Oleh: Wa Ode Selfin S.Pd, Praktisi Pendidikan
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Miris jika melihat realitas pemuda saat ini. Perilaku mereka sangat minim visi yang sibuk mengejar duniawi dan eksistensi harga diri. Seperti yang terjadi di Bogor.
Dilansir dari Republika.co.id (15/01/2023) Seorang remaja berinisial M tewas usai menghentikan paksa satu unit truk yang tengah melaju dari Exit Tol Gunung Putri, Desa Gunung Putri, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor. Diduga remaja tersebut menghentikan paksa truk untuk membuat sebuah konten.
Aksi nekat para remaja juga terjadi di Kota Palembang. Aksi tawuran berdarah yang kini kian massif. Terakhir kasus yang ditangani oleh polisi menewaskan satu korban jiwa. Tidak hanya itu, di Kecamatan Medan Belawan, seorang remaja tertusuk panah di bagian dada kiri setelah ikut tawuran. Kini, remaja itu menjalani operasi bedah toraks di RSUP H Adam Malik. Remaja berusia 16 tahun itu sebelumnya turut tawuran di Jalan Kakap pada Selasa, 10 Januari 2023 lalu (Detik.com, 11/01/2023).
Tidak hanya tawuran, sederet kerusakan lainnya kian menimpa generasi muda. Narkoba, pergaulan bebas, gangguan mental hingga berujung bunuh diri, semakin menghiasi kehidupan pemuda. Generasi muda dalam cengkraman gaya hidup hedonis yang tersibukkan mengejar kenikmatan dunia dan eksistensi belaka sampai melupakan jati diri dan tujuan hidup sebagai seorang muslim.
Menjadi sebuah pertanyaan, apa gerangan yang terjadi pada generasi muda saat ini? Mengapa perbuat amoral demikian sangat lekat dengan generasi muda? Apakah sudah sedemikian rusaknya kondisi generasi saat ini? Padahal generasi muda adalah ujung tombak harapan sebagai pembawa perubahan masa depan bangsa. Kalau para pemuda saja sudah minim visi, maka perubahan seperti apa yang diharapkan?
Generasi Tanpa Visi Lahir Dari Rahim Sekuler
Potret generasi tanpa visi ini tidak lahir begitu saja, melainkan didukung oleh sistem kapitalisme sekuler yang memandulkan peran agama dalam kehidupan. Agama hanya dibiarkan untuk mengatur urusan ibadah mahdoh semata, bukan sebagai petunjuk dalam menjalani seluruh aspek kehidupan. Alhasil terciptalah suasana keserakahan akan materi dan eksistensi belaka.
Penerapan sistem ini berakibat kehidupan remaja terpisahkan Dari agama. Agama tidak lagi dijadikan pedoman dan petunjuk dalam berfikir dan bertingkah laku. Para pemuda berjalan menurut hawa nafsu dan eksistensi diri, popularitas, memburu kesenangan fisik, hiburan dan nilai-nilai materialistik.
Tidak sedikit generasi yang berlomba-lomba melakukan hal-hal ekstrim di luar nalar manusia hanya demi memperoleh sebuah pengakuan. Tidak sedikit pula yang ketergantungan akan zat adiktif baik narkoba maupun narkolema seperti pornografi dan pornoaksi hingga perzinahan menjadi sesuatu yang lumrah dalam kehidupan mereka dan berujung pada dispensasi nikah. Miris. sungguh sangat miris.
Apatah lagi sistem pendidikan saat ini yang tidak menjadikan aqidah Islam sebagai landasannya. Meskipun telah jelas tertuang dalam UU No 20 tahun 2003 tentang Tujuan Pendidikan Nasional, namun sangat jauh antara harapan dan implementasinya.
Lagi-lagi peran agama bukanlah yang terpenting. Agama yang diajarkan di bangku sekolah sekedar teori belaka, tidak untuk diamalkan secara praktis dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Agama hanya dibolehkan untuk mengatur perkara ibadah mahdoh semata, tidak untuk petunjuk seluruh kehidupan.
Al-hasil lahirlah generasi minim visi dan orientasi hidup. Sistem kapitalisme juga membajak potensi para pemuda untuk melanggengkan kepentingan para oligarki. Para pemuda tersibukkan untuk memenuhi keserakahan para kapitalis.
Pemerintahan dalam sistem kapitalisme sekuler bekerja layaknya sebagai pemadam kebakaran, yang hanya menindaklanjuti kasus ketika sudah terjadi. Berlepas tangan dari tanggung jawab menjaga generasi dan menutup segala pintu penyebab rusaknya generasi saat ini.
Pemerintah seakan memberi ruang kebebasan kepada setiap individu untuk bebas berbuat atas nama Hak Asasi Manusia (HAM). Harapan semu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa namun membiarkan generasi berada di jurang kebebasan. Apatah lagi, ketika pemerintah juga tak punya visi penyelamat generasi. Kapitalisme hanya mencukupkan diri pada upaya-upaya pragmatis seperti penangkapan pelaku tawuran, himbauan dan sejenisnya. Jadilah generasi mengikuti kemana arus bertiup. Abai terhadap bahaya yang mengancam.
Demikian jelas pangkal dari semua kerusakan yang menimpa generasi muda saat ini adalah akibat sistem kehidupan ala barat yakni yang berasakan sekulerisme yang masih eksis di negeri ini. Padahal sekulerisme ini sangat bertentangan dengan akidah Islam. Akidah Islam mengakui bahwa Allah sebagai pencipta juga sebagai pengatur kehidupan manusia. Manusia sedikitpun tidak diberi ruang untuk membuat aturan kehidupan sendiri, sebab semua aturan kehidupan manusia telah tertera dalam kitab yang dibawa oleh Rasulullah SAW. yakni Al-Quranul karim dan As-Sunnah.
Sebagaimana peringatan Allah dalam firmanNya, “Maka demi Rabbmu, mereka itu pada (hakikatnya) tidak beriman sebelum mereka menjadikan kamu (Muhammad) sebagai hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa di hati mereka suatu keberatan terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima (pasrah) dengan sepenuhnya. (TQS. An-Nisa: 65).
Islam Menyelematkan Generasi
Potret buram generasi tanpa visi tidak akan kita dapati dalam negara yang menerapkan aturan Islam secara kaffah. Dalam Islam, negara menerapkan peraturan Dan perundang-undangan bersumber dari hukum syariah untuk seluruh masyarakat baik muslim maupun non muslim.
Sehingga tidak didapati asas kebebasan dalam berbuat, sebab setiap perbuatan selalu terikat dengan hukum syariah. Kesemuanya akan dimintai pertanggung-jawaban oleh Allah SWT.
Sehingga akan tercipta ketaatan pada setiap individu muslim. Islam memandang bahwa kualitas pemuda sangat penting dalam eksistensi peradaban Islam.
Syaikh Ibnu Baaz dalam sebuah kitabnya mengatakan “Musuh-musuh Islam berusaha merintangi jalan para pemuda muslim. Merubah pandangan hidup mereka baik dengan memisahkan mereka dari agama, menciptakan jurang antara mereka dengan ulama dan norma-norma yang baik di masyarakat. Mereka memberi label buruk terhadap ulama sehingga para pemuda menjauh, menggambarkan para ulama dengan sifat dan karakter yang buruk, menjatuhkan reputasi para ulama yang dicintai masyarakat atau memprovokasi penguasa untuk bersebrangan dengan mereka”.
Olehnya itu, Islam memerintahkan semua pihak untuk bertanggung – jawab terhadap para pemuda agar menjadi sosok berkualitas demi kemuliaan Islam dan bermanfaat bagi umat.
Dimulai dari institusi paling terkecil dari sebuah masyarakat yakni keluarga. Orang tua berkewajiban mendidik anak-anaknya agar memiliki akidah Islam yang kokoh sehingga semenjak dini telah terbentuk kepribadian Islam yakni memiliki aqliyah atau pola pikir Islami dan nafsiyah atau jiwa Islami. Sehingga sebelum berbuat anak akan mempertimbangkan perbuatannya sesuai standar syariah, apakah dibolehkan atau tidak.
Dengan demikian seorang anak akan memahami hakikat keberadaannya di dunia, dan perkara konsekuensi dari perbuatan yang dilakukan di dunia saat ini, sehingga tidak asal berbuat, atau fanatik buta terhadap sesuatu, juga tidak mengorbankan waktu yang amat berharga hanya demi mencari materi dan eksistensi belaka sebagaimana yang terjadi pada pemuda dalam sistem kapitalisme sekuler saat ini.
Dalam Islam, masyarakat juga berkewajiban menegakkan amar ma’ruf nahi munkar. Masyarakat tidak akan membiarkan kemaksiatan merebak di entitasnya. Masyarakat tidak akan diam saja ketika melihat sebuah kemaksiatan. Masyarakat memahami kewajiban untuk saling mengingatkan antar satu sama lain atas landasan ketakwaan kepada Allah SWT.
Karena itu para generasi yang telah dididik dalam keluarganya mendapat tempat untuk belajar dan mempraktikkan apa yang mereka pahami dalam kehidupan. Generasi pemuda akan tersibukkan berjuang untuk kemuliaan Islam dan kaum muslimin.
Kemudian negara bertugas menjaga individu kaum muslim secara komunal. Negara akan menerapkan aturan Islam secara keseluruhan. Negera akan menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah agar terbentuk muslim yang memiliki kepribadian Islam. Negara juga menjaga akidah umat Islam dari pengaruh pemikiran dan pemahaman yang tidak berasal dari Islam yang dapat merusak akidah umat.
Islam juga menerakan sistem sanksi bagi para pelaku maksiat yang telah baligh termasuk para remaja. Apabila terdapat pelaku maksiat yang melanggar aturan syariat berupa berbuat onar maka negara akan menerapkan sanksi berupa ta’zir. Jika terdapat pelaku penganiayaan atau pembunuhan maka pelakunya mendapat sanksi qishas.
Sistem sanksi dalam Islam memberi efek jera dan sebagai penebus dosa bagi para pelaku (jawabir) dan sebagai pencegah (zawajir). Al-hasil negara tidak memberikan ruang sedikitpun bagi para pemuda untuk melakukan tindakan kemaksiatan.
Demikianlah penjagaan khalifah terhadap para generasi dengan penjagaan paripurna sehingga mampu melahirkan generasi mulia dan berkualitas.
Dengan demikian, jika kita mengharapkan perubahan hakiki pada kondisi generasi muda saat ini, sudah saatnya kita mencampakkan kaiptalisme sekuler. Wallahu’alam bissawab.[]
Comment