Rini Astutik: Rapuhnya Ketahanan Keluarga Dalam Sistem Sekuler

Opini503 Views

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA – Akibat perceraian yang mayoritas terjadi atas gugatan istri, diperkirakan disepanjang tahun 2019 ada setengah juta janda baru lahir di Indonesia. Berdasarkan laporan tahunan Mahkamah Agung (MA) 2019 yang dikutip Detik.com pada Jumat (28/02/2020) perceraian tersebar di dua pengadilan yaitu Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri.

Jika di Pengadilan Agama menceraikan pasangan Muslim, maka di Pengadilan Negeri untuk menceraikan pasangan Nonmuslim. Dari data Pengadilan Negeri diseluruh Indonesia, hakim telah memutuskan peceraian sebanyak 16.997 pasangan. Adapun di Pengadilan Agama sebanyak 347.234 terjadinya perceraian yang berawal dari gugatan istri, sedangkan 121.042 di Pengadilan Agama dilakukan atas permohonan suami, sehingga total di seluruh Indonesia 485.223 pasangan.

Makin tingginya jumlah angka perceraian tentunya akan menyisakan banyak sekali permasalahan salah satunya adalah hak perwalian anak pasca perceraian. Selain itu juga soal pemberian nafkah kepada anak dan mantan istri yang harus diberikan oleh pihak mantan suami. Karena tidak adanya mekanisme yang mengikat pihak ketiga (instansi tempat permohonan kerja) untuk memastikan tergugat yang mangkir sehingga hal inilah yang menjadi kendala susahnya eksekusi.

Terjadinya peningkatan kasus perceraian didominasi akibat terjadinya perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus dengan 183.085 kasus. Sementara faktor ekonomi menempati urutan kedua sebanyak 110.909 kasus, masalah lainnya seperti suami/istri pergi (17,55%), KDRT (2,15%), dan (0,85%) dikarenakan mabuk (Databoks.katadata.co.id).

Fakta ini tentu saja membuat kita semakin miris dan prihatin.

Jika dicermati, faktor ekonomi menjadi penyebab utama kasus perceraian. Di samping itu, gaya hidup hedonisme yang menyerang diera Sekuler Kapitalis saat ini telah merenggut idealisme pasangan dalam pernikahan. Gempuran pemikiran feminisme dan tuntutan kesetaraan gender tidak dipungkiri telah memberikan andil atas tingginya angka perceraian yang membuat ketahanan keluarga menjadi rapuh.

Bukan tidak ada usaha untuk bisa menghentikan lajunya angka perceraian tersebut. Segala macam upaya pun telah dilakukan oleh pihak pemerintah untuk menekan angka perceraian. Namun sayangnya, solusi yang diberikan masih parsial dan belum menyentuh akar permasalahannya. Mulai dari upaya pemberdayaan ekonomi perempuan, penyuluhan pra pernikahan dan lain lain. Akan tetapi semua upaya tersebut terbukti tak mampu menyelesaikan persoalan tersebut. Sehingga hal ini sangat berbanding terbalik dalam sistem Islam.

Dalam pandangan Islam, perceraian tidak dilarang meskipun dibenci oleh Allah SWT. Dalam sebuah hadist Rasulullah SAW bersabda: “Perkara halal yang dibenci oleh Allah ialah talak.’’ Namun jika kasus perceraian terus meningkat maka tidak bisa dikatakan wajar. Sebab hal ini membuktikan bahwa pernikahan tidak dianggap sesuatu yang bernilai ibadah.

Padahal dalam Islam, sebuah pernikahan adalah sebuah ibadah, bahkan ibadah yang terhitung paling lama. Islam juga memandang pernikahan sebagai mitsaqon gholizho (perjanjian yang kuat) sebuah akad yang membawa konsekuensi dan tanggung jawab yang besar baik bagi suami ataupun isteri untuk menunaikan hak dan kewajiban bagi masing-masing diri mereka.

Oleh karenanya, Islam mengatur seluruh aspek dan sendi kehidupan termasuk dalam persoalan pernikahan dan rumah tangga. Jika sebuah keluarga dibangun di atas pondasi aqidah yang kokoh maka keluarga yang penuh dengan ketenangan dan kedamaian akan terwujud.

Sehingga ketika seluruh hukum Allah diterapkan di berbagai lini kehidupan, meningkatnya kasus perceraian tidak akan terjadi. Sebab seluruh keluarga muslim akan terus mengupayakan mempertahankan pernikahannya secara maksimal apalagi pernikahan berkaitan dengan kualitas generasi mendatang, karena dari keluarga harmonislah generasi kuat dan tangguh diciptakan sehingga mampu membawa negeri ini pada peradaban yang gemilang.

Maka sudah menjadi tanggung jawab suami isteri membentuk ketahanan keluarga yang kuat, mampu menjaga ikatan pernikahan dan kehidupan keluarga dan selalu terikat dengan hukum Allah.

Meskipun negara tidak mencampuri urusan pribadi sebuah keluaraga, namun dalam ajaran Islam, negara wajib memastikan bahwa setiap anggota keluarga mampu menjalankan peran dan fungsinya dengan baik melalui kebijakan yang bertolak ukur dan bercermin kepada ajaran Islam.

Negara juga harus memastikan bahwa setiap keluarga,  individu dan masyarakat mampu menjalankan tanggung jawabnya memenuhi kesejahteraan.

Dengan demikian akan terbentuk ketahanan keluarga yang kuat. Keberkahan dalam sebuah keluarga hanya bisa didapat dengan mengimplementasika islam secara kaffah dan menyeluruh.

Begitulah sempurnanya Islam dalam memgatur masalah perceraian. Jadi tidak ada alasan lagi bagi kita untuk tidak mau mengambil Islam sebagai solusi tuntas berbagai masalah kehidupan karena hanya dengan Islamlah kedamaian dan kesejahteraan akan bisa terwujud bagi manusia secara umum. Wallahu a’alam Bishshowabh.[]

Comment