Pornografi Marak, Dampak Sistem yang Rusak?

Opini114 Views

 

 

Penulis: Sartinah | Aktivis Mahasiswi

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Ada peribahasa mengatakan “Lebih baik mencegah dari pada mengobati”. Karena biaya, tenaga yang diperlukan untuk mengobati jauh lebih besar dari pada kegiatan mencegah. Namun peribahasa ini belum menjadi tindakan penting untuk direalisasikan dalam sistem sekarang. Hal itu terbukti dengan kasus pornografi yang semakin marak.

Sebagaimana dilansir sindonews.com pihak kepolisian membongkar dua kasus eksploitasi anak dan penyebaran konten pornografi melalui aplikasi telegram. Lewat konten pornografi tersebut tersangka menjualnya dengan mematok harga mulai dari Rp50 hingga Rp250. Mirisnya tersangka kedua mengeksploitasi anak dengan merekam anak usia di bawah umur melakukan tindakan asusila yang dijadikan konten lalu disebar melalui aplikasi telegram yang dibuatnya dengan mematok harga Rp300. Kemudian tersangka menjanjikan korban uang sebesar Rp200.

Kasus pornografi salasatu kasus yang terus mengalam peningkatan. Sepanjang 2016—2024, Kementerian Komunikasi dan Informatika menemukan kasus pornografi terhadap anak jumlahnya mencapai 9.228 kasus. Dan laporan dari National Center for Missing and Exploited Children pada 2024 didapat 5.566.015 konten kasus pornografi anak. Dari banyaknya kasus tersebut tidak banyak tersangka yang tidak mendapatkan ancaman hukuman penjara 20 tahun dan denda. Namun mengapa pornografi masih marak setelah adanya hukuman tersebut?

Dua Faktor Maraknya Pornografi

Ada dua faktor yang menjadi alasan pornografi terus marak, pertama tidak adanya ketakwaan yang dimiliki setiap individu sehingga dalam berbuat tidak pernah mempertimbangkan halal haramnya namun hanya melihat dari sisi nilai materinya.

Dengan ketakwaan yang dimiliki setiap individu itulah yang membuatnya takut untuk melakukan segala sesuatu yang diharamkan karena semua akan di pertanggungjawabkan baik perbuatan itu kecil maupun besar. Rasulullah SAW bersabda:

“Tidak akan bergeser kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat nanti sampai ia ditanya tentang empat perkara, 1) umurnya untuk apa ia habiskan, 2) ilmunya sejauh mana ia amalkan, 3) hartanya dari mana ia dapatkan dan untuk apa ia belanjakan, dan 4) tubuhnya untuk apa ia manfaatkan.” (HR. At-Tirmidzi).

Kedua penerapan sistem yang rusak. Rusaknya generasi karena di awali dengan rusaknya sistem. Sistem pemerintahan harusnya menjadi tempat yang aman bagi generasi sekarang tapi justru mengalami ketidakamanan, informasi-informasi yang merusak masih dengan mudah diakses.

Pemerintah harusnya sedari dulu melakukan pencegahan dengan menutup akses-akses pornografi yang masuk sehingga anak-anak tidak mampu untuk mengaksesnya tapi yang hanya dilakukan ialah memblok situs-situs pornografi yang pada kenyataannya anak-anak masih bisa mengakses melalui aplikasi yang dimilikinya.

Sehingga dengan itu sepertinya pemerintah belum serius dalam menangani kasus tersebut, harusnya ini menjadi perhatian besar yang harus pemerintah pikirkan agar kiranya kasus tersebut hilang dan terselesaikan, karena jika tidak generasi kedepan juga akan mengalami kerusakan, besarnya dampak yang ditimbulkan dari kecanduan pornografi.

Anak-anak yang mengalami kecanduan akan mengakibatkan gangguan pada perkembangan otak, emosi, hingga turunnya kemampuan bersosialisasi. Mereka juga lebih sulit membedakan baik dan buruk.

Mirisnya bisa berdampak pada pemenuhan seksualnya lewat pergaulan bebas sehingga merajalela pelecehan seksual, pemerkosaan, dan kehamilan yang tidak di inginkan. Dari dampak buruk tersebut harusnya membuahkan hukuman yang membuat pelaku jera dan mencegah calon pelaku untuk melakukannya namun dari banyaknya hukuman yang diberlakukan bagi pelaku belum ada yang membuat jera sehingga kasus tersebut terus marak.

Solusi Tuntas Pornografi

Berbeda halnya dengan sistem Islam. Dalam sistem Islam pemerintah berfungsi sebagai junnah (perisai) yang melindungi generasi dari seluruh sisi. Pertama, dimulai dari sistem pendidikannya berasaskan akidah Islam, penyusunan kurikulum pun berasaskan akidah sehingga terbentuklah individu yang memiliki ketakwaan yang menjadikan Islam sebagai patokan halal haram bukan nilai materi.

Kedua, Islam menutup situs-situs pornografi sehingga tidak ada yang mampu mengaksesnya. Ketiga Islam menerapkan sanksi yang adil dan tegas. Pelaku pornografi akan dihukum dengan tegas hingga membuatnya jera.

Islam menerapkan sistem sanksi yang harus sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (paksaan). Yang dimaksud dengan pencegah, lewat dari sanksi yang diterapkan membuat orang lain tercegah atau takut untuk melakukan kejadian yang sama. Sebagaimana yang dinyatakan dalam Al-Qur’an,

وَلَكُمْ فِى الْقِصَاصِ حَيٰوةٌ يّٰٓاُولِى الْاَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ

“Dan dalam hukuman kisas itu terdapat kehidupan bagi kalian, wahai orang-orang yang mempunyai pikiran agar kalian bertakwa.”(QS Al-Baqarah: 179)

Selain bisa mencegah orang lain untuk tidak melakukan perbuatan yang sama, juga bisa mencegah dijatuhkannya hukuman di akhirat. Yang dimaksud paksaan adalah pelaku kejahatan dan orang yang melakukan kemaksiatan atau pelanggaran bisa dipaksa untuk menyesali perbuatan pelaku tersebut. Dengan begitu, akan membuat pelaku menyesal selama-lamanya dan tobat nasuhah.

Sangat jelas bahwa sistem pemerintahan ini tidak bisa didapatkan pada sistem sekarang ini melainkan hanya ada pada sistem pemerintahan yang menerapkan Islam sebagai sistem pemerintahannya yang mengambil aturan dari Sang pencipta Sang pengatur. Wallahu a’lam bisshawab.[]

Comment