Penulis: Diah Fitri P | Muslimah Pemerhati Umat, Alumni Sosiologi UNAIR Surabaya
RADARINDONESIANEWS.COM, JAKARTA– Fase gencatan senjata dimulai. Secara berangsur, tentara Zionis ditarik mundur. Kesepakatan pertukaran sandera pun mulai dilakukan. Setiap muslim terutama warga Gaza bisa bernafas lega untuk menikmati hidup mereka tanpa teror keji tentara Israel yang selama 469 hari sejak 7 Oktober 2024 terus menerus menembakkan bom bom berdaya ledak sedang sampai besar menimbulkan korban jiwa dan luka luka di kalangan warga sipil.
Gencatan senjata ini disebut-sebut sebagai kemenangan rakyat Gaza. Benarkah demikian? Menjelang pelantikan Donald Trump terjadi gencatan senjata dunia internasional terkejut dan bertanya-tanya kenapa Israel menerima persyaratan gencatan senjata tersebut?
Ada yang menganggap karena kuatnya desakan internasional atas situasi di Gasa yang tidak terkendali, ada pula yang menganggap karena AS mengalami kesulitan finansial pasca kebakaran besar yang menghabiskan satu kota Los Angeles – sehingga sebagai negara yang memberi kontribusi militer terbesar Israel, mengalami kendala finansial.
Ada lagi yang beranggapan karena keteguhan dan ketangguhan para pejuang Palestina mendesak kesepakatan gencatan senjata itu terjadi.
Berbagai desakan masyarakat Internasional didorong sejak Mei 2024 oleh Presiden AS Joe Biden faktanya tidak digubris pemimpin Zionis. Netanyahu saat itu bersikeras menolak dan semakin intensif melakukan serangan di Gaza. Operasi darat pun masif dilancarkan demi ambisi merebut Gaza dan menumpas perlawanan Hamas dengan segera.
Perpecahan bahkan terjadi di pemerintahan Israel. Desakan di satu pihak untuk melakukan gencatan senjata di pihak lain tetap bersikeras melanjutkan peperangan. Itamar Ben-Gvir, Menteri Keamanan Nasional Zionis sekaligus pemimpin partai sayap kanan ekstremis Jewish Power (Otzma Yehudit) melepaskan jabatannya sebagai bentuk protes atas kesepakatan gencatan senjata tersebut.
Perbedaan pendapat tersebut membuat kondisi perpolitikan dan stabilitas nasional di dalam negeri Israel menjadi tak terkendali dan masyarakat terpolarisasi menjadi 2 kubu, antara pro dan kontra.
Desakan jalur langit pun rupanya tidak menghentikan keganasan Zionis atas genosida tersadis yang pernah ada dalam sejarah peperangan dunia apapun.
Bencana kebakaran melanda kota Los Angeles California yang mendapat julukan City of Angels. Perusahaan peramal cuaca Amerika Serikat, AccuWeather sebagaimana ditutup laman Tempo.com (16/1/2025). memperkirakan kerusakan dan kerugian ekonomi mencapai US$ 135 miliar hingga US$ 150 miliar atau setara Rp 2.200 triliun hingga Rp 2.447 triliun.
Walaupun akibat kebakaran tersebut AS mengalami kerugian ekonomi 6 kali lipat lebih parah dibandingkan bantuan militer ke Israel, tetapi baru satu pekan berlangsung gencatan senjata presiden baru AS Donald Trump justru mengizinkan pasokan bom seberat 2000 pon untuk dikirim ke Israel. Aturan ini sekaligus mencabut larangan yang sebelumnya diberlakukan oleh pemerintahan Joe Biden.
Artinya kesepakatan gencatan senjata akan ditabrak secara nekat oleh AS yang baru berjalan satu pekan ini. Dikutip dari Tribun.news Pejabat Israel melaporkan bahwa sebanyak 1.800 bom mk84 yang telah disimpan di AS siap dikirimkan ke Israel.
Strategi AS Memaksa Israel Menerima Gencatan Senjata.
Kenapa Israel menerima kesepakatan tersebut? Jawabannya adalah karena Donald Trump ingin menunjukan kepada dunia bahwa kehadirannya dapat membuat perdamaian versi kapitalisme sehingga Israel dipaksa menerima kesepakatan itu untuk mempersiapkan segala sesuatu dan melanggarnya sewaktu-waktu jika mereka sudah siap.
Donald Trumpt telah mempersiapkan rencana perdamaian yang disebut “The Trump peace plan” secara resmi berjudul “Peace to Prosperity: A Vision to Improve the Lives of the Palestinian and Israeli People”. Dalam proposal tersebut terdapat 2 (dua) garis besar yaitu POLITICAL FRAMEWORK dan ECONOMIC FRAMEWORK.
Secara singkat gambaran POLITICAL FRAMEWORK yaitu terbentuknya 2 (dua) negara yaitu Palestina dan Israel. Tetapi untuk negara Palestina akan dibuat “demiliterisasi” yaitu negara tanpa militer, apabila ada militer tentu akan membuat Israel menjadi merasa terancam. Sedangkan Yerusalem akan menjadi ibu kota Israel tetapi warga Palestina akan diberikan hak mengunjungi.
Sementara untuk menghubungkan Gaza dan Tepi Barat, akan dibuat terowongan bawah tanah tanpa harus mengganggu wilayah daratan yang diklaim Israel, mengingat Gaza dan Tepi Barat terpisah jauh. Hal ini terungkap Dalam “The Trump peace plan” yang menyatakan “Transportation links would allow efficient movement between Gaza and the West Bank, as well as throughout a future Palestine. The plan does not call for uprooting any Israelis or Palestinians from their homes”.
Sedangkan ECONOMIC FRAMEWORK adalah rencana mengurangi kendala pertumbuhan ekonomi Palestina dengan membuka Tepi Barat dan Gaza ke pasar regional dan global. Investasi besar dalam transportasi dan infrastruktur akan membantu Tepi Barat dan Gaza berintegrasi dengan ekonomi tetangga.
Investasi tahap awal untuk menghilangkan kendala terhadap pertumbuhan dan menargetkan proyek-proyek utama yang membangun momentum, menghasilkan pekerjaan, dan meningkatkan produk domestik bruto (PDB).
Gencatan senjata yang dilakukan terbukti tidak mengubah apapun. Zionis Israel didukung AS masih tetap melakukan pelanggaran dan memanfaatkan situasi tersebut. Inilah watak buruk Yahudi disepanjang masa kerap mengingkari perjanjian yang telah dibuatnya sendiri sebagaimana termaktub didalam ayat ayat Alqur’an. Karenanya tidak boleh mencukupkan pada gencatan senjata ini saja tetapi mencari solusi haqiqi.
Beberapa hari yang lalu, Tank IDF menembak mati dua warga Palestina di Rafah. Serangan terjadi selang lima hari usai gencatan senjata dilakukan. Juga sehari usai gencatan senjata, seorang anak di Bundaran Al-Awda, Rafah dilaporkan dibunuh oleh militer Israel (Kompas.tv, 23/01/2025).
Militer penjajah Israel, yakni pasukan IDF melakukan pelanggaran atas kesepakatan gencatan senjata. Kapal perang pendudukan Zionis Israel melepaskan tembakan ke pantai Kota Gaza. Tidak hanya kapal, kendaraan militer mereka juga melepaskan tembakan di Kawasan Al-Firdous di poros Salah Al-Din “Philadelphia” selatan Kegubernuran Rafah. Akibatnya, beberapa warga Palestina syahid dan beberapa di antaranya mengalami luka-luka (Tribunnews.com, 22/01/2025).
Solusi Haqiqi Untuk Masa Depan Palestina
Tidak perlu diragukan tentang keteguhan, kesabaran dan ketangguhan para pejuang Palestina untuk terus berjihad mempertahankan tanah mereka yang dirampok penjajah Israel.
Namun ada kewajiban bagi umat Islam lainnya untuk menolong saudara mereka yang sedang tertindas. Tentu dengan pertolongan yang semestinya mampu mengusir para penjajah dan mengembalikan tanah Palestina kepada pemilik aslinya. Bukan menerima solusi penjajah yang memaksa masyarakat Palestina hidup berdampingan dengan para perampoknya.
Pertolongan tersebut adalah berupa tentara pembebas, dominasi militer disolusi dengan kekuatan militer juga. Tentara-tentara muslim ini hanya bisa dimobilisasi oleh kekuatan politik adidaya di bawah seorang khalifah.
Khalifahlah yang dulu membebaskan Baitulmaqdis dan wilayah Syam lainnya termasuk Palestina dari cengkeraman Imperium Romawi yang memerintah dengan zalim.
Saat itu, khalifah Umar ra. mengirim pasukan pembebas yang dipimpin Khalid bin Walid, Amru bin Ash, dan Abu Ubaidah ra., hingga tepat pada Rajab 16—17 H (636—637 M) Palestina dibebaskan dan Perjanjian Umariyah disahkan.
Begitu pun saat Baitul Maqdis sempat jatuh kepada pasukan salibis, Sultan Shalahuddin al-Ayyubi mengerahkan pasukannya yang kuat dan menakutkan untuk membebaskan Palestina. Tepat pada 2 Oktober 1187 M atau pada 27 Rajab 583 H, ia berhasil merebut kembali Baitul Maqdis dan tanah Palestina, bahkan memaksa musuh menandatangani perjanjian Shulh ar-Ramlah yang fenomenal.
Seluruh umat Islam harus menyadari posisi mereka sebagai umat terbaik dengan bersatu menjadi umatan wahidan (umat yang satu) melewati batas nasionalisme yang selama ini justru menjebak mereka dalam sekat-sekat kebangsaan.
Seluruh umat Islam harus sadar bahwa pelindung haqiqi bagi mereka hanya sistem Islam yang dijalankan oleh seorang kholifah. Kholifah yang akan menjadi pemimpin tertinggi pasukan jihad fisabilillah menumpas tentara-tentara dajjal yahudi Israel dan para sekutunya.
Seluruh umat muslim harus sadar bahwa di bawah kepemimpinan seorang khalifah sebagaimana diwariskan Rasulullah dan khulafaaur rasyidiin, dunia akan diberkahi. Umat Islam dan manusia seluruhnya akan menikmati kehidupan damai, rahmatan lil alamin. Wallahu a’lam bishowab.[]
Comment