Miris, Berperan Perempuan Demi Cuan

Opini592 Views

 

Oleh : Risma Febrianti, Guru

____________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Saat ini kecanggihan era digital dengan aplikasi yang memudahkan aktivitas sehari-hari patut diapresiasi. Sejatinya, keberadaan teknologi dan internet memang untuk membantu pekerjaan manusia. Mulai dari mencari informasi, berkomunikasi, bahkan lebih canggih lagi bisa konsultasi mengenai kesehatan hanya dengan segenggam gawai atau di layar laptop yang memiliki jaringan internet, hal ini bagai berada di dunia peri.

Namun di balik semua itu, dalam dunia nyata, internet bisa lebih dari fungsi seharusnya. Saat ini, aplikasi-aplikasi hadir bukan sekadar untuk memberi informasi atau hiburan saja tetapi bisa juga digunakan untuk mendapat cuan atau penghasilan seperti YouTube, Tik-Tok, dan aplikasi lainnya.

Melalui aplikasi ini sebagian orang bisa mendapatkan uang dengan upload video kekinian. Seperti konten daily life, konten memasak, konten berjoged, hingga kini hadir istilah YouTubers dan Tiktokers sebutan bagi artis yang terkenal dalam YouTube atau pun Tik-Tok.

Hanya saja, kreativitas para konten creator kadang out of the box dalam arti kelewat batas norma yang berlaku. Beberapa dari mereka, berstatus laki-laki namun rela berdandan layaknya perempuan. Berlagak dan memerankan diri sebagai ibu rumah tangga dan ada pula yang berdandan bagai gadis belia. Dengan alasan, viewers yang merasa related dengan kontennya dan dalihnya menghibur semata.

Bahkan, ada satu channel YouTube laki laki yang berperan menjadi wanita. Mereka berpakaian layaknya perempuan, bergamis, berdandan, memakai atribut lengkap perempuan, berakting layaknya ibu-ibu dan anak-anak perempuan di keseharian. Hingga saat ini terdapat 7,92 juta subscriber. Itu artinya, begitu banyak pengguna YouTube yang mengikuti dan menikmati tayangan ini.

Mengingat, pengguna YouTube dan Tik-Tok tak terlepas dari jangkauan anak-anak. Alih-alih memberi hiburan, namun ini adalah PR besar untuk para orang tua untuk mendampingi anak-anaknya ketika menonton tayangan di YouTube atau media sosial lain dengan alogaritma acak di dalamnya

Ini bukan lagi soal lelucon, namun ini adalah peristiwa yang harusnya diseriusi. Padahal, tayangan TV di Indonesia melarang adanya tayangan ‘lelaki menyerupai perempuan, maupun sebaliknya’.

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) melarang lembaga penyiaran, khususnya televisi, menampilkan pria yang berperilaku dan berpakaian seperti wanita dalam tayangannya. Hal tersebut tertuang dalam surat edaran yang ditujukan kepada seluruh direktur utama lembaga penyiaran.

KPI menyebutkan secara terperinci tayangan yang tidak diperbolehkan, yakni pria sebagai pembawa acara (host), talent, maupun pengisi acara lainnya–pemeran utama dan pendukung–dengan tujuh tampilan. Ketujuh tampilan itu adalah pertama, gaya berpakaian kewanitaan. Kedua, riasan (make up) kewanitaan. Ketiga,bahasa tubuh kewanitaan, termasuk namun tidak terbatas pada gaya berjalan, gaya duduk, gerakan tangan, maupun perilaku lainnya.

Keempat, gaya bicara kewanitaan. Kelima, menampilkan pembenaran atau promosi seorang pria untuk berperilaku kewanitaan. Keenam, menampilkan sapaan terhadap pria dengan sebutan yang seharusnya diperuntukkan bagi wanita. Ketujuh, menampilkan istilah dan ungkapan khas yang sering dipergunakan kalangan pria-kewanitaan.

Hal tersebut telah diatur dalam Standar Program Siaran KPI Tahun 2012 pada Pasal 9, Pasal 15 Ayat (1), dan Pasal 37 Ayat (4) huruf a. Demikian juga dalam Pedoman Perilaku Penyiaran KPI Tahun 2012 Pasal 4 yang mengatur tentang lembaga penyiaran yang diarahkan untuk menghormati dan menjunjung tinggi norma dan nilai agama dan budaya bangsa yang multikultural. (BeritaSatu.com)

Miris, berbeda dengan YouTube atau media sosial lainnya tidak lepas dari adanya konten lelaki yang berperan menjadi perempuan, atau sebaliknya. Tidak terkena oleh pasal ini, mak konten seperti ini bebas berseliweran di media sosial.

Dalam pandangan Islam hal ini sudah jauh dari syariat dan termasuk hal yang dilaknat, “Allah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita, begitu pula wanita yang menyerupai laki-laki” (HR. Ahmad no. 3151, 5: 243. Sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari).

Adanya kekhawatiran muncul kerusakan dari tayangan seperti ini, karena tanpa disadari segala sesuatu yang ditonton akan memengaruhi pribadi setiap yang melihat atau menonton.

Anak-anak adalah peniru ulung, mereka mudah menirukan apa saja yang mereka lihat dan dengar. Output dari apa yang mereka lihat adalah perilaku sehari-hari, anak laki-laki akan termotivasi untuk berperilaku layaknya perempuan karena ia merasa hal ini sudah wajar dilingkungan.

Tumbuhlah bibit-bibit penyimpanan seksual, L8BT yang mengerikan. Lagi-lagi ini bukan soal hiburan, namun sesuatu yang harus dicegah dari sekarang. Ketakutan akan murka sang Maha Pencipta, bukan hanya menimpa individu saja. Maka perlu kesadaran, bahwa semua mesti diperhatikan sesuai kehendak-Nya.

Cara ampuh pencegahan ini adalah, sebuah peraturan yang komprehensif. Tentu perlu peran negara yang harus memperhatikan tayangan yang berkualitas dan mencegah tayangan yang merusak, demi generasi cemerlang di masa depan dan jauh dari kerusakan.[]

Comment