Sampah Berlimpah, Siapa Salah?

Opini192 Views

 

Penulis: Triana Amalia, S.Pd | Aktivis Muslimah

 

RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Ini bisa disebut sebuah prestasi tapi sayang dalam artian negatif. Pada tahun 2023 Indonesia menghasilkan 12,87 ton sampah plastik. Menurut Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rosa Vivien Ratnawati, mengatakan bahwa sampah plastik masih menjadi isu serius yang dihadapi Indonesia, kondisi tersebut menyebabkan penanganan sampah plastik menjadi fokus dalam Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2024 yang diperingati pada tanggal 21 Februari.

Dalam laman katadata.co.id (7/2/2024) ia mengatakan target pengurangan sampah plastik ke laut yaitu 70% pada 2025. Hal itu tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut.

Masalah sampah ini tidak hanya merugikan manusia tetapi hewan juga. Hewan secara naluriah, mereka mampu menjaga dunia tanpa limbah. Kita sebagai makhluk yang diberi akal seharusnya mampu melindungi hewan, bukan merampas tempat tinggal mereka.

Sebuah penelitian dari Universitas Warsawa yang dilaksanakan oleh Prof. Szulkin dan rekan-rekannya juga Lukasz Dylewski dari Poznan University of Life Sciences, menemukan sebanyak 386 kelomang menggunakan cangkang buatan terutama tutup botol plastik.

Mereka mengatakan dua pertiga jenis kelomang hidup dengan barang-barang yang dibuang manusia. Kelomang-kelomang itu mengalami fenomena global di mana mereka berebutan sampah plastik. Seluruh kelompok kepiting ini telah beradaptasi dengan mengais dan menggunakan cangkang siput bekas untuk melindungi tubuh mereka yang rapuh. Ketika mereka kekurangan cangkang, para kepiting akan memperebutkannya.

Namun, para ilmuwan belum mengetahui seberapa besar unsur baru ini dapat memengaruhi mereka dan apakah kepiting juga akan memperebutkan cangkang plastik buatan. Fenomena ini memperingatkan bahwa setidaknya ada 171 triliun keping plastik mengambang di lautan sekarang.

Laman BBC News Indonesia (11/02/2024) menulis bahwa peringatan itu bisa saja naik tiga kali lipat pada 2040 jika tidak ada tindakan yang diambil. Sebuah pelajaran berharga dapat diambil dari fenomena kelomang bercangkang plastik itu, adalah kita lebih sering menggunakan kembali plastik daripada membuangnya.

Indonesia pun memikirkan solusi terhadap banyaknya sampah plastik ini. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui berbagai cara mendorong pengelolaan sampah plastik yang produktif untuk mengatasi persoalan pencemaran lingkungan.

Hal ini juga terkait dengan sampah-sampah yang dihasilkan dari masa kampanye, berupa: poster, baliho, spanduk, bendera, tiang-tiang bambu, dan sebagainya.

Kekuatan hukum pengelolaan sampah dari penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak tahun 2024 ini yaitu Surat Edaran Menteri LHK nomor 3 tahun 2024 tentang Pengelolaan Sampah yang Timbul dari Penyelenggaraan Pemilihan Umum tahun 2024.

Rosa Vivien dalam sebuah laman InfoPublik (9/02/2024) menganjurkan untuk daur ulang sampah-sampah itu kepada Kementerian dan Lembaga, Pemerintah Daerah, Produsen dan pelaku usaha, organisasi masyarakat sipil, komunitas, asosiasi, perguruan tinggi, mahasiswa, dan pelajar. Mereka harus melakukannya dengan mandiri.

Problematika ini menunjukkan dua kondisi, yakni upaya pemerintah yang kurang optimal dan rendahnya kesadaran rakyat akan bahaya plastik. Kapitalisme mempersempit cara berpikir dan cara pandang manusia terkait limbah dan lingkungan. Kapitalisme lebih berorientasi dan hanya memikirkan keuntungan serta kemudahan. Dari sisi lain, masyarakat juga ingin serba mudah dengan bahan atau wadah plastik yang harganya lebih murah.

Masyarakat terbiasa dalam hal ini karena negara yang terbelenggu dengan sistem kapitalisme tidak menyediakan teknologi wadah ramah lingkungan yang terintegrasi secara baik. Justru sebaliknya, negara tidak mampu menekan para kapitalis dan pemilik modal yang terus memproduksi plastik terkait bisnis mereka. Sejatinya pemerintah wajib hadir dalam menjalankan fungsi mengurus keperluan rakyatnya.

Model pemerintahan yang sangat peduli dan memperhatikan rakyat itu hanya ada dalam sistem Islam. Sistem pemerintahan yang dijalankan berdasarkan syariat Islam. Hukum hukum produk Allah yang Mahapencipta alam semesta bukan produk pemikiran manusia yang lemah.

Rasulullah Saw, bersabda, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggungjawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. al-Bukhari)

Kepengurusan ini termasuk bagaimana cara negara mengedukasi rakyat terhadap bahaya plastik. Terutama bagi kesehatan dan lingkungan. Penggunaan berbagai produk plastik dapat menimbulkan penyakit berbahaya, seperti kanker, gangguan kehamilan, dan kerusakan jaringan tubuh lainnya.

Bagi lingkungan, sampah1 plastik sangat sulit diolah dan terurai oleh tanah yang berdampak merusak dan mencemari  sumber air tanah.

Memang plastik memudahkan manusia dalam masalah perkakas dan pengemasan namun inovasi dan pengembangan ilmu harus berpatok pada batasan syariat yaitu tidak boleh membuat kerusakan di bumi dan memanfaatkan alam secukupnya.

Jadi, inovasi dan pengembangan ilmu bukan kemudahan semata demi meraih keuntungan besar seperti prinsip kapitalisme.

Allah Swt. berfirman dalam surat Al-A’raf ayat 56 yang artinya, “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi sesudah Allah memperbaikinya …”

Dalam ayat lain di surat Al Hijr ayat 19 dan 20 yang artinya, Allah Swt. berfirman, “Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran. Dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup, dan (Kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezeki kepadanya.”

Oleh sebab itu, selain mengedukasi rakyatnya terhadap bahaya sampah,  model pemerintahan Islam melakukan riset terpadu untuk menemukan teknologi mutakhir. Baik dalam bentuk kemasan alternatif ramah lingkungan maupun dalam bentuk teknologi pengolah sampah yang mumpuni.

Untuk saat ini, dalam negeri sebenarnya sudah banyak penelitian yang menggunakan teknologi degradasi sampah plastik seperti yang dilakukan mahasiswa Fakultas MIPA Universitas Brawijaya dengan inovasi alat pendegradasi limbah plastik PET yang diberi nama PETBIODEGREE.

Mahasiswa ITS (Institut Teknologi Sepuluh November), ITB (Institut Teknologi Bandung), dan berbagai kampus yang ada jurusan mahasiswa MIPA sudah menciptakan alat yang mampu menghancurkan sampah plastik.

Tentu saja negara yang menganut sistem pemerintahan Islam tidak akan membiarkan teknologi-teknologi hanya sebatas hasil laboratorium. Namun, akan merealisasikan secara nyata dalam kehidupan. Tentu upaya ini memerlukan biaya besar.

Namun, bagi pemimpin negara berlandaskan Islam, hal ini bukan masalah besar karena negara yang menjalankan sistem pemerintahan Islam memiliki sumber dana dari pos kepemilikan negara (baitulmal).

Dana pos ini akan dialokasikan pemimpin negara untuk membantu pendanaan inovasi penyediaan bahan alternatif plastik. Dengan begitu, rakyat dapat menikmati kemudahan teknologi plastik yang ramah lingkungan. Wallahu ‘alam bissawab.[]

Comment