Oleh: Ratu Rianti, Penulis Novel
__________
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA — Kaum Quraisy terpukul setelah mengalami kekalahan di perang Badar. Rasa benci, marah, dan dendam kepada Rasulullah shalallahu alaihi wassalam dan sahabat menyelimuti pikiran mereka. Setelah setahun berlalu, kafir Quraisy berhasil menghimpun 3.000 tentara yang siap menyerang kaum muslimin.
Abu Sufyan bin Harb sebagai pemimpin memerintahkan untuk membawa kaum perempuan agar mereka tidak lari dari pertempuran. Ia keluar bersama istrinya, Hindun binti Utbah, begitu pun teman-temannya mereka membawa serta istri masing-masing. Khalid bin Walid sebagai pemimpin pasukan di sayap kanan dan Ikrimah bin Abu Jahal di sayap kiri, sedangkan Shofwan bin Umayyah sebagai pemimpin bagi pasukan yang berjalan kaki.
Pasukan kaum muslimin berjumlah sekitar 900 orang berangkat keluar dari Madinah menuju lembah Uhud. Rasulullah shalallahu alaihi wassalam menghadapkan pasukannya menuju Uhud, dan menempatkan di atas gunung Uhud satu peleton pasukan pemanah yang mahir, berjumlah 50 orang yang dipimpin oleh Abdullah bin Jubair. Rasulullah shalallahu alaihi wassalam memerintahkan agar tidak turun kecuali ada perintah dari Rasulullah.
Dalam sebuah riwayat menyebutkan bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wassalam berpesan kepada pasukan pemanah, “Lindungi punggung kami. Jika kami terbunuh sekali pun, jangan sampai kalian meninggalkan posisi kalian untuk menolong kami. Dan jika kami berhasil mengumpulkan harta rampasan perang, jangan sampai kalian ikut serta mengumpulkan harta rampasan perang.”
Ummu Umarah yaitu Nusaibah binti ka’ab, dua anaknya, dan suaminya turut ambil bagian dalam perang ini. Wanita agung itu bertugas di bagian logistik dan medis.
Peperangan sengit pun dimulai, dan kemenangan di tangan pasukan Islam. Kaum muslimin bersegera mengumpulkan ghonimah. Melihat hal itu, pasukan pemanah meninggalkan posisi mereka dan ikut mengumpulkan harta rampasan perang. Pada saat itulah pasukan musuh menyerang dari arah belakang, dan berhasil memorak-porandakan pasukan Islam serta mereka berusaha membunuh Rasulullah shalallahu alaihi wassalam.
Kondisi pasukan Islam terdesak menjadikan Ummu Umarah ikut mengangkat senjata. Dengan segenap kemampuannya wanita mulia itu bergabung dengan pasukan untuk melindungi Rasulullah. Dengan perisai dan pedang di tangan, Ummu Umarah berdiri tegap di samping Rasulullah, melindungi beliau dari serangan musuh.¹
Ummu Umarah sendiri menuturkan kejadian tersebut, “Saat itu pasukan Islam cerai-berai. Hanya ada beberapa orang yang jumlahnya kurang dari sepuluh, termasuk saya, dua anak saya, dan suami saya. Rasulullah shalallahu alaihi wassalam memerintahkan kepada mereka yang lari ke belakang untuk memberikan senjata dan perisai mereka kepada pasukan yang masih berperang. Maka seorang laki-laki melemparkan perisainya kepada saya yang saat itu hanya membawa pedang tanpa perisai. Yang menyerang kami ternyata tentara berkuda, hingga kami kewalahan. Seandainya saja mereka hanya berjalan kaki seperti kami, insyaallah kami dapat mengalahkan mereka.
Seorang musuh tentara berkuda menyerang dan mengayunkan pedang ke arah saya. Saya tahan dengan perisai yang ada di tangan. Lalu saya tebas kudanya dengan pedang hingga kuda itu terjatuh Saat itu nabi menyeru kepada saya, ‘Bantulah ibumu ….’ Dia membantuku membunuh tentara musuh itu.”²
Abdullah bin zaid berkata, ”Saat itu aku terluka parah. Darah terus mengalir dari luka itu. Nabi memberi nasehat, “Balutlah lukamu.” Ibuku datang dengan membawa pembalut luka, lalu pembalut lukaku. Setelah itu Nabi berkata, ‘Bangkitlah Nak, lawanlah pasukan musuh.’ Beliau juga berkata, ‘Wahai Ummu Umarah, apa yang kamu lakukan ini tidak bisa dilakukan orang lain.’
Tentara musuh yang melukai anakku mendekat lagi. Rasulullah berkata, ‘Dialah yang melukai anakmu.’ maka aku menebus kakinya hingga dia tersungkur. Aku melihat Rasulullah tersenyum sahingga terlihat giginya. Beliau bersabda, ‘Kamu telah membalasnya.’ Setelah itu kami mendekat kepada Nabi dan beliau bersabda, ‘Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kemenangan kepadamu.’”³
Dhamrah bin Mazini menceritakan bahwa neneknya yang juga ikut dalam perang Uhud. Ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah shalallahu alaihi wassalam di perang Uhud bersabda, ‘Kedudukan Nusaibah binti Ka’b hari ini lebih baik dari pada si Fulan dan si Fulan.’”
Dhamrah bin Mazini menyaksikan hari itu Nusaibah berperang dengan sungguh-sungguh. Bahkan sampai ada 13 luka sabetan pedang di tubuhnya. Aku melihat Ibnu Qum’ah menebas pundaknya hingga meninggalkan luka serius.⁴
Ketika ada seruan jihad di daerah Hamra Asad,⁵ lukanya masih mengucurkan darah meskipun sudah dibalut. Semoga Allah meridhainya.⁶
__________
Sumber:
Buku 35 kisah shahabiyah Muhammad Al-mishri dan Sirah Nabawiyah
Keterangan:
1. Nisa’ Mubasysyarat bil Jannah (65)
2. Thabaqat (8/413-414)
3. Ibnu Sa’d (8/414)
4. Luka itu baru sembuh setahun setelah perang Uhud.
5. 8 mil dari Madinah arah Dzulhulaifah
6. Zaadul Ma’ad (3/242-243) Ibnu Sa’d (8/413)
Comment