Oleh: Sherly Agustina, M.Ag, Penulis dan pemerhati kebijakan publik
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Abu Bakar Al-Waraq Al-Balkhi berkata, “Bulan Rajab adalah bulan menanam, bulan Sya’ban adalah bulan menyiram, dan bulan Ramadan adalah bulan memetik buahnya.”
Bertemu tamu nan agung hanya tinggal menghitung hari. Setiap muslim di manapun berada berharap bisa bertemu tamu agung tersebut. Karena tamu tersebut memiliki keutamaan yang luar biasa, diutus oleh Allah yang Mahakuasa. Setiap muslim berlomba menyambut dengan sambutan terbaik dan menjamunya dengan sebaik-baiknya.
Umat Islam di negeri ini sedang banyak diuji, gorengan radikalisme selalu disematkan pada umat Islam. Ajaran dan para ulama serta siapa saja yang menyuarakan syariah dikriminalisasi. Muslim yang berusaha taat syariah secara kaafah dianggap musuh dan intoleran. Pengarusutamaan islamofobia terus digencarkan, seakan semua masalah negeri penyebabnya adalah umat Islam.
Selain itu, umat diuji dengan harga minyak yang melambung tinggi. Setelah langka di pasaran, kini muncul dengan harga yang membuat sebagian para ibu dan penjual gorengan seakan ‘copot jantung’. Sebelumnya, para ibu yang mengantri berjam-jam ingin mendapatkan minyak goreng subsidi ada yang tewas.
Harga sembako lainnya ikut meroket tajam, di antaranya gula dan daging yang menjadi kebutuhan utama. Praktik klenik dianggap biasa sebagai budaya dan kearifan lokal, lihat saja saat peresmian pemindahan ibu kota negara (IKN) Nusantara. Ada ritual kendi nusantara dengan dalih kebersamaan dan kebhinekaan. Belum lagi yang terjadi di Mandalika, pawang hujan yang menurut rezim menjadi penolong dan viral di jagat maya dan nyata.
Pernikahan beda agama salah satu staf kepresidenan dipertontonkan dan dianggap biasa. Karena sebagai bentuk toleran yang akhir-akhir ini didengungkan oleh oknum yang mengaku muslim. Tiba-tiba Menag mengatur tentang volume azan, syi’ar Islam yang selama ini tak ada seorang pun yang berani menyentuh.
Bencana demi bencana mewarnai kehidupan umat, sayangnya bencana yang ada hanya dianggap sekadar peristiwa alam biasa. Bukan sebagai renungan, atas kesalahan apa yang telah dilakukan manusia di muka bumi.
Walau di tengah kondisi yang memilukan, umat tetap harus memiliki keimanan yang kuat serta memiliki sikap ‘waras’ karena tempaan setiap masalah . Ramadan, bisa jadi sebagai obat bagi umat muslim agar bisa berpikir dan bersikap lebih jernih. Agar tetap ‘on’ menyuarakan kebenaran bahkan semakin gencar. Karena berlipat pahala yang dijanjikan Allah menjadi api penyemangat.
Salah satu keutamaan Ramadan sebagaimana hadis Rasulullah saw., “Amalan puasa dan membaca Al-Qur’an akan memberi syafaat bagi seorang hamba pada hari kiamat. Puasa berkata: Wahai Rabb, aku telah menahannya dari makan dan syahwat pada siang hari, maka izinkanlah aku memberi syafaat kepadanya. Dan Al-Qur’an berkata: Aku menahannya dari tidur di waktu malam, maka izinkanlah aku memberi syafa’at kepadanya, maka keduanya pun diizinkan memberi syafa’at.” (HR Ahmad).
Sebagai mukmin kita yakin bahwa apa yang terjadi tak lepas dari skenario Allah. Tetap fokus pada perjuangan yang Allah perintahkan yaitu bersegera menerapkan syariah. Mari menjadikan Ramadan sebagai ‘charger’ dalam beribadah, mendekatkan diri pada Allah dan berjuang.
Ramadan, tamu yang akan menemani umat selama satu bulan penuh dalam menghadapi masalah. Tamu yang akan menjadi saksi derita apa yang dialami umat dan upaya apa yang sudah umat lakukan dalam perubahan. Tamu agung ini yang akan melaporkan semuanya pada Sang Pencipta. Maka, mari sambut Ramadan dengan senyuman yang indah semoga setelah Ramadan bisa diterapkan syariah.
Jangan sampai menjadi orang yang merugi, ada dan tidak ada Ramadan tak ada pengaruh apa-apa dalam perubahan. Harus ada perubahan ke arah yang lebih baik walau sedikit, baik level individu, keluarga dan negara. Perubahan itu bisa terjadi dari orang-orang yang bergerak bukan diam saja ketika melihat kemungkaran.
Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya jika manusia melihat seseorang melakukan kezhaliman, kemudian mereka tidak mencegah orang itu, maka Allah akan meratakan adzab kepada mereka semua. (HR Abu Dâwud, at-Tirmidzi dan dishahîhkan oleh al-Albâni).
Ingat sabda Baginda Nabi saw., “Barang siapa hari ini lebih baik dari hari kemarin, dialah tergolong orang yang beruntung, barang siapa yang hari ini sama dengan hari kemarin dialah tergolong orang yang merugi dan barang siapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin dialah tergolong orang yang celaka.” (HR Al Hakim).
Allahu A’lam Bishshawab.
Comment