Penulis: Cika Kintan Maharani | Mahasantriwati Ma’had Pengkaderan Da’i
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Kriminalitas yang terjadi di negeri ini makin menjadi-jadi. Pelaku kejahatan makin sadis terhadap para korbannya. Beragam peristiwa kriminalitas terjadi di DKI Jakarta Senin (10/7) kemarin, mulai dari pembunuhan di Jakarta Utara (Jakut) hingga petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) diperas oknum PNS kelurahan. Terdapat juga kasus penganiayaan atau pengeroyokan bersenjata tajam.
Kapolsek Metro Tamansari Polres Metro Jakarta Barat Kompol Adhi Wananda seperti ditulis antaranrws.com mengatakan, pengeroyokan tersebut terjadi atas motif cemburu dari tersangka WWT kepada mantan pacarnya yang sudah berpacaran dengan korban selama satu bulan.
Beberapa waktu lalu sebagaimana ditulis laman bbc.com juga terjadi pembunuhan disertai mutilasi di sebuah aparartemen di Cisauk, Tangerang. Polisi menyebut, kedua laki-laki yang memiliki hubungan asmara itu terlibat pertengkaran hingga akhirnya pelaku membunuh korban dengan pisau, lalu dipotong dengan gerinda. Pelaku membuang potongan kepala dan kedua kaki korban ke sungai di Tangerang, sedangkan tubuh korban ditaruh dalam koper merah dan dibuang di kawasan Bogor.
Polri seperti ditulis databooks.com mencatat, 276.507 kejahatan terjadi di Indonesia sepanjang 2022. Jumlah tersebut mengalami kenaikan 7,3% dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebanyak 257.743 perkara. Sedangkan di tahun 2023, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) melaporkan, ada 137.419 kasus kejahatan yang terjadi di Indonesia selama periode Januari-April 2023. Jumlah tersebut meningkat 30,7% dibanding Januari-April tahun lalu (cumulative-to-cumulative/ctc) yang sebanyak 105.133 kasus.
Penyebab terjadinya Kriminalitas
Banyaknya kriminalitas yang terus terjadi di tengah masyarakat harusnya menjadi evaluasi bagi kita semua. Mengapa kasus-kasus yang serupa terus terjadi meski sudah ada upaya dari kepolisian untuk menindaklanjuti setiap kasus.
Dari berbagai motif, tampak bahwa salah satu penyebab terjadinya kriminalitas adalah lemahnya keimanan dan ketakwaan individu. Masyarakat hari ini bingung menyikapi setiap permasalahan yang dihadapinya, misalnya dalam hal ekonomi sampai dengan hubungan asmara.
Dalam Fokus to The Point: “Kejahatan Makin Sadis, Apa Penyebabnya?” di kanal UIY Official, Sabtu (18-3-2023), cendekiawan muslim ustadz Ismail Yusanto mengatakan bahwa salah satu faktornya yaitu adanya lumrahisasi kejahatan, yang mana kekerasan dijadikan sebagai jalan menyelesaikan persoalan. Lumrahisasi kriminalitas ini terjadi karena orang kehilangan sensitifitas bahwa perbuatan tersebut adalah perbuatan dosa atau melanggar. Namun, satu hal yang juga menjadi penyebab maraknya kriminalitas adalah lemahnya penegakan hukum.
Banyak kasus kriminalitas yang lenyap begitu saja karena masyarakat enggan melapor. Sudah tenar di negeri ini bahwa berurusan dengan aparat keamanan adalah proses yang berbelit.
Selain itu, hukum yang ada tidak membuat jera pelaku kriminalitas. Istilah “penjahat kambuhan” menjadi bukti bahwa pelaku kejahatan tidak jera dipenjara, bahkan bisa makin lihai berbuat kejahatan karena bertemu dengan penjahat lainnya.
Hukuman terhadap pelaku kriminalitas tidak membuat mereka jera, bahkan bisa beraksi lagi selepas dipenjara. Inilah realitas penerapan hukum hari ini. Sistem sanksi sekuler tidak akan berhasil menghentikan kriminalitas karena mandul mewujudkan efek jera terhadap pelaku. Akibatnya, masyarakat tidak mendapatkan rasa aman dalam kehidupannya.
Warga selalu waswas terhadap keselamatannya karena para pelaku kriminalitas berkeliaran siap memangsa harta dan nyawa. Dengam demikian, terbukti bahwa sistem hukum sekuler yang diterapkan belum berhasil memenuhi kebutuhan dasar manusia berupa keamanan.
Islam, Solusi Tuntas Atasi Kriminalitas
Islam merupakan agama yang agung dan mulia. Diinun syamilun, kamilun wa mutakamilun, sempurna syariatnya, sempurna pula pembawanya, yakni baginda Muhammad saw. Dalam surah Al-Maidah ayat 3, Allah SWT telah menjelaskan bahwa Islam adalah agama yang sempurna. Dengan sempurnanya Islam, seorang muslim tidak butuh syariat yang lain. Cukup dengan Islam, mereka hidup dan menyelesaikan persoalan kehidupannya.
Dalam Islam, hal mendasar dalam membangun manusia adalah dengan mendidik akalnya. Mendidik akal adalah mendidik berpola pikir benar dengan menjadikan akidah sebagai asasnya.
Selanjutnya, pemahaman yang benar ini diwujudkan dalam amal perbuatan dalam bentuk keterikatan terhadap syariat Allah. Terbentuklah manusia yang berkepribadian Islam, serta berpola pikir dan sikap Islam.
Dengan terbentuknya kepribadian Islam dalam individu masyarakat, akan menjadikan setiap individu lebih memiliki standar dalam berbuat, tidak akan menjadikan tindakan kejahatan sebagai jalan menyelesaikan persoalan, masyarakat akan lebih berhati-hati dalam mengambil sikap. Sebab setiap individu paham bahwa ujung dari perbuatan akan menghasilkan pahala atau dosa.
Namun demikian, masyarakat Islam tetaplah masyarakat manusia yang memungkinkan terjadi di dalamnya kelalaian hingga terjadi pelanggaran syariat.
Menghadapi kondisi demikian, Islam memberlakukan sanksi tegas yang mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai zawajir (pencegah) yang mencegah manusia dari tindak kejahatan dan jawabir (penebus) dikarenakan uqubat (penerapan sanksi hukum) dapat menebus sanksi akhirat.
Sanksi bagi pelaku kriminal tidak selalu penjara sebagaimana dalam sistem hukum hari ini, melainkan disesuaikan dengan jenis kejahatannya. Misalnya, qishas adalah hukuman untuk pembunuhan yang disengaja. Allah Swt. berfirman dalam QS Al-Baqarah: 178 yang artinya “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu (melaksanakan) kisas berkenaan dengan orang yang dibunuh.”
Jenis sanksi dalam Islam ada empat, yaitu hudud, jinayah, ta’zir, dan mukhalafat. Hudud adalah sanksi atas kemaksiatan yang kadarnya telah ditetapkan oleh syariat dan menjadi hak Allah Taala. Jinayah adalah penganiayaan atas badan dan mewajibkan qhisas. Ta’zir adalah sanksi atas kemaksiatan yang tidak ada had dan kafarat. Sedangkan mukhalafat adalah sanksi atas pelanggaran aturan yang ditetapkan negara.
Dalam konsep hukum Islam memang tetap ada penjara, tetapi realitasnya berbeda dengan penjara hari ini. Penjara dalam konsep Islam, selain memberikan hukuman untuk mewujudkan efek jera, juga berisi pembinaan kepribadian dengan pemahaman Islam sehingga orang yang ada di dalamnya terdorong untuk bertaubat. Hal ini mencegah pelaku mengulangi kejahatannya.
Demikianlah, dengan penerapan sistem sanksi yang adil dan tegas tersebut, kriminalitas bisa terselesaikan dan rasa aman bagi rakyat pun akan bisa terwujud.
Di satu sisi, konsep pengaturan dalam Islam adalah menyejahterakan penduduknya dengan memenuhi kebutuhan dasar berupa sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Hal ini mampu meminimalisir terjadinya konflik yang ada di tengah masyarakat, sebab kebutuhan dasar masyarakat sudah diatur sedemikian rupa di dalam konsep sistem ekonomi dalam Islam.
Begitulah solusi dalam Islam, semua diselesaikan dari lapisan individu, masyarakat hingga negara. Semua masalah ini akan terselesaikan jika konsep Islam diterapkan secara keseluruhan dalam kehidupan. Konsep inilah juga yang digunakan Rasulullah SAW kemudian dilanjutkan oleh Khulafaurasyidin hingga Kekhalifahan Turki Utsmani. Tercatat dalam tinta sejarah, peradaban Islam mampu menguasai 2/3 wilayah dunia selama 13 abad lamanya. (Sumber: www.muslimahnews.id.net). Walllahu a’lam bisshawab.[]
Comment