Pemindahan Ibu Kota Negara Menuai Kontroversi

Opini586 Views

 

 

Oleh: Sri Runingsih, Guru

_________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Rencana akan dipindahkan-nya lbu Kota Negara menuai kontroversi dari masyarakat. Kabarnya bahkan Presiden masih kewalahan dalam penanganan anggaran dana pembangunan IKN tersebut.

Seperti dilansir kompas.com, pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin berpandangan bahwa anggaran pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) Tahun 2022 yang akan mencatut anggaran Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tidak tepat.

Menurut dia, kebijakan tersebut justru akan menimbulkan luka di hati masyarakat karena dilakukan di tengah pandemi Covid-19 yang masih mewabah.

“Mestinya, uang tersebut untuk rakyat yang terdampak Covid-19. Pemaksaan dana pemulihan ekonomi yang dialihkan untuk IKN, ini bisa melukai rakyat,” kata Ujang seperti dikutip kompas.com, Rabu (19/1/2022).

Diketahui, pernyataan mengenai anggaran PEN bakal digunakan untuk anggaran pemindahan IKN diungkapkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Hal itu dinyatakan setelah DPR menetapkan Rancangan Undang-undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) disahkan menjadi Undang-undang IKN.

Ujang melihat, pernyataan Sri Mulyani menunjukkan bahwa apa saja akan dilakukan pemerintah demi mewujudkan pemindahan IKN.

“Karena IKN itu harga mati bagi Jokowi. Maka, soal uang akan disesuaikan, dicari, dan diada-adakan oleh Menkeu,” jelasnya.

Dia mengingatkan agar pemerintah semestinya mempertimbangkan kondisi ekonomi rakyat yang kini masih sulit akibat Covid-19.

Sebagai contoh, kata dia, banyak rakyat yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sehingga tak lagi memiliki pekerjaan.

“Hilang kerjaan dan periuk nasinya. Mestinya ya dibantu,” tegas Ujang.

Seorang pemimpin seharusnya lebih mengutamakan kepentingan dan kebutuhan rakyatnya. Tak terlepas dari rencana pemindahan IKN apakah banyak mengandung perbaikan buat rakyat ataukah malah sebaliknya.

Kalau pemindahan IKN tidak ada merugikan rakyat atau bisa ditangani pemerintah tanpa merugikan pihak manapun, maka boleh-boleh saja pemerintah melakukannya. Apalagi dengan tujuan mensejahterakan rakyat, maka boleh saja.

Namun yang terjadi sekarang apakah benar tujuan pemerintah dalam pemindahan IKN benar-benar untuk mensejahterakan rakyat? Atau mungkin sebaliknya demi kepentingan mereka sendiri dan malah membuat rakyat menjadi terbebani?

Tapi kalau dalam anggaran dananya saja pemerintah sudah kewalahan, bahkan melibatkan APBN untuk menanggungnya. Lantas bagaimana nasib rakyat dengan semakin bertumpuknya hutang Negara ?

Bayangkan saja dalam anggaran pemindahan IKN tentunya biaya yg diperlukan tidaklah sedikit, sedangkan hutang Indonesia saja sudah bertimbun.

Selain dari pada itu, bagaimana pula nasib hutan di Kalimantan Timur? Tentunya dengan dipindahkan ibukota negara maka pastinya tidak sedikit lahan yang terpakai, dan tentunya semakin banyak pula yang membangun pemukiman disana. Nah, tentu saja hal ini malah memicu terjadinya banjir, akibat dari hutan-hutan yang ditebangi.
Dan akhirnya malah menambah masalah baru lagi.

Solusi Islam

Para ulama telah menjelaskan apa yang wajib bagi seorang khalifah atau imam terhadap rakyatnya. Di antaranya adalah apa yang dikatakan oleh Al-Mawardi rahimahullah saat menjelaskan perbuatan yang waijb bagi seorang pemimpin;

“Yang diwajibkan terhadap masalah publik ada sepuluh macam;

Pertama: Menjaga agama berdasar prinsip-prinsipnya yang kokoh dan telah disepakati salafushshaleh. Apabila muncul pelaku bid’ah atau pemilik pemikiran syubhat melakukan perbuatan menyimpang, maka hendaknya ditegakkan hujjah di hadapannya dan ditegakan ketetapan dan hukum kepadanya. Agar agama ini terjaga dan umat tercegah dari kesesatan.

Kedua: Menerapkan hukum di antara dua pihak yang saling bertikai dan menghentikan permusuhan antara dua pihak hingga kedamaian tercipta. Yang zalim tidak melampaui batas dan yang dizalimi tidak lemah.

Ketiga: Memelihara kedaulatan dan menegakkan peraturan. Agar masyarakat dapat beraktifitas dan hidup serta melakukan perjalanan dengan merasa aman dari kejahatan terhadap diri dan harta.

Keempat: Melaksanakan keputusan hukum untuk melindungi ketentuan-ketentuan Allah Ta’ala agar tidak mudah dilanggar dan agar hak-hak masyarakat terlindungi dari tindak pengrusakan.

Kelima: Melindungi perbatasan dengan kekuatan yang dapat menghalau serangan musuh yang dapat menumpahkan darah, baik yang muslim atau orang kafir yang terlindungi.

Keenam: Berjihad ketika Islam ditentang setelah disampaikan dakwah hingga mereka menyerah atau dia masuk sebagai ahli zimah agar hak Allah dapat ditegakkan di atas semua agama.

Ketujuh: Menarik fai dan shadaqah (zakat) serta apa saja yang diwajibkan syariat baik berdasarkan nash atau ijtihad tanpa rasa takut dan sewenang-wenang.

Kedelapan: Memperkirakan pemberian dan hak-hak yang harus diberikan dari Baitul Mal tanpa berlebihan dan kekurangan dan dikeluarkan pada waktunya, tanpa dipercepat dan ditunda.

Sembilan: Mempergunakan orang-orang yang amanah dan kompeten serta menyerahkan tugas dan keuangan kepada mereka. Sehingga pekerjaan dilakukan berdasarkan profesionalisme dan harta dikelola oleh orang-orang yang amanah.

Kesepuluh: Langsung terjun menangani dan mengamati setiap urusan agar dia dapat mengatur urusan umat dan menjaga agama. Dia tidak menyerahkan tugas karena sibuk dengan kesenangan atau ibadah. Karena boleh jadi orang yang dipercaya atau orang dekat melakukan khianat.

Allah Ta’ala berfirman,

يا داود إنا جعلناك خليفة في الأرض فاحكم بين الناس بالحق ولا تتبع الهوى فيضلك عن سبيل الله

“Hai Daud, Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, Maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah.” SQ. Shood: 26.

Allah tidak cukup memerintahkan Nabi Daud agar menyerahkan tugasnya (kepada orang lain) tanpa langsung turun tangan. Tidak ada uzur baginya untuk memperturuti hawa nafsu hingga dianggap sesat. Meskipun hal ini terkait dengan kedudukannya sebagai khalifah, namun dia merupakan ketentuan politik bagi siapa saja yang diberikan wewenang dan kepemimpinan.

Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

كلكم راع وكلكم مسئول عن رعيته

“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang orang-orang yang dia pimpin.”

Jika seorang pemimpin telah melaksanakan sebagaimana yang telah kami sebutkan berupa pemenuhan terhadap hak-hak umat, maka dia telah melaksanakan hak Allah Ta’ala yang ada pada mereka. Dan berikutnya dia (pemimpin) yang menjadi kewajiban mereka dua bentuk hak; hak taat dan hak pembelaan selama sikapnya tidak berubah.” (Al-Ahkam As-Sulthaniyah, hal. 19-20). Wallahualam Bissawab.[]

Comment