sudah dilaporkan meninggal.
Tak cuma itu, Kartu Prakerja yang menjadi program stimulus sekaligus pelatihan, juga terdapat pemborosan anggaran dan juga tidak tepat sasaran mencapai angka Rp 289,85 Miliar. Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanul Qosasi menjelaskan terdapat dana bansos sebesar Rp 5,5 triliun yang disalurkan kepada nama-nama yang tidak masuk dan tidak terdaftar dalam Daftar Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Ini artinya orang yang tidak ada di dalam daftar ikut menerima.
Achsanul mengatakan, ada masalah pembaruan data karena banyak daerah yang tidak tertib dalam memperbarui data penerima bansos di daerah masing-masing. Selain itu, Achsanul menyebut praktik pemimpin daerah di sejumlah daerah yang hanya memberi daftar nama dari tim sukses yang memilih mereka untuk menerima bansos.
Terkait penyaluran bansos yang tidak tepat sasaran temuan BPK tersebut, Maman Imanulhaq Anggota Komis VIII DPR dari fraksi PKB berpendapat, harus segera ditindaklanjuti secara serius, menyalurkan bansos perlu kesamaan data, transparan dan berkesinambungan agar bisa tepat sasaran.
Bansos Salah Sasaran, Why ?
Menyoal bansos yang notabene menyangkut hak orang banyak, bukan hal sepele yang hanya bisa dipandang sebelah mata. Bantuan sosial atau bansos semestinya jadi jaring pengaman masyarakat kala pandemi merebak, membantu masyarakat yang kurang mampu atau miskin. Sayangnya bansos seringkali salah sasaran. Akibatnya terjadi kesenjangan dalam menciptakan tingkat kesejahteraan masyarakat ekonomi ke bawah.
Indikasi bansos yang tak sesuai ketentuan dalam penyalurannya diakibatkan kurangnya validasi dan verifikasi data kemiskinan. Data yang ada tidak terpadu bahkan ada yang tidak terdata. Selain itu pembaharuan data juga tidak dijalankan dengan baik untuk tingkat desa.
Menurut Kepala Pusat Kajian Pembangunan Sosial Fisipol UGM, Hempri Suyatna, hal ini terjadi karena mentalitas miskin masyarakat. Idealnya, bansos diberikan kepada masyarakat untuk mengatasi berbagai risiko sosial dari berbagai aspek, seperti rehabilitasi sosial, perlindungan sosial, jaminan sosial, pemberdayaan, dan penanggulangan kemiskinan.
Sayangnya, fakta yang terjadi di lapangan terdapat pihak yang tidak seharusnya menerima hak tersebut seperti aparatur sipil negara (ASN) dan tidak memiliki kesadaran untuk mengembalikan.
Sampai di sini kita bisa menilai, seolah memberi gambaran kepada masyarakat bahwa regulasi hari ini tidak terkoordinasi dengan baik. Antara program bansos yang satu dengan program yang lain kurang efektif serta minim sinkronisasi antara pemangku kepentingan.
Padahal seyogyanya integrasi data perlu diperhatikan secara serius guna penyaluran bansos tidak salah sasaran karena hanya akan merugikan negara dalam jumlah yang tidak sedikit. Mengingat beban negara semakin berat dengan utang yang kian hari kian melonjak, itu pun baru sebatas modal pinjaman belum lagi hitungan bunga pinjaman.
Jauh- jauh hari masyarakat sudah mencium aroma keanehan dan ketidakjujuran dari hasil data pemutakhiran tiap daerah, nama-nama penerima bansos baik PKH, BLT/BST ataupun BPNT yang datanya dikirim ke kementrian sosial.
Negara seharusnya memperbarui data lama dan mengambil data pemutakhiran baru yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang benar terjadi pada masyarakat saat ini. Kenapa demikian? Sebab hari ini kita temukan orang yang sudah meninggal pun masih tertera namanya sebagai penerima bansos. Masih banyak yang layak menerima bansos, bukan mereka yang kategori tidak berhak justru mereka yang menikmati hak orang lain.
Data kependudukan itu bersifat dinamis. Ada anggota masyarakat yang pindah, meninggal atau status ekonominya berubah, sehingga data harus selalu dimutakhirkan.
Negara Menjamin Kesejahteraan Rakyatnya
Olehnya, agar negara mampu mengatasi penyaluran bansos yang salah sasaran, maka setiap lembaga terkait harus bersinergi, baik dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Desa, Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, dan Pemerintah Provinsi/Kabupaten untuk menciptakan optimalisasi satu data nasional yang akurat.
Jika tidak demikian, maka hal tersebut dapat membuka celah oknum-oknum pemburu rente dalam penyaluran bansos atau politisasi bantuan sosial. Tidak menutup kemungkinan jika hal ini terus dibiarkan maka kerugian negara akan semakin besar.
Di sisi lain, kesejahteraan dalam Ekonomi Islam adalah kesejahteraan secara menyeluruh, yaitu kesejahteraan secara material maupun secara spiritual. Konsep kesejahteraan dalam ekonomi Islam tidak hanya diukur berdasarkan nilai ekonomi saja, tetapi juga mencakup nilai moral, spiritual, dan juga nilai sosial.
Indikator kesejahteraan dalam Islam tidak hanya diukur dari satu aspek yaitu pendistribusian bantuan sosial. Jauh dari perlakuan itu, yaitu memahami 3 konsepsi kepemilikan dalam Islam yakni kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Berangkat dari pemahaman 3 konsep kepemilikan tersebut maka kesejahteraan rakyat secara menyeluruh akan mudah dicapai, baik dalam bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi termasuk bantuan-bantuan sosial lainnya didistribusi secara merata.
Hanya dalam tatanan Sistem Islam, kesejahteraan rakyat menjadi nyata bukan ilusi. Bukan pula slogan belaka. Tidak hanya mencapai sejahtera dalam bidang tertentu. melainkan tercipta kesejahteraan secara komprehensif. Allahu’Alam Bishowab.[]
Comment