Rantika Nur Asyifa*: Tatap Muka Atau Tetap Belajar Di Rumah?

Opini464 Views

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Pada tahun ajaran baru 2020-2021 metode pembelajaran jarak jauh atau daring masih akan berlaku di daerah berstatus zona merah dan zona kuning terkait paparan Covid-19. Daerah berstatus zona hijau diizinkan melakukan pembelajaran secara tatap muka. Namun, semuanya diserahkan kepada masing-masing daerah, apakah akan menerapkan pembelajaran tatap muka atau tidak.

Meski begitu, waktu dimulainya tahun ajaran baru belum diputuskan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim.
“Hanya sekolah di zona hijau yang dapat membuka sekolah dengan tatap muka. Tanggal pastinya menunggu pengumuman Mendikbud,” ujar Plt Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah, Hamid Muhammad, (TribunNews.com, 4/6/2020).

Hamid menegaskan kembalinya siswa ke sekolah dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat. Hal itu untuk mencegah penyebaran Covid-19 di lingkungan sekolah.
“Jaga jarak, pakai masker, jaga kebersihan, maksimal 15 hingga 18 siswa per kelas,” terang Hamid.

Sama halnya dengan yang disampaikan oleh Kepala Biro Kerja sama dan Humas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Evy Mulyani, bahwa pembukaan sekolah yang berada di zona hijau akan dilakukan secara hati-hati. Kesehatan dan keselamatan warga sekolah menjadi prioritas utama.

“Sehingga sekolah-sekolah di wilayah zona hijau tidak serta merta dibuka, tetapi akan dilakukan dengan sangat hati-hati, dan tetap mengikuti protokol kesehatan,” ujar Evy, (merdeka.com, 7/6/2020).

Sekolah yang berada di zona merah dan kuning, tetap menggunakan sistem pembelajaran jarak jauh pada tahun ajaran baru 2020/2021. Dia juga menambahkan seringkali ada kerancuan terkait tahun ajaran baru masih disamakan dengan kegiatan belajar mengajar secara tatap muka di sekolah. Saat ini model pembelajaran jarak jauh akan menjadi pilihan utama sehingga bagi sebagian besar sekolah akan melanjutkan pembelajaran jarak jauh.

Memasuki masa new normal ini, muncul kekhawatiran yang dirasakan para orangtua terkait kegiatan sekolah. Yakni, bagaimana keamanan terkait kesehatan anak-anak mereka nantinya. Walaupun kemendikbud memiliki solusi untuk permasalahan pendidikan, namun nyatanya tak serta merta diterapkan, karena sifatnya yang rancu atau masih diragukan keberhasilannya.

Kebijakan terkait mengakhiri masa belajar di rumah di tahun ajaran baru, sudah disampaikan oleh Kemendikbud, namun kemudian dirinci dengan persyaratan mengikuti protocol kesehatan dan social distancing. Ini justru membuat pendidikan terasa semakin membingungkan dan ragu apa langkah yg semestinya diambil menyikapi kebijakan tersebut.

Sikap ini menegaskan pemerintah tidak punya arah yang jelas mengenai target pembelajaran sekolah, juga tidak ada integrasi kebijakan dengan new normal yang dijalankan, sehingga mengalami kesulitan menetapkan secara tegas apakah perlu tetap belajar di rumah atau tatap muka secara langsung.

Kondisi ini menunjukkan bahwa pemerintah jauh dari kata serius dan niat baik untuk mengurusi rakyatnya terutama perihal pendidikan di negeri ini. Mereka hanya sibuk mengamankan kepentingan masing-masing. Tanpa berpikir berbagai dampak yang timbul akibat adanya kebijakan rancu.

Ini sungguh berbeda dengan Islam. Allah SWT mengutus Nabi Muhammad saw dengan membawa Islam sebagai rahmat bagi semesta alam. Wujud rahmat Islam itu bisa tampak tatkala Islam diterapkan secara sempurna (kâffah). Umat, baik secara individu, bermasyarakat, dan bernegara, akan terlindungi oleh Islam.

Inilah yang sejatinya diharapkan oleh generasi muda dan masyarakat, mereka akan merasa aman. Anak-anak adalah aset dan konstruktor peradaban dunia. Jangan biarkan mereka punah sebelum waktunya, akibat pandemi, terlebih jika akibat karut-marut politik penanganannya. Wallahu a’lam

*Aktivis Dakwah, Penulis, Pemerhati Remaja

Comment