Nanik Farida Priatmaja, S.Pd*: Janji Manis Tak Realistis

Opini486 Views

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Wabah Covid-19 pastinya berdampak terhadap kondisi perekonomian dan psikologis rakyat di negeri ini. Ketidakjelasan kebijakan terkait penanganan wabah di tiap wilayah, makin banyaknya jumlah ODP ataupun PDP serta kesimpangsiuran informasi makin memperparah keadaan. Rakyat butuh kepastian dan perlindungan negara dalam menghadapi kondisi di masa penuh kecemasan saat ini.

Presiden Joko Widodo mengumumkan enam program jaring pengaman sosial sebagai upaya menekan dampak wabah Covid-19 di kalangan masyarakat. Presiden Joko Widodo dalam keterangan pers secara virtual dari Istana Kepresidenan Bogor, Selasa (31/3), mengatakan Presiden fokus pada penyiapan bantuan pada masyarakat lapis bawah.(Republika.co.id, 31/3)

Enam program jaring pengaman sosial dibuat dalam upaya menekan dampak Covid-19 yaitu:

1. Jumlah penerima PKH akan dinaikkan dari 9,2 juta menjadi 10 juta keluarga. Besarnya dinaikkan 25 persen.

2. Jumlah penerima kartu sembako akan dinaikkan menjadi 20 juta penerima manfaat dan nilainya naik 30 persen dari Rp 150 ribu menjadi Rp 200 ribu dan akan diberikan selama sembilan bulan.

3. Anggaran kartu prakerja dinaikkan dari Rp 10 triliun menjadi Rp 20 triliun.

4. Tarif listrik untuk pelanggan listrik 450 Va yang jumlahnya sekitar 24 juta pelanggan akan digratiskan selama tiga bulan ke depan. Sementara untuk pelanggan 900 Va yang jumlahnya sekitar 7 juta pelanggan akan didiskon 50 persen. Mereka hanya membayar separuh untuk April, Mei, dan Juni 2020.

5. Mengantisipasi kebutuhan pokok, pemerintah mencadangkan Rp 25 triliun untuk operasi pasar dan logistik.

6. Keringanan pembayaran kredit bagi para pekerja informal, baik ojek daring, sopir taksi, UMKM, nelayan, dengan penghasilan harian dan kredit di bawah Rp 10 miliar.

Upaya pemerintah dalam menekan dampak Covid-19 melalui enam program jaring pengaman sosial seolah sangat bermanfaat bagi rakyat. Akan tetapi sebenarnya masih belum mampu meringankan beban rakyat secara menyeluruh. Hanya sebagian rakyat saja yang bisa menikmati.

Padahal seharusnya negara menjadi pengayom rakyat di tengah kondisi ekonomi yang kian memburuk dan mencekam ketakutan terdampak virus Covid-19.

Keluarga penerima PKH mungkin bisa sedikit terbantu dengan adanya bantuan dari negara. Akan tetapi tak bisa terus berlanjut seperti ini. Dimana angka kemiskinan dan pengangguran kian melambung, mencari lapangan kerja yang layak masih sangat susah serta tingginya harga makanan pokok yang mengakibatkan menurunnya daya beli.

Penerima kartu sembako selama ini pun masih belum sepenuhnya terbantu. Meskipun ada upaya untuk menaikkan anggaran, uang senilai 200 ribu pastinya tak akan cukup untuk membeli sembako yang harganya kian melambung dan terkadang langka di pasaran.

Kartu pra kerja selama ini masih belum jelas realisasinya. Rakyat cukup muak menanti ketidakpastian. Meskipun sering didengungkan saat pidato masa kampanye dulu hingga masa menjabat saat ini, masalah kartu pra kerja masih ambigu.

Kompensasi tarif listrik nyatanya masih belum jelas. Setelah maraknya pemberitaan di media, PLN menyatakan belum ada kejelasan atau masih menunggu klarifikasi dari kementerian ESDM.

Operasi pasar dan logistik sudah seharusnya dilakukan ketika angka kemiskinan makin tinggi dan harga kebutuhan pokok kian naik. Apalagi saat kondisi terkena wabah Covid-19 dimana roda perekonomian makin seret.

Keringanan pembayaran kredit bagi para pekerja sebenarnya sangat tidak solutif. Apalagi kredit berbasis riba. Di tengah kondisi ketidakstabilan ekonomi saat ini.

Para pekerja dengan penghasilan tak menentu pastinya sangat sulit ketika membayar kredit yang angkanya terus naik jika krus dolar merangkak.

Negara seharusnya menjadi pengayom rakyat dalam segala kondisi. Memberikan perlindungan, pelayanan terbaik di segala bidang, menjamin kebutuhan pokok, menerapkan aturan yang manusiawi agar tercipta kehidupan yang tentram penuh keberkahan.

Rakyat butuh solusi yang benar-benar mampu terealisasi bukan sekedar janji manis yang tak realistis. Hanya negara yang telah berkomitmen menjadi pengayom rakyat yang mampu melayani rakyat dengan pelayanan terbaik. Hal ini hanya bisa diwujudkan dengan adanya penerapan aturan yang bersumber dari Sang Pencipta yang memuliakan manusia dan alam semesta.

Masa kejayaan Islam, negara benar-benar sigap ketika ditimpa wabah. Penyediaan fasilitas kesehatan yang berkualitas, adanya jaminan kebutuhan hidup rakyatnya tanpa tenang pilih dan tak sekadar janji.

Penerapan ekonomi syariah islam pastinya akan mengutamakan kepentingan rakyat. Menjadi negara mandiri yang siap mencukupi kebutuhan rakyatnya dengan pengaturan distribusi harta yang tepat sesuai sasaran, menyediakan fasilitas umum, kesehatan, pendidikan dan sebagainya dengan fasilitas terbaik, penyediaan lapangan kerja dengan gaji yang layak dan masih banyak yang lainnnya.[]

*Ibu Rumah Tangga, tinggal di Gresik

Comment