Naik Pesawat Wajib Tes PCR Membebani Dan Bikin Susah Rakyat

Opini590 Views

 

 

 

Oleh: Eno Fadli, Pemerhati Kebijakan Publik

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Pemerintah mengeluarkan aturan baru yang mewajibkan penumpang penerbangan pesawat di masa pandemi Covid-19 membawa hasil tes PCR (H-2) negatif selain kartu vaksin minimal dosis pertama sebagai syarat melakukan perjalan udara dalam negeri.

Aturan ini dikhususkan untuk perjalanan udara dari atau ke Pulau Jawa dan Bali, atau antar kota Pulau Jawa dan Bali. Ini berdasarkan Intruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 53 Tahun 2021.

Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyampaikan bahwa perubahan syarat untuk melakukan perjalan udara dari tes antigen menjadi tes PCR disebabkan adanya peningkatan jumlah kapasitas penumpang sehingga melihat hal ini perlu peningkatan screening dengan prinsip kehati-hatian dan bertahap agar terdeteksi dan tidak ada yang lolos (Kompas.com 20/10/2021).

Tentunya penetapan aturan dengan penerapan PCR sebagai syarat penerbangan mendapat kritikan banyak pihak, dinilai karena hanya untuk menggerakkan perekonomian malah memberatkan masyarakat. Faktanya harga batas atas tes PCR yang baru-baru ini telah ditetapkan oleh Kemenkes dengan tarif tes PCR wilayah Pulau Jawa dan Bali sekitar Rp 495.000/ orang, dan wilayah luar Pulau Jawa dan Bali sekitar Rp. 525.000/ orang. Meskipun terkait harga dan percepatan waktu hasil tes PCR masih menjadi evaluasi agar tetap memberi pemasukan bagi negara.

Aturan ini tentunya jelas bukan untuk standar kesehatan, agar masyarakat tidak terpapar virus Covid-19, karena jika alasannya untuk standar kesehatan dengan prinsip kehati-hatian mengapa hanya diwajibkan untuk penumpang yang melakukan perjalanan udara saja, sedangkan untuk moda transportasi lain tidak diwajibkan?

Aroma komersialisasi tercium jelas dari aturan yang dikeluarkan, bagaimana tidak kekhawatiran untuk melakukan aktivitas diluar rumah di saat pandemi saja sudah sangat menyulitkan masyarakat, namun pemerintah malah mengeluarkan aturan tes PCR saat melakukan perjalanan udara, yang dinilai dengan diterapkannya aturan ini hanya menguntungkan pemerintah, pengusaha penyedia layanan PCR dan pihak maskapai.

Miris memang, bagai sudah jatuh tertimpa tangga pula, negara yang diharapkan terdepan dalam memutus mata rantai virus Corona tanpa membebani rakyat dengan biaya yang memberatkan malah dalam pelaksanaannya melakukan perhitungan secara ekonomi dengan mengambil untung lewat tes Corona.

Hal ini sepertinya sudah biasa dan menjadi wataknya negara kapitalis, negara yang seharusnya melayani rakyat (ri’ayah) malah mengedepankan materi di atas segalanya. Lahirnya seorang pemimpin yang tidak perduli dengan nasib rakyatnya, ini dikarenakan tidak adanya ketakutan pada dirinya, bahwa kepemimpinan yg diembannya akan dipertanggung jawabkan diakhirat nanti pada Sang Khaliq.

Sehingga menjadi hal yang wajar dalam negara kapitalis tidak ada pemberian jaminan apapun pada rakyat, karena negara hanya berperan sebagai regulator yang mengatur kepentingan rakyat dan kepentingan pengusaha agar tetap selaras. Negara tidak bertindak sebagai penanggung jawab urusan rakyat dalam melayani kebutuhan mereka dan rakyat dibiarkan secara mandiri mengurus seluruh urusannya.

Padahal testing, tracing, dan treatment (3T) merupakan upaya bersama dalam memutus mata rantai penyebaran virus Covid-19 dan semua ini harus ditanggung mandiri oleh rakyat dengan menanggung mahalnya biaya tes Corona.

Fakta seperti inilah yang ditemui dalam penanganan kesehatan sistem kapitalisme, berbeda dengan sistem Islam  yang memberi pelayanan terbaiknya dengan memberikan tes gratis kepada rakyat karena hal ini menjadi bagian dari kewajiban negara dalam pengurusan (ri’ayah) pada rakyatnya dan kesehatan merupakan kebutuhan pokok publik bukan jasa untuk dikomersialkan.

Maka dari itu tidak dibenarkan jika negara menjadikan kesehatan sebagai ladang untuk meraup keuntungan.

Rasulullah SAW bersabda :

“Imam (khalifah) yang menjadi pemimpin manusia, adalah penggembala. Dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap (urusan) rakyatnya.
(HR. Al- Bukhari).

Pelayanan terbaik yang diberikan negara dalam Islam tentunya diiringi dengan prinsip pembiayaan kesehatan berbasis baitul mal, di mana sumber pemasukan dan pintu-pintu pengeluarannya berlandaskan dengan ketentuan Allah SWT. Dengan begini negara memilki finansial memadai untuk mengurus kebutuhan rakyat tanpa membebaninya.

Paradigma sahih inilah yang mencerminkan keindahan Islam dalam bernegara. Dengan kesederhanaan dan memberi kemudahan dalam pengurusan hajat hidup orang banyak. Wallahu a’lam bishshwab..[]

Comment