Pendidikan Ala Sekuler Hasilkan Intelektual Islamophobia

Opini787 Views

 

 

 

Oleh: Milda, S.Pd, Aktivis Muslimah

__________

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Rektor Institut Teknologi Kalimantan atau ITK, Budi Santosa Purwokartiko, sedang menjadi sorotan akibat menyebut mahasiswi berjilbab dengan istilah manusia gurun. Ucapannya itu pun dinilai rasis karena memuat unsur SARA.

Dikutip dari situs resmi ITK, itk.ac.id, Minggu (1/5/2022), Prof Budi Santosa adalah putra daerah Klaten, Jawa Tengah. Dia lahir di Klaten, 12 Mei 1969.

Dia merupakan alunmnus Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 1992. Dia kemudian meraih gelar master dan doktor dari University of Oklahoma, Amerika Serikat.

Gelar tidak menjamin prilaku dan perkataan seseorang menjadi berkualitas. Bagaimana tidak, baru-baru ini  seorang profesor mengeluarkan statement yang dianggap rasis. Mendengar pernyataan dari seorang profesor tersebut membuat siapa pun yang membacanya merasa kecewa, sebab statement yang keluar dari seorang guru besar.

Pendidikan ala kapitalisme melahirkan banyak orang  berintelektual dengan pemikiran sekuler dan rasis. Pendidikan seorang guru besar yang merupakan lulusan dari Amerikan Serikat jelas mengikuti pola pikir sekuler. Mengingat Amerika pengusung pendidikan kapitalis. Bahwa Amerika mengeskpor pemikiran sekulerisme ke seluruh dunia.

Kapitalisme dan sekulerisme memang menghasilkan intelektual dengan kemampuan tanpa mau melibatkan agama dalam mengatur kehidupan termasuk pendidikan, pemikiran seperti ini juga menjangkit negeri-negeri kaum muslim.

Maka, sangat disayangkan orang yang berpendidikan dan memiliki prestasi akademisi saja tidak cukup jika tidak diimbangi dengan ilmu agama, karena  orang-orang yang berpendidikan memerlukan agama sebagai penuntunnya.

Oleh sebab itu tidak heran jika banyak para intelektual yang terjangkiti sekulerisme menganggap Islam hanya sebagai agama ritual belaka dan tidak ada sangkut pautnya dengan dunia pendidikan modern. Ini bukti minimnya pemahaman ilmu agama seorang intelek yang memiliki gelar akademisi. Seperti pernyataan negatif terhadap Islam, pandanganya terkait pakaian Islam, dan lain sebagainya.

Kebencian terhadap Islam menggambarkan orang tersebut terjangkit islamofobia. Sngat disayangkan banyak orang mengaku muslim namun seolah anti dengan agamanya sendiri yakni Islam. Padahal Islam bukan sebuah ancaman atau musuh yang harus dihindari malainkan agama dengan pemikiran yang cemerlang hingga mampu menguasai segala bidang bahkan sampai mengantarkan bagi para pemeluknya menuju kebahagiaan sampai akhirat.

Namun, seperti yang kita ketahui para pembenci Islam tak gentar untuk selalu menggembar-gemborkan kebencian terhadap Islam. Seperti pandangan yang nyeleneh yang membuat siapa saja yang mendengar merasa kecewa, ini akibat dari ide kebebasan berpendapat yang kebablasan.

Semua ini berawal dari ide demokrasi liberal yang memandang semua orang berhak mengutarakan pendapatnya tanpa memikirkan pernyataan tersebut benar ataupun salah. Akibatnya demokrasi digunakan sebagai alat untuk menyebarkan kebencian terhadap agama Islam yang nyaris para pelakunya tidak diberi sanksi sebagaimana halnya dalam Islam ketika ada yang menistakan agama termasuk para intelektual yang rasis.

Dalam sistem kapitalis, pendidikan sekuler tidak menjadikan agama sebagai hal krusial dalam pendidikan, ini dibuktikan dengan para intelektual menganggap dirinya  tidak membutuhkan  agama sehingga menjadikan dirinya angkuh.

Pendidikan ala kapitalisme lebih mengedepankan prestasi akademik yang dianggap nomer satu tanpa mau berpikir bahwa dirinya hanya sebagai manusia yang diciptakan. Namun kesombongan begitu melekat bagi sebagian orang yang memiliki prestasi akademik.

Dalam firman Allah Ta’alah :

وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ الْأَرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُولًا

Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung. (QS Al-Isra : 37).

Sistem kapitalisme melahirkan intelektual yang hanya memiliki pengetahuan saja namun pernyataan tidak sesuai dengan gelarnya sebagai profesor apalagi sampai terjangkit Islamofobia.

Lain halnya dengan Islam yang berabad-abad lamanya hingga mampu melahirkan para intelektual yang berkualitas tinggi tidak hanya memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi juga ahli di bidang agama seperti Al Khawarizmi, Jabir bin Hayyan, Al Kindi, Al-Farabi bahwa masih banyak lagi para intelektual muslim yang memiliki keunggulan di bidangnya masing-masing.

Dalam Islam semua pemikiran mengikuti cara pandang yang Islami yang mereka menganggap dirinya lemah sehingga selalu membutuhkan Allah dalam segala aktivitasnya termasuk dalam bidang pendidikan.

Selain itu, pendidikan dalam Islam juga di dukung oleh pemerintahaan Islam, ekonomi Islam, pergaulan hingga diterapkanya sanksi, semua itu tidak akam mungkin di terapkan dalam sistem demokrasi. Hanya dalam sistem Islam yang mampu melahirkan para intelektual/ilmuan yang cerdas, kritis, tangguh, beriman, taat serta mampu mensejahterahkan umat dengan kecerdasan intelektual. Wallahu Alam Bishowab.[]

 

Comment